Bab 39

199 25 7
                                    

"Tepati janjimu padaku. Ibumu sudah meninggal, jadi kamu bisa lepaskan Junkyu," ujar Somi pada menantunya.

Yeona yang sudah pulang ke Seoul sejak 2 hari lalu, kini sedang menyesap teh hangat yang rasanya sangat tidak enak. Karena minumnya bersamaan dengan ultimatum dari ibu mertuanya untuk dirinya menepati janji.

"Aku akan bayar berapapun mau mu, yang penting tepati janjimu padaku," ucapnya lagi.

Yeona mendorong cangkir tehnya ke samping. "Boleh aku tahu mengapa Ibu sangat menentang hubungan ku dengan Junkyu?"

"Bukannya sudah jelas! Kamu itu mengingatkan aku pada ibumu. Aku membencinya karena suamiku tidak pernah mencintai ku. Selalu saja menyebut nama ibumu. Aku muak." Somi akhirnya memberikan alasannya.

"Aku sudah berusaha meninggalkan Junkyu, tapi dia selalu menemukanku. Apa Ibu tidak sayang pada Junkyu?" Yeona mengerutkan keningnya.

"Justru karena aku sangat menyayanginya makanya aku ingin dia bercerai denganmu. Junkyu bisa menikah dengan anak dari teman-teman ku yang kaya raya. Lebih sederajat dan tentunya tidak mengingatkan aku pada wajah perempuan itu," jelasnya lagi.

"Yeol. Ibuku punya nama, Yeol." Yeona masih bicara dengan nada sabar. Entahlah, rasanya sudah lelah sekali, tidak ada kekuatan untuk berdebat memakai urat dengan ibu mertuanya.

Somi tidak peduli. "Lepaskan, Junkyu. Kirim dokumen perceraiannya secepatnya. Akan aku kirimkan sejumlah uang untuk mu dan anak dalam kandungan mu. Setidaknya uang itu cukup untuk biaya anak itu lahir. Tapi, saranku, gugurkan saja kandungan mu. Karena sampai kapanpun, aku tidak menerima keturunan dari ibumu. Lakukan secepatnya!" Somi berdiri dan berbalik meninggalkan Yeona yang diam saja.

Yeona tidak sanggup lagi untuk menahan diri. Ia menangis sejadi-jadinya menumpahkan amarahnya. Penghinaan yang ia terima pagi ini, benar-benar membuatnya sangat sakit hati. Seharusnya ia bisa melawan, tapi tidak. Ia tidak mau kehilangan bayinya untuk yang kedua kalinya.

Lelah menangis, Yeona pun tertidur di sofa sampai Junkyu pulang.

"Hei, kenapa tidur disini?" usapan tangan Junkyu pada pipi Yeona yang membangunkannya. Kening Junkyu mengerut dalam. "Kamu menangis?"

Mata Yeona bergetar, ia kelelahan hingga tidur sejak siang tadi. "Jam berapa sekarang, Kyu?"

"Jam 6 sore. Kamu menangis kenapa? Ada apa?" Junkyu masih penasaran dengan sembabnya mata Yeona.

Kepala Yeona menggeleng pelan. "Aku tadi nonton drama, tapi alurnya sedih. Jadi aku ikut menangis. Terus kelelahan sampai ketiduran disini." Yeona menampilkan senyumnya untuk meyakinkan Junkyu bahwa alasannya tadi masuk akal dan dapat dipercaya.

Junkyu mengecup kening Yeona. "Jadi lebih sensitif ya?" Yeona mengangguk.

"Sudah makan belum?" tepat saat Junkyu mengatakannya, perut Yeona berbunyi. Mata Junkyu terbelalak dengan tawa renyah yang telah lama tidak terdengar. "Eoh, anak ayah lapar ya ... Hmm... Mau makan apa?" Junkyu meletakkan telinganya di perut Yeona. Meskipun yang didengar Junkyu adalah suara gas dari lambung Yeona yang meminta untuk diisi.

"Kyu, aku kelaparan. Sepertinya aku bisa menghabiskan 1 loyang pizza sendirian," ujarnya.

"Kamu mau pizza?"

Yeona mengangguk antusias.

"Aku pesan dulu ya. Agak lama apa tidak apa-apa?" Tanyanya lagi, karena khawatir Yeona akan semakin kelaparan jika menunggu pizza-nya tiba.

Yeona meletakkan telunjuknya di dagu sambil berpikir sejenak. "Kamu bawa makanan apa?"

"Yogurt dan ayam saus asam manis. Mau makan itu dulu saja?"

Save Our Marriage // 💎 Kim Junkyu ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang