T i g a B e l a s

58 4 0
                                    

Zizan memandangi wajah Zahra yang sangat cantik ketika dilihat lebih dekat. Sangat damai ketika wajah cantiknya tertidur lelap. Zizan mengelus pelan pipi chubby Zahra, ia gemas melihat pipinya yang persis seperti bakpao. Elusan itu berubah menjadi cubitan kecil membuat sang empu sedikit terusik.

Zahra meregangkan ototnya dengan mata yang masih tertutup rapat. Refleks, Zizan pun menjauh dari Zahra, ia berdiri tegap dengan kedua tangan yang ia letakkan pada pinggangnya.

Zizan bernafas lega karna mata Zahra tidak terbuka. Zizan tersenyum sekilas menatap Zahra. Lalu kaki jenjangnya berjalan menuju bilik toilet. Lelaki itu akan membersihkan badannya yang sangat lengket menempel ditubuhnya.

o0o

Mata hazel ini membuka secara perlahan. Ia mengerjapkan matanya berkali-kali menatap langit-langit pada sebuah ruangan yang bernuansa biru tua. Terlihat sangat gelap, namun sangat indah saat dipandang, juga tidak kalah aestetic karna barang-barang yang disana tersusun dengan rapih.

Zahra bangkit dari posisi tidurnya, ia duduk ditengah-tengah kasur menatap setiap sudut ruangan kamar yang Zahra sendiri tidak tau kamar siapa.

Ceklek

Bunyi pintu itu membuat Zahra melihat pada sumber suaranya. Matanya membola lebar ketika melihat lelaki yang bertelanjang dada ini satu ruangan dengan dirinya. Bahkan lelaki itu hanya dibalutkan dengan kain handuk saja untuk menutupi sebagian tubuhnya.

"SIAPA LO!" sentak Zahra sambil menutup semua wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

Zizan terkejut mendengarnya. "Udah bangun, Ra? Sana, gih, mandi dulu, pasti badannya pada lengket, kan?"

"Kenapa lo gak pake baju?!" tanya Zahra, sedikit kesal melihat Zizan yang sangat santai bertelanjang dada didepannya.

"Eh? Lah, iya, aku gak pake baju, ya?" Zizan baru ngeh jika dirinya hanya memakai handuk saja. Ia meraba tubuhnya yang terbalut handuk berwarna pink cerah itu.

"Aku?" beo Zahra. "Sejak kapan lo nyebut diri lo sendiri pake aku? Mana didepan gue, lagi?"

Zizan menggaruk tengkuknya yang tak gatal, ia menjadi salah tingkah hanya karna pertanyaan Zahra yang hanya biasa-biasa saja. Namun beda bagi Zizan, itu sangat waw menurutnya. "Sejak kita resmi jadi Suami Istri, hehe.."

"Ngaco, lo!" desis Zahra.

"Ngaco darimana? Itu sebuah fakta, kenyataan, Ra."

Sial. Zahra baru ingat bahwa ia memang sudah menikah dengan Zizan. "Oooo.. Gue lupa, gak inget."

"Masih muda udah pikun," gumam Zizan.

"Gue denger, sialan!" timpal Zahra dengan menatap tajam pada Zizan.

Sedangkan pelakunya memperlihatkan jejeran gigi rapih nan putihnya.

"Gue mau minta satu permintaan, boleh?" kata Zahra sambil menatap langit-langit.

"Boleh, dong! Mau apa, hm?" tanya Zizan dengan suara seraknya.

"Cerai," sahut Zahra dengan santai. Singkat, padat, cerai.

"Gak mau! Gak boleh! Permintaan ditolak!" ucap Zizan sambil menggelengkan kepalanya pada setiap kata.

"Tapi, gue mau cerai!"

"Ra, kita baru aja nikah tadi siang. Masa mau cerai?"

Zahra mengangguk paham. "Ooo.. Kalau baru nikah itu gak boleh langsung cerai, ya? Berarti.. kalau besok boleh cerai, dong?"

My Dosen My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang