Setelah berbicara panjang lebar dengan Madara, rasa lelah akhirnya mengalahkan Ino. Tanpa disadari, dia tertidur di pangkuan Madara, wajahnya yang tenang meskipun ada sisa air mata di pipinya. Madara menatapnya dengan penuh kasih sayang, merasa hangat di hati melihat Ino begitu damai dalam tidurnya.
Madara mengelus rambut Ino dengan lembut, merasakan setiap helai rambutnya yang halus di antara jari-jarinya. Dia tersenyum lembut, meskipun tubuhnya masih terasa sakit akibat kecelakaan yang baru saja dialaminya. "Dasar gadis kecil yang manja," bisiknya dengan penuh sayang, "Siapa yang sebenarnya sakit di sini?"
Sambil mengelus rambut Ino, sekelebat ingatan masa lalu melintas di benaknya. Dalam ingatan itu, Ino juga tertidur dalam pelukannya, di bawah langit yang dipenuhi bintang-bintang. Waktu itu, mereka berada di tempat yang tenang. Madara ingat betapa damai perasaannya saat Ino berada dalam pelukannya, seperti semua masalah dan kekhawatirannya menghilang seketika.
Madara tersenyum lembut, merasakan nostalgia yang manis dan menyakitkan. Kehidupan mereka saat itu dipenuhi cinta dan kebahagiaan, meskipun akhirnya harus berpisah karena keadaan yang tragis. Melihat Ino yang tertidur dengan tenang di pangkuannya sekarang, Madara merasa seolah-olah mereka diberikan kesempatan kedua untuk merasakan cinta yang sama.
Obito yang mengintip dari celah pintu, tersenyum tipis melihat pemandangan itu. Dia tahu bahwa hubungan antara Madara dan Ino jauh lebih dalam dari yang terlihat. Mereka adalah dua jiwa yang terikat oleh takdir, kembali bersatu meskipun harus melewati berbagai rintangan. Dengan hati yang lega, Obito menutup pintu dengan pelan, memberikan mereka privasi untuk menikmati momen indah itu.
Madara terus mengelus rambut Ino, merasakan setiap detik yang berlalu dengan kehangatan yang memenuhi hatinya. Malam itu, dia berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia tidak akan pernah membiarkan Ino terluka lagi. Dia akan selalu ada di sisi Ino, melindungi dan memberikan cinta yang tak terbatas.
Sambil memandang Ino yang tertidur damai, satu pertanyaan muncul di benak Madara. Apakah ini pertanda bahwa secara perlahan Ino mulai menerima status kita dan mencintaiku tanpa paksaan? Meskipun dia belum menyadarinya, perasaannya mulai berubah.
Dengan penuh kasih sayang, Madara mencium dahi Ino, merasa bahwa takdir mereka untuk bersama akhirnya tercapai. "Istirahatlah, Ino," bisiknya dengan lembut. "Aku akan selalu berada di sini untukmu, apapun yang terjadi."
.
.
.
.
.Pagi datang dengan lembut, sinar matahari pagi menembus jendela kamar Madara dan menyentuh wajah Ino yang tertidur. Dia perlahan membuka mata, merasa nyaman di tempat tidur yang asing tapi juga hangat. Saat kesadarannya kembali, dia menyadari bahwa dia berada di kamar Madara, di kasur Madara. Ino merasakan jantungnya berdetak lebih cepat saat mengingat malam sebelumnya.
Dengan hati-hati, Ino bangun dari tempat tidur dan berjalan keluar kamar, mencari Madara. Dia berjalan menuruni tangga dan mendapati dirinya di ruang keluarga yang sepi. Mengikuti instingnya, dia menuju taman belakang dan melihat Madara sedang memandangi bunga-bunga yang bermekaran, cahaya pagi menyorotinya dengan indah.
"Madara," panggil Ino pelan, ragu-ragu.
Madara menoleh, tersenyum hangat saat melihat Ino. "Selamat pagi, Ino. Tidurmu nyenyak?"
Ino berjalan mendekat, merasa sedikit canggung tapi juga nyaman. "Ya, terima kasih. Tapi, kenapa aku bisa di kasurmu?"
Madara tertawa kecil. "Kamu tertidur di pangkuanku. Aku tidak ingin membangunkanmu, jadi aku membawamu ke tempat tidur."
Ino merasa pipinya memerah. "Oh, aku... terima kasih, Madara."
Mereka berdiri di dekat bunga-bunga, menghirup udara segar pagi. Madara memetik satu bunga dan memberikannya kepada Ino. "Bunga ini mengingatkanku padamu," katanya dengan nada lembut. "Indah dan penuh kehidupan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret of Destiny [MADARA X INO]
RandomMadara menerjang kehidupan demi kehidupan hanya untuk mencarinya. Dia sudah kehilangan cinta di dua kehidupan sebelumnya dengan cara yang begitu menyakitkan. Dan kali ini dia berjanji bahwa itu tidak akan terjadi lagi. "Tuhan, jika memang kehidupan...