Di kediaman keluarga Senju, sinar matahari pagi menembus jendela, menerangi ruangan sederhana tempat Hashirama dan Tobirama duduk berhadapan. Mereka membicarakan masa depan desa mereka dengan serius.
"Tobirama, sudah saatnya kita membicarakan penunjukan Hokage," kata Hashirama dengan nada tenang. "Aku ingin mengusulkan Madara."
Tobirama langsung menunjukkan ketidaksetujuannya. "Madara? Kenapa dia, Kak? Dia tidak bisa dipercaya. Dia terlalu berbahaya."
Hashirama menghela napas panjang. "Aku tahu, tapi aku percaya bahwa jika kita memberikan kesempatan pada Madara, dia bisa menjadi pemimpin yang baik. Ini juga bisa menjadi cara untuk mempererat hubungan dengan klan Uchiha."
Tobirama menggelengkan kepala dengan tegas. "Tidak, Kak. Penduduk desa ini membutuhkan pemimpin yang benar-benar mereka percayai. Dan itu adalah dirimu, Hashirama. Bahkan sebagian besar anggota klan Uchiha pun tahu bahwa kamu yang membangun desa ini. Kamu yang paling pantas untuk memimpinnya."
Hashirama terdiam, merenungkan kata-kata adiknya. Di luar ruangan, tanpa mereka sadari, Madara mendengarkan dengan seksama. Kata-kata Tobirama menusuk hatinya, menimbulkan rasa marah dan kecewa.
Tiba-tiba, Hashirama merasakan kehadiran chakra yang familiar. Dia mengangkat kepalanya, melihat ke arah jendela.
"Tobirama, apakah kamu merasakan chakra orang lain di sekitar sini?" tanya Hashirama dengan nada curiga.
Tobirama, yang tidak mengaktifkan chakra sensornya, menggeleng. "Tidak, aku tidak merasakan apa-apa," jawabnya datar.
Hashirama berdiri dan berjalan menuju jendela. Dia membuka jendela itu lebar-lebar, mengamati sekelilingnya. Tidak ada orang di sana. Madara sudah tidak ada di tempatnya. Hashirama hanya bisa berharap bahwa pembicaraan mereka tidak menambah bara dalam hati sahabatnya.
.
.
.
.
.Hari itu adalah hari libur di Konoha, dan sudah lebih dari dua bulan Ino terdampar di masa yang berbeda ini. Kini, dia tinggal sendiri di sebuah rumah yang nyaman, hasil pemberian pemerintah desa. Ino telah mendapatkan tempat tinggal dan pekerjaan yang layak, sehingga hidupnya perlahan mulai terbiasa dengan realitas baru ini.
Sore itu, cuaca begitu cerah, dengan langit yang berwarna oranye keemasan memancarkan kehangatan yang lembut. Ino merasa tenang dan memutuskan untuk menikmati sore yang indah ini. Dia melangkah keluar ke balkon kamarnya, menikmati angin sore yang sejuk sambil memandang langit yang perlahan berubah warna.
Saat dia berdiri di balkon, menikmati pemandangan, pandangannya tak sengaja tertuju ke bawah. Di sana, dia melihat sosok Madara yang berdiri tegak, menatap ke arahnya. Mata mereka bertemu, dan ada sesuatu yang misterius di balik tatapan Madara. Namun, yang membuat Ino terkejut adalah senyum tipis yang terlukis di wajah Madara.
Dengan nada lembut namun penuh makna, Madara berkata, "Ingin jalan-jalan? Cuaca bagus hari ini."
Ino mengangguk, masih sedikit terkejut dengan undangan tak terduga itu. Mereka berdua kemudian berjalan bersama, menuju sebuah padang yang penuh dengan bunga mawar putih. Pemandangan itu begitu indah dan menenangkan, membuat Ino merasa bebas dari segala beban.
Ino tersenyum lebar, merasa senang bisa berjalan-jalan dengan Madara. Sudah lama ia tidak merasakan kebahagiaan seperti ini. Dia tidak menyangka, ternyata Madara yang ini mampu membuatnya nyaman. Perasaan hangat menyelimuti hatinya saat mereka melangkah bersama di antara bunga-bunga.
"Madara, cepatlah!" seru Ino dengan ceria, sambil berlari kecil mendahului Madara. Dia berjalan mundur, menatap Madara dengan penuh kegembiraan.
Madara hanya tersenyum melihat kegembiraan Ino, dan dengan langkah tenang, dia mengikuti. Pandangannya tetap pada Ino, seolah menyimpan rahasia yang hanya dia sendiri yang tahu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret of Destiny [MADARA X INO]
RandomMadara menerjang kehidupan demi kehidupan hanya untuk mencarinya. Dia sudah kehilangan cinta di dua kehidupan sebelumnya dengan cara yang begitu menyakitkan. Dan kali ini dia berjanji bahwa itu tidak akan terjadi lagi. "Tuhan, jika memang kehidupan...