44. Gua

66 17 0
                                    

Butiran salju perlahan mulai turun, terombang ambing di udara yang dingin. Mereka meluncur bagaikan helaian kapas yang lembut sebelum akhirnya menyentuh tanah dengan pelan. Diiringi dengan angin dingin yang berhembus lebih kuat, butiran-butiran salju itu turun lebih sering seolah-olah siap mengubah bumi menjadi sebuah bola salju.

Baik Kuroo maupun Kenma secara spontan mendongakkan kepalanya, memperhatikan dengan tenang butiran salju yang mulai menghujani mereka.

"Kita tak bisa berburu jika seperti ini," Kuroo berucap sambil mengadahkan telapak tangannya di udara, membiarkan beberapa butir salju mendarat di telapaknya hanya untuk merasakan seberapa dingin salju tersebut.

Kenma memandang Kuroo dengan tatapan tenangnya sebelum akhirnya ia menoleh ke belakang, memperhatikan sekeliling mereka yang di penuhi oleh pohon pinus. Kenma sedang menimang-nimang, apakah mereka harus kembali atau malah tetap berada di hutan ini?

"Jika kita kembali apakah kita bisa sampai sebelum badai tiba?" Kenma membiarkan lengannya memeluk tubuhnya sendiri ketika angin kencang menerpa, membuat beberapa pohon pinus yang mengelilingi mereka mulai bergoyang tak beraturan.

Netra hitam milik Kuroo mengamati sekeliling dengan detail, "Perkiraanku tidak, kita akan terkena badai saat berjalan ke sana." Kuroo berhenti mengadahkan tangannya ketika netranya menangkap pemandangan Kenma yang tengah memeluk dirinya sendiri. "Berteduh adalah opsi paling tepat saat ini."

Kenma mengangguk mengerti, ia membiarkan beberapa ekor rubah miliknya membungkus tubuh bagian atasnya. Mencoba melindungi dirinya dari hembusan angin dingin.

"Apakah di sini ada tempat yang layak untuk kita berteduh?"

Kuroo mengangguk tanpa ragu sebelum akhirnya menggeser tubuhnya untuk mendekat pada Kenma. "Ada sebuah gua di dekat sini. Itu akan melindungi kita dari badai." Kuroo menggerakkan tangannya untuk merangkul bahu kecil milik Kenma. Ia menarik tubuh mungil itu mendekat hingga bahu Kenma yang di lapisi bulu halus itu bersentuhan dengan dada bidangnya. "Kita harus bergegas, suhu sudah semakin menurun."

Cengkeraman tangan Kuroo di bahu Kenma menjadi lebih kuat namun tak menyakitkan. Ketika ia menyaksikan Kenma mengangguk kecil sebagai respon, dengan cepat Kuroo segera berjalan menuju gua yang ia bicarakan.

‧͙⁺˚*・༓☾ ☽༓・*˚⁺‧͙

Badai salju turun lebih cepat dari pada yang Kuroo perkirakan. Tepat ketika keduanya tiba di gua, butiran-butiran kristal bewarna putih mulai turun tanpa henti bersama dengan angin yang bertiup kencang. Hanya dalam kurun waktu beberapa jam, bumi pasti sudah di penuhi oleh salju.

Gua yang saat ini mereka pijak sesuai dengan apa yang Kenma bayangkan, gua yang gelap, sunyi, kotor, dan ada sedikit genangan air pada mulut gua itu.

Manik emas miliknya memperhatikan sekeliling dengan detail sembari melepaskan diri dari pelukan Kuroo, ia memperhatikan tiap inci gua itu dengan hati-hati. Sembilan ekor rubah miliknya berkibas pelan di belakang punggungnya, berjaga-jaga dengan kemungkinan hewan buas yang menyerang.

Memperhatikan Kenma yang begitu waspada membuat sudut bibir Kuroo sedikit terangkat membentuk seringai kecil. "Tidak ada hewan buas di sini, kita bisa beristirahat dengan tenang." Kuroo membuka telapak tangan kirinya dan tak lama muncul sebuah obor di sana.

Kuroo merapalkan sihir apinya dan sebuah api bewarna merah dengan ukuran sedang menyala tepat pada bagian ujung obor tersebut. Kuroo segera mengarahkan obor yang ada di tangannya pada Kenma, memastikan bahwa siluman rubah miliknya baik-baik saja.

Mata Kenma sontak terpejam ketika cahaya obor itu meneranginya, "Singkirkan itu! Kau membuat mataku perih!" Kenma berkata dengan kesal, matanya belum terbiasa dengan cahaya yang tiba-tiba meneranginya di dalam kegelapan.

Kuroo mematuhi perkataan Kenma tanpa protes, ia menarik obor itu menjauh dari Kenma. Kuroo membiarkan obor itu menyorot ke bagian dalam gua yang gelap. "Kenma, bagaimana pendapatmu tentang menyusuri gua ini lebih dalam?" ekor kucing milik Kuroo bergerak dengan semangat di belakang punggungnya. Ia menatap Kenma dari sudut matanya, menunggu Kenma memberikan respon atas perkataannya.

Saat merasakan cahaya obor itu tak lagi mengarah padanya, perlahan Kenma membiarkan kelopak matanya terbuka. Ia mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya menatap ke arah yang Kuroo maksud.

Dahi Kenma sontak mengkerut ketika ia baru saja menyadari maksud perkataan Kuroo. Sungguh Kenma tak paham mengapa ia harus menyusuri gua yang gelap dan kotor seperti ini? Bagaimana jika ada makhluk aneh yang menunggu mereka di dalam sana. Telinga Kenma bergerak-gerak ketika kemungkinan itu terlintas di benaknya.

"Itu tindakan bodoh yang tak seharusnya di lakukan," Kenma menolaknya dengan tegas.

Atensi Kuroo kini sepenuhnya teralih pada Kenma berkat penolakan tegas yang ia lontarkan. Tidak seperti Kenma yang enggan dan bahkan tak sudi untuk menyusuri gua itu, Kuroo  malah tampak bersemangat dan dengan senang hati menyusuri gua asing ini.

"Mengobservasi tempat adalah salah satu cara untuk bertahan hidup di alam liar." Kuroo menjelaskannya dengan tenang. "Lagi pula kita tidak tahu kapan badai ini berakhir, tak ada salahnya kita meluangkan waktu untuk menyusuri gua ini, kan?"

Kenma menghela nafas dan menggelengkan kepalanya kecil, dia sangat benci karena Kuroo mengatakan hal yang tak dapat di bantah. Karena Kenma belum menyerah, alhasil ia melontarkan sebuah alasan lain.

"Aku tak ingin pakaianku kotor hanya untuk menyusuri gua ini."

Alasan lain yang Kenma lontarkan membuat Kuroo memandang yukata dengan warna merah yang melekat dengan sangat pas di tubuh mungil Kenma. Percayalah, Kuroo sangat setuju bahwa yukata yang melekat di tubuhnya tak boleh kotor! Bagaimana pun Kuroo memuja perawakan Kenma yang terbalut yukata merah ini.

"Kalau begitu aku akan menggendongmu," Kuroo mengusulkan dengan cepat. "Aku akan memastikan kotoran yang ada di gua ini takkan menyentuh satu inci pun yukata yang kau kenakan." Kuroo maju satu langkah untuk mendekat pada Kenma. Ia harus menundukkan kepalanya supaya dapat melihat dengan jelas wajah Kenma yang tampak kesal dengan sarannya. "Bagaimana?"

Kenma memandang Kuroo dengan tatapan jengkelnya selama beberapa saat, siluman rubah ini jelas ingin membantah dan melontarkan argumen lainnya. Namun sayangnya, otaknya tak dapat menemukan argumen yang pas untuk membalas perkataan Kuroo.

Dengan satu helaan nafas, ekspresi Kenma kembali menjadi tenang. "Baik, kita akan menyusuri gua ini." pada akhirnya, Kenma menyetujui apa yang Kuroo inginkan dengan enggan.

Kini seringai kecil terpampang jelas pada wajah tampan Kuroo. "Jadi, bagaimana aku harus menggendongmu?"

Pertanyaan itu membuat Kenma melemparkan tatapan tak percaya sekaligus jijik. "Tidak perlu! Aku bisa berjalan di atas kedua kakiku sendiri!"

 "Tidak perlu! Aku bisa berjalan di atas kedua kakiku sendiri!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kirei Na Oiran • Kuroken[✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang