Bab 14

264 30 13
                                    

Esok paginya, Yeona sengaja keluar kamar setelah Junkyu keluar dari apartemen. Yeona tidak sanggup jika harus berhadapan langsung dengan Junkyu setelah perdebatan semalam.

Perut Yeona semakin tidak enak. Namun, tetap ia paksakan untuk pergi bekerja. Sesampainya di kantor, Yeona tidak menyapa teman-temannya. Ia takut diabaikan lagi, jadi Yeona langsung pergi ke pantry untuk membuat kopi hangat.

Menunggu kopinya jadi, Yeona menopang tubuhnya dengan kedua tangan yang menahan tubuhnya. Pikirannya kembali ke hari-hari yang telah terlewati. Hari dimana ia dan Junkyu pernah mereguk manisnya madu cinta.

Tiba-tiba Yeona malah ingat malam pertama setelah menikah dengan Junkyu. Malam yang sulit sekali dilupakan. Di era gempuran wanita dari usia remaja bahkan belum legal, sudah menyerahkan keperawanannya untuk pria yang dicintainya. Malam itu Yeona menyerahkan seutuhnya miliknya yang berharga.

Lantas, Yeona mundur lagi sebelum malam pertama. Mengingat bagaimana mereka sampai akhirnya menikah. Mengingat kapan terakhir kali atau pertama kalinya Junkyu mengucapkan kalimat 'aku mencintai mu' Yeona tidak ingat sama sekali.

Seingatnya memang Yeona tidak pernah sekalipun mendengar hal itu dari bibir Junkyu langsung. Keseringannya Yeona yang selalu mengatakannya. Hingga akhirnya kalimat itu tidak pernah Yeona ucapkan lagi.

"Melamun apa? Kopi mu sudah jadi," ucap Haruto dari arah belakang.

Yeona terkejut dan hampir jatuh. Haruto sigap menahan tubuh Yeona.

"Kamu demam?" Haruto mengecek suhu kening Yeona dengan punggung tangannya.

"Tidak. Aku tidak apa-apa." Yeona berbalik dan menuangkan kopinya ke dalam cangkir yang sejak tadi menunggu terisi.

Haruto mencoba mengerti mengapa Yeona bersikap demikian. Pria jangkung nan rupawan itu menyilangkan kedua tangannya di dada, memperhatikan Yeona yang membelakanginya.

"Apapun alasanmu, aku berusaha mengerti. Mungkin sangat sulit untukmu menjelaskan keadaannya. Masalah peraturan perusahaan, aku paham." Haruto menarik kursi dan duduk disana, masih memperhatikan Yeona yang sekarang sudah berbalik ke arahnya sambil menyesap kopinya. "Kenapa kamu tidak menolak ku langsung, malam itu?"

"Bagaimana bisa? Aku pun terkejut dengan pengakuan mu. Setiap kali kamu dan Karina mencurigai ku soal hubungan ku dengan Junkyu atau Doyoung, aku selalu tidak siap dengan jawabannya. Aku merasa semua orang tidak harus tau masalah ku." Yeona meletakkan cangkirnya di meja, ikut duduk. Yeona merasakan perutnya melilit hebat. Tetapi, Yeona tidak mau menunjukkannya pada siapapun termasuk Haruto. Rasanya tidak adil selalu menyusahkannya.

"Boleh aku bertanya sesuatu padamu?" tanyanya lagi.

Yeona hanya mengangguk.

"Apa hubungan mu dengan Junkyu baik-baik saja? Aku melihatnya rasanya tidak. Benarkan?"

Yeona tersenyum miris dan menatap Haruto. "Aku memang tidak bisa yang berbohong padamu. Kamu pandai memindai keadaanku."

Haruto ikut tersenyum dan mengedikan bahu . "Mungkin karena aku selalu memperhatikan mu, makanya aku tahu kamu baik-baik saja atau tidak. Aku merasa kamu terlalu banyak menumpuk beban dipundak mu. Manusia itu punya kapasitas kekuatan dirinya sendiri. Kamu bisa meledak kalau terus menerus menggenggamnya sendirian."

Yeona malah menghela napas mendengar penuturan Haruto barusan. "Aku dan Junkyu akan bercerai."

Keterkejutan menyerang Haruto, membuat pria itu membuka dan menutup mulut seperti ikan.

"Aku memang tidak baik-baik saja. Ibu mertuaku menginginkan wanita yang setara baik dari segi keturunan dan kekayaan. Sedangkan putra kesayangannya malah menikahi wanita seperti ku," jelas Yeona sambil tersenyum miris. "Banyak hal terjadi dalam hubungan ku ini. Tetapi, aku sangat mencintainya. Masih sampai detik ini, sangat mencintainya." Yeona menghela napas dengan suara seperti sedang merintih, karena menahan rasa sakit pada perutnya.

Save Our Marriage // 💎 Kim Junkyu ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang