Sebuah Fakta

143 16 1
                                    

    Haechan terus menggerutu sepanjang jalan.
Daritadi ia terus mengikuti langkah Jaemin  yang membawanya dari satu toko ke toko yang lainnya.

Kakinya terasa sangat pegal tapi ia tak ingin mengeluh dihadapan Jaemin, bisa bisa ia akan langsung menghinanya saat itu juga.

" pegang ini " ucap Jaemin sambil melemparkan sebuah paper bag ke arah Haechan yang berjalan di belakangnya.
Untuk saja Haechan bisa dengan sigap menangkapnya, jika tidak bisa dipastikan paper bag tersebut akan mengenai wajahnya.

" kayaknya bagus yang ungu deh Jaem " komentar Haechan pada Jaemin yang terlihat sedang bingung memilih model baju yang akan ia beli berikutnya.

" gua nggak butuh komentar lo miskin! " sarkas Jaemin kepada Haechan yang kini menatap datar ke arahnya.
Haechan hanya mengangkat bahunya tak acuh.

" beliin gua minuman " ucap Jaemin sambil masih fokus memilih milih baju yang akan ia beli.

Dengan dengusan malas Haechan meletakkan semua paper bag yang tadi ia pegang diatas meja toko tersebut, kemudian ia beranjak untuk mencarikan apa yang diminta oleh Jaemin barusan.

Haechan sebenarnya bingung harus membeli apa karena Jaemin tak mengatakan dengan jelas minuman apa yang ia minta.

Jadilah tanpa mau berfikir lebih dalam, Haechan pun memutuskan untuk membeli kopi americano delapan shot.

" Terima kasih pak " ucap Haechan setelah membayar pesanannya barusan.

Sepanjang perjalanan menuju tempat Jaemin berada Haechan terus menerus menyunggingkan senyumannya, otaknya terus membayangkan bagaimana reaksi Jaemin ketika meminum kopi ini nantinya.

Namun ternyata tak sesuai dengan dugaannya, Jaemin malah tanpak begitu menikmati kopi yang baru saja dibelikan oleh Haechan barusan.

" ngapain lo natap gua kayak begitu?! " tanya Jaemin sewot pada Haechan yang kini memandangnya dengan pandangan yang menurut Jaemin itu terlihat sangat idiot.

" nggak, nggak papa " balas Haechan sambil menggelengkan kepalanya cepat, ia pun segera merubah ekspresi wajahnya barusan.

" bawa semua belanjaan gua,  kita cari sepatu sekarang "

Jaemin berjalan pergi meninggalkan Haechan yang kini kerepotan membawakan belanjaan Jaemin.

" emang anak sialan! " gerutu Haechan sambil berjalan meninggalkan toko tersebut, berjalan dengan langkah terburu buru mengikuti langkah Jaemin yang kini sudah jauh meninggalkannya.



Setelah menghabiskan waktu hampir empat jam akhirnya sesi belanja dengan Haechan sebagai asistennya itu selesai juga.

Kini dua anak adam itu tengah duduk berhadapan sambil menyantap spaghetti sebagai menu makan kali ini.

" gua boleh minta satu permintaan nggak Jaem " suara Haechan memecahkan keheningan yang sempat terjadi dimeja mereka berdua.

Jaemin hanya merespon dengan satu alis yang ia naikkan.

" orang miskin kayak lo mau minta apa dari gua? " bibir itu berucap tapi mulutnya masih sibuk mengunyah.

" soal gua yang jadi babu lo " sebenar Haechan sangat enggan untuk mengatakan kata ' babu ' itu, tapi ia harus menurunkan egonya sementara untuk reputasinya nanti.

" apa?, mau bayaran lo?, gua tau sih orang miskin kayak lo - "

" bukan itu anjir! " selak Haechan cepat, ia sungguh kesal saat Jaemin melontar kata miskin kepadanya.

" terus? "

" kalau gua jadi babu lo selama diluar lingkungan kampus aja gimana? "

" kenapa?, lo malu ya? "

" ya lo pikir aja lah bego!, gua seorang Vincent anjir "

" kenapa harus malu? "

" gua kan — "

" lo aja nggak malu pas jadiin Lavendra  sebagai babu lo "

" Jaemin, gua nggak ngerti, maksud lo ap—"

" jangan bersikap seolah-olah lo lupa semuanya miskin! " potong Jaemin penuh penekanan.

" Jaem, gua bener bener nggak faham sama apa yang lo maksud "

" Lo ingat cowok yang pernah lo bully waktu SMA, gara gara dia pacaran sama cowok yang lo suka? "

Setelah kalimat panjang itu terucap Haechan langsung terdiam di tempatnya.
Jantungnya berdegup kencang saat ia berhasil mengingat kejadian yang dimaksud oleh Jaemin.

" GUA ANJIR, GUA!, GUA ORANGNYA! "  teriakan nyaring Jaemin seketika langsung membuat orang orang menoleh ke arah mereka.

" lihat aja miskin, gua akan balas semua yang pernah lo lakuin ke gua dulu "

" Jaem, gua —" tangan Haechan yang memegang lengan Jaemin ditepis kasar oleh sang empuh.

Saat mulut Haechan hendak berucap, Jaemin mengangkat satu tangannya, pertanda bahwa ia enggan mendengarkan apapun dari mulut Haechan.

" bayar makanan gua "  setelah mengatakan kalimat tersebut, Jaemin langsung pergi meninggalkan Haechan yang kini terdiam ditempatnya.

My Best AlphaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang