26. SML

245 6 0
                                    

Tiga bulan kemudian.

Niana sedang menyiapkan makan malam bersama ayahnya. Sedangkan Lia sedang berbincang dengan Dewi di teras. Karena menunggu delivery food datang. Sebab wanita itu mengidam makan soto ayam. Sedangkan Rendi sedang memasak Coto Makassar. Sesuai request Dewi selesai sarapan. Bahkan Niana dan Rendi harus belanja di pasar sejak jam sembilan. Lalu langsung memasak hingga sekarang.

"Papa tidak kesal?"

Tanya Niana pada ayahnya. Dia sedang mencuci peralatan masak sekarang. Sebab masakan si ayah sudah matang.

"Kak Dewi seperti ini tidak sekali dua kali saja. Dia pasti sengaja membuat Papa kesal. Sengaja merendahkan wibawa Papa di rumah."

"Tidak apa-apa. Dia sedang hamil sekarang. Suaminya kabur entah ke mana, wajar kalau dia cari perhatian di rumah. Sabar, ya? Papa tidak apa-apa. Mama juga selalu minta maaf setiap malam atas kelakuan anaknya. Jadi kamu tenang saja. Ini tidak akan lama."

Niana menarik nafas panjang. Sebab dia kesal juga. Sebab kehidupannya jelas banyak berubah sejak Dewi datang.

Sebenarnya Dewi tidak mengganggu dirinya. Namun menganggu ayahnya. Sehingga Niana marah dan hilang respect padanya.

"Pantas saja dia ditinggalkan. Ini karena sifatnya menyebalkan."

Gerutu Niana yang masih mencuci perkakas. Sedangkan Rendi sudah masuk kamar. Guna mandi karena setelah ini makan malam akan dilangsungkan.

"Siapa yang menyebalkan?"

Dewa yang baru saja pulang langsung menghulung lengan kemeja. Lalu membantu Niana mencuci perkakas juga. Sebab cuciannya masih banyak.

"Kak Dewa! Kapan pulang? Minggir sana! Aku bisa cuci sendirian!"

"Baru saja. Tidak apa-apa. Ini masih banyak. Akan lebih cepat kalau dikerjakan bersama."

Niana tersenyum. Dia senang karena Dewa tidak banyak berubah setelah berkerja di tempat ayah kandung. Padahal dia yakin jika pria itu akan dapat banyak pengaruh buruk di tempat itu. Mengingat Dewi sering cerita kalau ayahnya ini patriarki garis keras dan suka mengatur.

"Kalian cocok sekali. Seperti pasangan suami istri. Iya, kan, Ma?."

Tubuh Niana dan Dewa meneng. Mereka refleks menoleh ke belakang. Menatap Lia dan Dewi yang baru saja masuk rumah. Karena makanan yang dipesan sudah datang.

"Hush! Jangan bicara seperti itu! Pamali. Niana, tolong ambilkan wadah untuk ini. Biarkan kakakmu yang lanjutkan mencuci."

"Iya, Ma."

Niana melirik Dewa sebentar sebelum mencuci tangan. Pria itu tampak tegang sama seperti dirinya. Mungkin takut juga jika hubungan mereka ketahuan sekarang.

"Wah! Masakan Papa enak, nih! Nanti siapkan tempat satu lagi, ya? Ada tamu datang."

Ucap Dewi pada Niana. Membuat wanita itu mengangguk saja. Lalu menyiapkan peralatan makan di meja. Sebab sebentar lagi waktu makan malam tiba.

"Sudah. Biar aku dan Mama yang lanjutkan. Kamu mandi saja. Ada yang ingin aku kenalkan. Dandan yang cantik supaya dia suka!"

"DEWI!"

Seru Dewa yang kini sudah menatap tajam. Sebab dia tidak suka jika Niana dijodoh-jodohkan. Karena dia yang akan menikahi Niana di masa depan.

"Kenapa? Ada masalah?"

"Bisa kamu berhenti mengusik ketenangan orang-oeanh di sini? Tadi Papa, sekarang Niana! Kamu mau mereka tidak betah di rumah dan meninggalkan Mama!? Mama juga! Kenapa diam saja? Mama mau bercerai untuk yang kedua kalinya?"

Lia yang mendengar itu hanya bisa menangis di tempat. Sebab dia sudah merasa bersalah juga. Pada suami dan anak tirinya. Karena setelah Dewi datang, ketenangan mereka terancam.

"Lebay, Anjing! Aku hanya bercanda. Nanti aku juga akan makan masakan Papa! Soto ini akan aku makan sedikit saja!"

Niana langsung pergi dari sana. Karena selama tiga bulan ini Dewa dan Dewi memang sering bertengkar. Tidak heran jika Niana dan Rendi lebih memilih untuk mengalah saja. Daripada membuat masalah semakin besar.

Tbc...

SEGELAP MENDUNG LANGITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang