11. The Beginning of Closeness

157 20 6
                                    

Suasana di ruangan itu tenang, hening yang hanya tampak oleh kehadiran Madara yang sibuk memeriksa dokumen-dokumen penting. Meskipun begitu, ruangan itu tidak bisa menyembunyikan kegelisahan batin yang dirasakan oleh Obito, yang memperhatikan dengan seksama dari sudut ruangannya yang gelap.

Madara, duduk di meja besar dengan cahaya alami yang memantulkan ke wajahnya yang serius, tiba-tiba menunjukkan ekspresi yang tidak biasa: senyuman samar yang terselip di bibirnya. Obito, yang biasanya terbiasa dengan ekspresi dingin dan tegas Madara, merasa agak terkejut melihat perubahan ini.

"Paman, kau baik-baik saja?" tanya Obito dengan kebingungan, menghentikan kegiatannya untuk memperhatikan Madara lebih dekat.

Madara tersentak dari lamunannya. "Hah? Oh, kenapa?"

"Kau tersenyum sendiri. Aku jarang melihatmu seperti ini," ujar Obito sambil mengerutkan keningnya, agak segan di hadapan aura tegas Madara. "Ada apa, sebenarnya?"

Madara menggeleng cepat, mencoba menutupi kegugupannya. "Tidak ada apa-apa. Hanya memikirkan strategi baru."

Obito mengangkat alis curiga, tidak begitu percaya dengan penjelasan itu. "Strategi baru? Kau pasti sedang bercanda."

Madara menghela napas, mencoba menjaga ketenangannya. "Kau terlalu curiga. Aku hanya dalam suasana hati yang baik."

Obito mengangguk, meski tidak yakin. "Baiklah, kalau begitu. Suasana hati yang baik karena bertemu dengan seorang gadis bernama Ino semalam?"

Madara sedikit terkejut, tetapi segera menutupi ekspresinya. "Ino? Darimana kau tahu?"

Obito tersenyum tipis, mencoba meredakan ketegangannya sendiri. "Aku bisa tahu lebih dari yang kau pikirkan. Aku melihatmu berbicara dengannya semalam."

Madara menghela napas, mencoba tetap tenang. "Kami hanya berbicara sebentar, dan tidak ada yang istimewa."

"Tentu, tentu," kata Obito dengan nada menggoda. "Hanya berbicara sebentar, ya? Dan sekarang Paman senyum-senyum sendiri seperti orang yang mulai gila."

Madara mengangkat alis, auranya kembali tegas. "Jangan berbicara hal yang tidak perlu, Obito."

Obito menggeleng, tersenyum lebar tapi masih agak segan. "Kalau begitu, kau harus lebih sering bertemu dengannya. Siapa tahu, suasana hatimu akan selalu baik seperti ini."

Madara menghela nafasnya. "Obito, hentikan. Ini tidak lucu."

"Tidak lucu?" Obito tertawa gugup. "Ini sangat lucu! Madara, sang pemimpin yang tak terkalahkan, berusaha mengelak jatuh cinta. Kau tidak akan bisa menipu semua orang, terutama tidak aku."

Madara menggeleng sambil tersenyum tipis. "Kau benar-benar tidak berubah."

"Dan kau juga, Paman. Selalu berusaha keras untuk menyembunyikan perasaanmu," ujar Obito sambil tertawa kecil.

Namun, sebelum Obito selesai bicara, Madara tiba-tiba mulai beres-beres untuk meninggalkan ruangannya. Obito, yang merasa perlu untuk menahannya, mencoba menghentikan Madara.

"Eh tunggu sebentar! Paman ingin kemana?" serunya dengan sedikit frustrasi, berusaha menangkap perhatian Madara.

Madara menghentikan aktivitas beres-beresnya sejenak, menoleh dengan ekspresi yang kembali datar. "Ada apa?"

Obito menarik nafas dalam-dalam, mencoba menemukan kata-kata yang tepat. "Pekerjaanmu belum selesai. Apa kau yakin untuk pergi sekarang?"

Madara memandang sekeliling ruangan, lalu kembali menatap Obito dengan tatapan tajam. "Semua sudah aku atur dengan baik. Kau bisa menyelesaikan yang tersisa."

Secret of Destiny [MADARA X INO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang