Bab 22

1.5K 117 12
                                    

WARNING CERITA sedikit MEMBOSANKAN
BANYAK TYPO 🙏🏻 dan ALUR LAMBAT

HAPPY READING
like jika suka 👍🏻 dan komen jika bisa💬
Sorry for typo
Jangan jadi pembaca gelap terus 🤧

Jevan menyilangkan kedua tangannya, menatap Nares yang duduk dengan santainya di meja makan, menunggu Gisel menyelesaikan masakan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jevan menyilangkan kedua tangannya, menatap Nares yang duduk dengan santainya di meja makan, menunggu Gisel menyelesaikan masakan. Sekarang dia mengerti kenapa dari tadi Gisel tidak menghampirinya meski sudah dipanggil berulang kali.

"Gi, Tuan rumah di sini itu aku atau Nares sih?" keluhnya, melihat Gisel menaruh sepiring nasi goreng di depan Nares yang sudah menginap dua malam.

Gisel menarik napas panjang dan menoleh ke arah Nares. "Kenapa?" tanyanya, "Dari tadi mas Jevan manggil terus. Ini sudah kelima kalinya, loh." Keluhnya.

Jevan mendengus kesal. Wajahnya semakin menunjukkan ketidaksukaan.

'Maunya apa sih?' pikirnya, merasa sebal. Sejak pagi, pria itu selalu memanggilnya untuk hal-hal sepele—mulai dari mencari kaos kaki hingga jam tangan. Pagi tadi, dia sudah panik mencari jam tangan Jevan, karena tahu harga jam itu mungkin setara dengan biaya hidupnya selama setahun.

Ternyata, jam itu sudah terpasang di lengan Jevan.

Dengan enteng, Jevan berkata, "Udah ketemu, Gi. Gue lupa jamnya udah dipasang."

Gisel ingin sekali melempar panci ke wajah pria itu. Kenapa pagi-pagi dia harus menambah repot dirinya yang sedang sibuk?

"Gi, dia tuh jago masak. Ngapain juga lu masakin buat dia?" Jevan menunjuk Nares yang menikmati sup buatan Gisel.

"Dia kan lagi sakit," jawab Gisel.

Jevan mencebik, merasa heran. Sakit dari mana kalau pria itu masih bisa melemparkan bantal padanya sore tadi? Nares itu juga jago masak dan sudah dewasa. Kenapa Gisel harus ngurusin pria yang kedatangannya saja tidak diharapkannya?

"Balik aja deh lu, sono," ujar Jevan, kesal.

Gisel menggeleng. "Kok mas Jevan ngusir tamu?"

"Tamu nggak diundang itu, Gi," jawab Jevan, sedikit menggertak.

"Tapi kasihan mas Na—"

"Jangan panggil dia mas!" Jevan memotong, membuat Gisel terheran-heran. Nares mengerutkan keningnya, tidak paham dengan sikap sepupunya yang aneh.

"Lah kenapa? Suka-suka aku," Gisel membela diri.

"Panggil aja dia Nares, atau om, atau bapak. Pokoknya apa deh, tapi jangan kayak lu manggil gue," tegas Jevan, merasa telinganya panas mendengar Gisel memanggil Nares dengan sebutan 'mas.'

"Masa harus panggil Pak Nares?" tanya Gisel, bingung. "Aku kan bukan karyawannya."

"Ya udah, panggil Bapak. Udah cocok tuh, jadi bapak-bapak." Jevan merasa kesal karena Gisel terus saja menjawab perkataannya, bukannya mengiyakan saja. Disini yang jadi tuan rumah sebenarnya siapa sih? pikirnya. Sepertinya Gisel lebih pro ke Nares. Sepupunya itu justru melemparkan senyum mengejek.

BABY FATHER | selesaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang