Bab 37

199 27 6
                                    

Setelah hari itu keluarga Kim tidak pernah bertemu lagi dengan Junghee. Mereka bertemu lagi beberapa bulan kemudian saat dalam persidangan putusan di gedung pengadilan. Ibu Kim yang merasa kesal datang dengan wajah angkuhnya. Sedangkan Junghee hanya bisa menunduk malu, ketika mengetahui ada  Junkyu dan Yeona. Padahal sidang sebelumnya hanya ada keluarga Kim saja.

"Dia pantas mendapatkan hukuman itu. Kalau bisa hukumannya seumur hidup dia. Biar sampai menjadi bangkai di dalam sana," kecam Bu Kim.

"Bu ... Jangan bicara begitu. Junghee begitu karena panik ,kesal dan marah karena Ibu selalu meremehkannya. Kita sudah dengar tadi kan!" Seru Doyoung sambil membawa sang ibu ke dalam mobil.

Sedangkan Junkyu dan Yeona pergi ke mobil yang berbeda.

"Tetap saja, hukuman itu terlalu ringan. 7 tahun penjara dan denda tidak akan mem—"

"BU!! Cukup!! Cukup, Bu. Aku mohon. Bukankah seharusnya kita prihatin? Bagaimana pun Junghee pernah menjadi bagian dari keluarga kita. Ibu yang membawanya masuk ke dalam keluarga kita." Doyoung mencoba menenangkan dirinya sendiri. Ia geram mendengar ibu Kim masih saja angkuh.

"Aku membawanya juga karena terpaksa. Bukan karena keinginan ku. Dia mengancamku."

"Karena Ibu tidak menyesali perbuatan Ibu. Seandainya saat itu Ibu menyesal dan datang padanya untuk meminta maaf karena menyebabkan kecelakaan itu. Mungkin semuanya akan beda cerita, Bu. Sadarkah Ibu selama ini kami semua menderita karena siapa?" Dada Doyoung naik turun, ia marah tapi masih tetap menstabilkan emosinya.

"Kamu menyalahkan aku?" Somi menatap marah pada Doyoung.

"Sudahlah, Bu. Aku capek berdebat dengan Ibu. Aku tidak mau menjadi anak durhaka." Doyoung menyalakan mesin mobilnya dan mulai melaju.

"Bisa-bisanya kamu tidak tau diri, Kim Doyoung. Sifatmu itu persis sekali dengan Junho. Yang tidak pernah bisa menghargai aku. Tidak pernah menghargai apa yang sudah aku lakukan pada kalian." Entah mengapa Ibu Kim alias Somi menjadi sedih dan menangis. Merasa dirinya paling tersakiti.

Doyoung hanya mendengus pelan melihat ibunya menangis. Tersenyum tipis dan kembali fokus pada jalan.

Di mobil lain, Junkyu dan Yeona sibuk dengan pikirannya masing-masing. Hingga akhirnya Junkyu menanyakan perasaan istrinya.

"Bagaimana perasaan mu, Yeona-ya?"

Helaan napas panjang terdengar dari hidung Yeona. "Entahlah. Rasanya hari ini campur aduk. Aku ingin sekali memeluknya. Aku bisa merasakan dirinya kesepian, butuh teman dan sandaran. Butuh tempat mengadu. Wajahnya berbeda dengan yang dulu aku lihat. Mungkin Junghee sedang menyesali perbuatannya."

Junkyu mengangguk setuju. Isi kepalanya sibuk dengan rencana-rencana yang ingin sekali segera ia lakukan.

"Kyu, Junghwan bilang kondisi ibu lemah. Tadi pagi tidak mau makan. Bagaimana ya?" Yeona menatap Junkyu memelas.

"Kenapa baru bilang?" tanya Junkyu.

"Karena hari ini sidang putusan . Aku tidak mau kamu melewatkannya. Junghwan menelepon ku pagi tadi," jelasnya dengan jari yang saling bertautan.

"Kalau gitu kita pulang ambil barang dulu. Setelah itu kita langsung ke Iksan. Kamu lapar nggak? Sudah lewat jam makan siang sekarang?" Junkyu mengusap perut Yeona yang mulai terlihat lebih berisi.

"Lapar, tapi aku ingin cepat pulang. Perasaan ku tidak enak," jawab Yeona dengan wajah cemas.

"Meski begitu, kamu harus tetap makan dulu. "

Yeona mengangguk pasrah meskipun rasanya ia sudah gatal sekali ingin buru-buru pulang ke Iksan. Seminggu belakangan ini memang kesehatan ibunya kembali menurun. Junghwan yang selalu mengirim kabar padanya.

Save Our Marriage // 💎 Kim Junkyu ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang