26. Flashback

66 13 6
                                    

Pagi itu, cuaca cerah dan udara sejuk menyambut mereka saat mereka melangkah keluar dari paviliun klan Uchiha. Ini adalah pertama kalinya Ino keluar sejak dia sadar. Meskipun Konoha adalah tempat tinggalnya di masa depan, suasana desa di masa lalu ini terasa berbeda, membawa nuansa yang lebih tenang dan damai.

Mereka berjalan berdampingan menyusuri jalan-jalan desa yang ramai dengan aktivitas pagi. Penjual-penjual di pinggir jalan menggelar dagangan mereka, menawarkan berbagai macam barang mulai dari sayuran segar hingga pernak-pernik khas desa. Orang-orang berlalu-lalang, sibuk dengan kegiatan sehari-hari mereka, sementara anak-anak berlarian dan bermain, tawa riang mereka menggema di udara pagi yang sejuk.

Ino melihat sekeliling dengan mata berbinar, terkesan dengan kehidupan desa yang damai dan indah. Madara berjalan di sampingnya, sesekali melirik untuk memastikan dia baik-baik saja. Melihat ekspresi kagum di wajah Ino, Madara tersenyum tipis.

Di tengah perjalanan, seorang anak kecil dari sebuah toko bunga tiba-tiba menghampiri mereka. Anak itu memegang sebatang mawar putih yang indah. Dengan senyum lebar di wajahnya, dia mengulurkan bunga itu kepada Ino. "Ini untukmu, Kakak," kata anak itu dengan suara ceria. "Bunga yang indah untuk gadis yang indah."

Ino terkejut sejenak, wajahnya memerah malu namun tersenyum manis. "Terima kasih," katanya dengan lembut, suaranya penuh dengan rasa syukur. Madara melihat momen itu dengan senyum tipis di wajahnya, merasa senang melihat Ino tersenyum bahagia.

Mereka melanjutkan berjalan-jalan, Ino memegang mawar putih di tangannya. Percakapan ringan mulai mengalir di antara mereka, tentang desa, tentang orang-orang yang mereka lihat, dan tentang masa depan yang penuh harapan.

"Tempat ini sungguh indah," kata Ino, memecah keheningan. "Aku merasa sangat tenang di sini. Rasanya seperti Konoha yang berbeda dari yang kuingat."

Madara mengangguk, menatap sekeliling mereka. "Ya, kami bekerja keras untuk membuatnya menjadi tempat yang damai dan menyenangkan. Desa ini adalah rumah, dan aku ingin memastikan semua orang di sini merasa aman dan bahagia."

Ino tersenyum, merasakan ketulusan dalam kata-kata Madara. "Kau benar-benar peduli pada desa ini, ya?"

Madara tersenyum tipis. "Tentu saja."

Ino menatap Madara dengan rasa kagum. "Kau sangat berbeda dari yang kuingat. Kau lebih... manusiawi."

Madara tertawa kecil. "Mungkin perang telah mengubah banyak hal dalam diriku."

Mereka terus berjalan, menikmati pemandangan desa yang ramai. Ketika mereka melewati pasar, seorang penjual menyapa mereka dengan ramah, menawarkan berbagai makanan ringan. Madara membeli beberapa dango dan memberikan satu kepada Ino.

"Ini, cobalah. Dango di sini sangat enak," kata Madara dengan senyum tipis.

Ino berniat mengambil dango itu dengan senyum malu-malu. Sebelum dia bisa mengatakan apa-apa, Madara langsung mengarahkan dango ke depan mulutnya, berniat untuk menyuapinya. Ino terkejut sejenak, wajahnya memerah, tetapi dia tetap membuka mulutnya dan menerima suapan dari Madara.

"Terima kasih," kata Ino pelan setelah mengunyah dango.

Madara mengangguk sedikit, melihat bagaimana Ino mulai merasa lebih nyaman di sekitarnya. "Sama-sama. Aku senang bisa melihatmu tersenyum."

Mereka melanjutkan berjalan sambil menikmati dango, berbicara tentang hal-hal ringan dan saling mengenal lebih baik. Namun, ketika mereka melewati sebuah jalan yang agak kasar, Ino tidak sengaja tersandung sebuah batu kecil. Dia kehilangan keseimbangan dan terjatuh, lututnya terluka dan berdarah, serta pakaian yang dia kenakan robek di bagian lutut.

"Ino!" Madara berlutut di sampingnya, wajahnya penuh kekhawatiran. "Kau baik-baik saja?"

Ino meringis kesakitan, mencoba menahan air matanya. "Aku rasa lututku terluka."

Secret of Destiny [MADARA X INO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang