D u a T i g a

50 4 0
                                    

Jangan lupa vote! 👊😡👊

"Assalamu'alaikum, Mama cantik," lirih Zahra sambil mengusap batu nisan.

Zahra menitikkan air matanya. "Macan udah gak sakit lagi, kan? I-inaya kangen b-banget deh s-sama Macan.."

"Inaya m-mau ketemu M-macan, sebentar juga gakpapa, kok.."

Dada Zizan terasa sesak mendengar penuturan Zahra. Lelaki itu mengusap punggung Istrinya.

"Macan, sekarang Inaya bisa terima pernikahan ini sama El, pilihan Macan.." Zahra tersenyum tipis, air matanya terus berjatuh membasahi pipinya.

"Rasa trauma i-itu sudah hilang, Ma. Ternyata, bener ya apa yang dibilang M-macan waktu itu bahwa gak semua laki-laki itu sama sikapnya seperti Papa."

Zahra menyeka air matanya. Lalu menaburkan bunga sekaligus air. Setelah selesai, ia tersenyum getir menatap batu nisan Jen.

"Nanti, kita ketemu lagi, kan, Ma?"

"Iya, nanti kamu bisa ketemu lagi sama Mama, Ra," sahut Zizan.

Zahra menoleh pada lelaki itu. "Beneran?" tanya Zahra dengan mata sendu.

Zizan mengangguk penuh yakin seraya tersenyum manis menatap Istrinya.

o0o

Sepulang dari pemakaman, kedua pasutri itu hendak ke kampus.

Hari ini, Zizan harus masuk kelas mengajar materinya pada mahasiswa/i-nya. Sedangkan Zahra, ia meminta ikut dengannya.

"Mau temenin aku ngajar?" tanya Zizan melirik sekilas pada Zahra.

Zahra yang tengah asik menggambar random di jendela mobil pun menoleh ke arah Suaminya.

"Gak lah, masa iya aku ikut? Aneh."

"Terus, kamu mau nungguin aku dimana?"

"Ya, aku nunggu di Caffe Laluzi lah!" sahut Zahra dengan sewot.

Zizan mengangguk. "Iya juga ya, aku sampe lupa kalo aku punya Caffe disana."

"Terlalu sibuk jadi Dosen, sih. Jadi gini, nih."

Zizan yang merasa gemas dengan Istrinya pun, mencubit pelan pipi Zahra.

"Ish, nyubit-nyubit!" kesal perempuan itu.

"Marah-marah terus, deh. Heran aku," ucap Zizan sambil mengacak rambut Zahra.

Bukan di elus, tapi di acak.

"Tuh, kan! Gimana aku gak marah-marah terus coba? Kamunya aja bikin aku kesel. Emang anj!"

Zizan menyentil mulut Zahra. "Mulutnya, ih!"

"Kan, kan! Baru di bilang, udah bikin aku emosi lagi!"

"Ya, kamu, mulutnya ngomong kasar terus, sih. Gak boleh ngomong kasar tau!"

Zahra memutar bola matanya malas. "Yaelah cuma gitu doang,"

"Hm? Cuma gitu doang, ya?"

Zizan mematikan mesin mobilnya. Lelaki itu mendaratkan ciuman pada bibir ranum Istrinya.

My Dosen My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang