Keesokan paginya, sinar matahari pertama mulai mengintip dari balik cakrawala. Madara berdiri di depan jendela kamar Ino, menatap ke arah matahari yang sebentar lagi akan terbit. Ia mengenakan kaos sederhana, dengan tangan yang bersarang di saku kantong celananya. Di tangan lainnya, ia memegang sebatang rokok yang menyala, mengeluarkan asap tipis yang mengambang di udara. Pikirannya melayang jauh, kembali ke masa lalu yang penuh konflik dan penyesalan.
Madara teringat kejadian di kehidupan sebelumnya, saat perang besar dunia Shinobi keempat. Kala itu, bersama Obito, mereka berdiri di medan pertempuran yang penuh kehancuran dan keputusasaan. Langit gelap dihiasi kilatan-kilatan jutsu, dan suara ledakan serta jeritan memenuhi udara. Tanah yang bergetar di bawah kekuatan mereka seakan menjadi saksi bisu dari ambisi yang mereka kejar.
Di tengah kekacauan itu, pandangan Madara menangkap sosok yang tak asing berdiri di antara para shinobi yang memeranginya. Itu adalah Ino, dengan keberanian luar biasa, meskipun di hadapannya berdiri Madara dan Obito. Pandangan mereka bertemu sejenak, dan waktu seolah berhenti. Madara merasakan perasaan yang rumit membuncah dalam dirinya – kesedihan, dan kepedihan bercampur aduk.
Ino, kekasih hatinya di kehidupan sebelumnya, meninggal karena dibunuh oleh musuh-musuh Madara. Mereka yang tidak setuju dengan ambisi dan tujuan Madara, yang takut pada kekuatannya, membunuh Ino untuk melemahkannya. Madara ingat dengan jelas hari itu, bagaimana ia menemukan tubuh Ino tergeletak tanpa nyawa, darah mengalir dari luka-lukanya. Saat itu, hatinya hancur, dan kebencian serta kemarahan menguasai dirinya. Ia berjanji akan membalaskan dendam Ino dan menciptakan dunia di mana Ino bisa hidup dengan damai.
Madara menciptakan perang besar dunia Shinobi keempat untuk menjalankan Mugen Tsukuyomi, sebuah rencana besar yang ia yakini dapat menciptakan dunia tanpa perang, di mana Ino bisa hidup dengan damai lagi. Namun, melihat Ino yang bereinkarnasi dan memeranginya, membuatnya merasa teriris. Ino yang berdiri di hadapannya kini, tampak penuh kebencian, memandangnya seolah-olah ia adalah musuh terburuknya. Hatinya hancur melihat kebencian itu.
"Ino," pikir Madara saat itu, suaranya menggema dalam pikirannya yang penuh kekacauan. "Aku melakukan ini untukmu, agar kau bisa hidup tanpa rasa takut, tanpa perang yang menghancurkan segalanya. Tapi kenapa kau berdiri di sana, melawanku?"
Kembali ke masa sekarang, Madara menghela napas panjang dan menghembuskan asap rokok dari mulutnya. Ingatan tentang perang dan pertemuannya dengan Ino di medan pertempuran masih membekas di hatinya, seperti luka yang belum sepenuhnya sembuh. Ia menoleh ke arah ranjang, menatap Ino yang masih tertidur pulas di bawah selimut. Wajahnya tampak begitu damai, seolah-olah semua masalah dunia ini tidak ada.
Madara tahu semalam Ino terpaksa menerima menjadi kekasihnya agar ia mau membantu perusahaan keluarganya. Fakta bahwa Ino, yang telah ia cari selama seribu tahun dan membuatnya rela melewati dua dimensi waktu berbeda untuk mendapatkannya, harus berada di sisinya karena cara liciknya, membuat hatinya terasa lebih hancur. Ino yang dulu penuh cinta kini tampak begitu tegas menolaknya sejak awal.
Madara tahu bahwa trauma kehilangan Ino di dua kehidupan sebelumnya masih menghantui hatinya, menjadi luka yang belum sembuh. "Kau adalah kekuatanku dan kelemahanku, Ino," bisik Madara pada dirinya sendiri. "Aku rela melewati dua dimensi waktu berbeda hanya untuk menemukanmu lagi. Namun, setiap kali aku merasa telah menemukanmu, dunia ini merenggutmu dariku."
Madara melangkah perlahan ke tempat tidur, mendekati Ino. Ia merunduk, menatap wajah damai Ino, merasakan rasa sakit yang mendalam di dalam hatinya. Dengan penuh kasih sayang, ia mengecup kening Ino dengan lembut. "Aku harap mimpimu indah, Ino," bisiknya, meskipun ia tahu Ino tidak bisa mendengarnya dalam tidur.
Saat bibirnya menyentuh kulit lembut Ino, kenangan masa lalu kembali menghantamnya. Ia mengingat bagaimana ia pernah mencium kening Ino yang dulu dengan perasaan cinta yang sama. Namun, kini, ada perasaan kepahitan yang tidak bisa ia hilangkan. Madara berdiri, menghela napas sekali lagi, dan menghisap rokoknya dalam-dalam sebelum menghembuskan asapnya dengan berat hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret of Destiny [MADARA X INO]
RandomMadara menerjang kehidupan demi kehidupan hanya untuk mencarinya. Dia sudah kehilangan cinta di dua kehidupan sebelumnya dengan cara yang begitu menyakitkan. Dan kali ini dia berjanji bahwa itu tidak akan terjadi lagi. "Tuhan, jika memang kehidupan...