Bab 42

167 23 1
                                    

Yeona tertidur di sofa yang disediakan oleh pihak rumah sakit di kamar perawatan ibu mertuanya. Sudah setengah hari Yeona menunggu ibu mertuanya bangun. Sebelumnya Doyoung yang menjaga ibunya, tetapi karena harus bekerja, Yeona akhirnya menggantikan Doyoung.

Somi membuka matanya, di mulutnya terasa sakit dan begitu kering. Rasanya haus sekali. Entah berapa lama sudah ia berada di rumah sakit. Seluruh badannya juga terasa sakit, seperti orang yang habis olahraga berat, terutama dibagian perut.

"Sus, aku haus," rintihnya. "Sus ...."

Yeona mendengar itu langsung membuka mata dan refleks bangun mendekati ibu mertuanya.

"Ibu sudah bangun! Aku ambilkan minum," ucap Yeona sembari menyodorkan segelas air dengan pipet untuk memudahkan Somi minum.

Somi terkejut karena bukan Yeona yang ia harapkan hadir disisinya. "Sedang apa kamu! Mau meracuni ku!" Bentaknya dengan lemah. Somi langsung menepis gelas pemberian Yeona hingga gelas itu terpental ke lantai. Untung saja gelasnya bukan dari kaca.

Yeona tersentak dan langsung mundur ke belakang.

"Mau apa kamu?"

Yeona diam saja dan mengambil tissue untuk mengelap lantai yang basah.

"Suster! Suster! Tolong saya, Suster ...." Somi berteriak seperti orang ketakutan.

Tidak lama seorang perawat masuk ke dalam dan menghampiri Somi, sebelumnya perawat itu menatap bingung ke arah Yeona yang sedang mengelap lantai. Dengan gelas di genggaman.

"Ibu Somi sudah bangun. Ada yang bisa saya bantu?" tanya perawat dengan lembut.

"Usir perempuan itu dari sini. Dia mau meracuni saya."

Perawat itu menoleh ke arah Yeona dan Somi bergantian. "Maksudnya menantu Ibu?"

"Dia bukan menantu saya," ucap Somi.

Perawat itu dengan sabar mengambil air lain untuk diberikan pada Somi. "Sebaiknya Ibu minum dulu dan tenangkan diri ya."

Somi menerima air minum yang diberikan perawat padanya. Menghabiskan setengah gelas air di dalamnya.

"Bagaimana bisa tenang, ketika buka mata malah ada dia. Dimana putra-putra ku?" tanya Somi pada perawat dan menatap sinis ke arah Yeona yang hanya diam.

"Putra? Sejak ibu dibawa ke rumah sakit, tidak ada putra. Adanya Ibu itu," ucap perawat sambil menunjuk Yeona. "Sudah beberapa hari ini beliau yang menunggu Ibu siuman. Mengelap tubuh Ibu, mengganti kantong pipis Ibu, semuanya di bersihkan sama menantu Ibu. Kalau pun ada seorang pria, paling adiknya menantu Ibu yang juga ikut menjaga." Perawat menjelaskan dengan yakin sekali.

Somi menggeleng, "tidak mungkin. Kedua putraku pasti datang. Mereka sangat menyayangi ku, apapun yang terjadi padaku, mereka pasti akan datang. Aku yakin mereka sibuk saat ini." Somi celingukan mencari ponselnya.

"Ibu mencari apa?" tanya Yeona dengan lembut.

"DIAM! Aku muak mendengar suaramu. Pergi!" Somi mengusir Yeona.

"Ibu harus tenang ya... Tidak boleh emosi. Kondisi Ibu belum stabil," ucap perawat lagi.

"Bagaimana saya bisa tenang, kalau perempuan itu masih disini. Usir Dia, Suster. Usir! Saya muak melihatnya, dia pura-pura baik. Padahal aku tahu dia ingin sekali membuat ku mati." Dada Somi naik turun.

Yeona mencoba menahan diri untuk tidak menangis dan marah. Berusaha tenang meskipun kakinya lemas dan gemetaran. Sedih, marah dan kalut semuanya menjadi satu.

"Ibu harus tenang. Jangan berpikir yang tidak-tidak." Perawat yang sebelumnya merasa tenang, kini merasa gusar juga karena pasien terus saja keras kepala.

Save Our Marriage // 💎 Kim Junkyu ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang