Kenma harus mengerjapkan matanya beberapa kali mendengar suara dan perawakan familiar tepat di depannya. Wajah Kuroo yang hanya berjarak beberapa inci darinya dan seringai kecil yang menghiasi wajah tampannya berhasil membuat Kenma mendapatkan kesadaran penuhnya.
Dengan cepat ekornya bergerak untuk mendorong Kuroo dengan kasar supaya menjauh darinya, hal ini tak menimbulkan protes apapun dari Kuroo. Dia malah membiarkan dirinya menjauh dan membentuk sedikit jarak dengan Kenma.
Kenma menyipitkan matanya sebelum akhirnya mengubah posisinya menjadi duduk menyila di atas kasur sambil menatap Kuroo dengan tatapan menuduh.
"Apa yang kau lakukan di sini?!"
Salah satu alis Kuroo terangkat mendengar pertanyaan itu, "Oh, jadi sekarang aku sudah tak boleh mengunjungi rumahku sendiri?"
Ada sedikit kerutan di dahi Kenma ketika mendengar pertanyaan yang ia terima, Kenma tahu bahwa Kuroo memahami perkataannya, tapi caranya merespon sangat menyebalkan di mata Kenma.
"Tidak seperti itu, idiot." Kenma berkata dengan nada tak senang.
Kuroo mengangkat bahunya kecil ketika dia melangkahkan kaki menuju ke meja yang berada tepat di samping sofa.
Secara praktis, mata Kenma bergerak mengikuti pergerakannya. Mengawasinya secara diam-diam ketika rasa penasaran mulai menyelimuti dirinya sendiri saat matanya menangkap sebuah peti penyimpanan berukuran besar.
"Tadi Yaku mengatakan bahwa siklus mu sudah berlalu," Kuroo tiba-tiba saja menjelaskan kenapa dirinya bisa berada di rumah itu. Padahal sebelumnya dia menetap di rumah Lev. "Ini artinya aku bisa kembali lagi ke sini."
Kaki Kuroo terhenti ketika dirinya tiba di hadapan meja. Perlahan kedua tangannya bergerak untuk meraih peti penyimpanan yang ada di sana dan membawa peti tersebut ke dalam genggamannya.
Kenma mengamati pergerakan Kuroo dengan tenang, Kenma bisa merasakan rasa penasaran tumbuh di dalam dirinya ketika menyaksikan Kuroo kembali mendekat padanya dengan membawa peti itu di kedua tangannya.
"Jadi bagaimana, apakah kondisimu sudah jauh lebih baik dari sebelumnya?" Kuroo bertanya dengan tenang, netra hitamnya mengamati Kenma dari ujung kepala hingga kaki. Mengamati apakah dia benar-benar telah melewati siklus tersebut.
"Ya, kondisi ku jauh lebih baik." Kenma menjawab dengan jujur, mencoba mengabaikan mata Kuroo yang terus mengamatinya. "Aku harus berterimakasih pada Yaku." Kenma memberikan sedikit penekanan ketika dia menyebutkan nama Yaku.
Menyadari penekanan yang Kenma berikan pada suaranya ketika dirinya mengucapkan nama Yaku membuat Kuroo sedikit mengangkat salah satu alisnya. Apa maksud dari kalimat itu?
"Aku akan menyampaikan rasa terimakasih mu padanya." Kuroo berucap sembari meletakkan peti yang di pegangnya di atas kasur.
Mata Kenma mengikuti di mana peti itu berada, meneliti peti tersebut dengan tenang. Sekaligus menerka-nerka apa isi peti tersebut.
"Tidak," tiba-tiba, dia menolak apa yang Kuroo katakan. "Aku akan menyampaikannya secara langsung." netra emasnya mengerling untuk memandang Kuroo yang saat ini menjulang tinggi di hadapannya.
Sembilan ekor rubahnya berkibas kecil di udara, telinga rubah yang berada di kepalanya juga melakukan gerakan kecil saat netra emas miliknya terus menatap wajah Kuroo tanpa beralih sedetik pun.
"Aku tak membutuhkanmu sebagai perantara."
Penolakan yang Kenma berikan membuat Kuroo hanya terdiam sambil terus menatapnya, tak ada sedikit pun perubahan ekspresi di wajah tampannya. Netra hitamnya masih tetap tenang ketika bertemu dengan netra emas sang Oiran.
Entah apa yang menjadi motif Kenma hingga sangat ingin mengucapkan sepatah kata itu pada Yaku. Meskipun demikian, Kuroo bisa merasakan ketidaksetujuan perlahan tumbuh dalam dirinya.
"Tidak, kau membutuhkan ku sebagai perantara."
Tanpa membiarkan Kenma membahas topik ini lebih lanjut, Kuroo segera menyerahkan peti penyimpanan yang ada di atas kasur itu pada Kenma.
Menyadari Kuroo tak memberikannya ruang untuk membantah membuat Kenma menghela nafas pelan dan memutar matanya. Namun peti yang Kuroo serahkan padanya berhasil menarik sedikit perhatian Kenma.
"Apa ini?" Kenma bertanya dengan salah satu alis yang terangkat, telinga rubahnya bergerak-gerak karena penasaran.
"Pakaian untukmu." Kuroo menjawab dengan tenang, matanya mengamati bagaimana rasa penasaran mulai tampak jelas di wajah Kenma.
Jawaban yang Kuroo berikan membuat Kenma segera menggerakkan kedua tangannya untuk membuka peti penyimpanan yang ada di hadapannya.
Tepat ketika Kenma membukanya, dia langsung di suguhi oleh beberapa yukata dengan berbagai warna dan motif yang tersusun rapih di dalamnya.
Perlahan Kenma menggerakkan jemarinya untuk mengusap yukata yang ada di dalam peti. Merasakan betapa lembut dan halusnya yukata tersebut. Hanya dengan menyentuhnya, Kenma bisa mengetahui bahwa bahan yang di gunakan bukanlah bahan murahan yang mudah robek dan tak nyaman untuk di kenakan.
"Aku terbiasa mengenakan uchikake," Kenma akhirnya membuka suara ketika dirinya puas mengamati yukata yang ada di hadapannya. Dari kalimat dan nada bicaranya, terdengar jelas dia enggan berterimakasih pada Kuroo.
"Kau bukan lagi Oiran, Kenma. Menggunakan uchikakeuntuk menjalani kegiatan sehari-hari akan merepotkan." Kuroo meresponnya dengan tenang tanpa rasa tersinggung. "Yah sejujurnya mau itu uchikakeatau pun yukata, kau tampak cantik ketika mengenakannya." kali ini ada sedikit senyum kecil yang menghiasi wajah Kuroo, senyum main-main yang ia tunjukkan hanya untuk menggoda Kenma.
Kenma melemparkan tatapan jijiknya mendengar godaan yang Kuroo berikan, perlahan tangannya kembali bergerak untuk menutup kembali peti penyimpanan tersebut.
"Terimakasih atas pujian yang kau berikan," Kenma meresponnya dengan tenang dan menambahkan. "Jika boleh menyarankan, sebaiknya tak perlu membuang uang mu hanya untuk membelikan ku pakaian. Lebih baik kau menggunakan uang itu untuk melunasi hutangmu padaku." hutang yang Kenma maksud di sini merujuk pada kesepakatan di mana Kuroo akan membeli Kenma.
"Terimakasih karena telah mengkhawatirkan ku, tapi tenang saja. Aku akan segera melunasi hutang ku meskipun aku membelikan beberapa setel pakaian untukmu." Kuroo sedikit membungkukkan tubuhnya dan mencondongkannya ke depan hingga membuat jaraknya dan Kenma sedikit terkikis.
"Atau mungkin, kau ingin terus mengenakan pakaianku yang kebesaran ini di tubuhmu?"
Mata Kenma sontak menyipit ketika mendengar pertanyaan itu, "Tentu saja tidak, Bakaneko."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.