Madara berjalan melewati lorong rumah sakit dengan langkah mantap, menuju kamar di mana Ino dirawat. Setibanya di depan pintu kamar Ino, tangannya terangkat untuk memutar kenop pintu, namun tiba-tiba terhenti. Melalui kaca kecil di pintu, matanya menangkap pemandangan yang penuh kehangatan dan canda tawa.
Di dalam kamar, wajah-wajah yang dikenalnya berkumpul. Sakura, Naruto, Hinata, dan keponakannya sendiri, Sasuke, berada di sekitar tempat tidur Ino. Suasana di dalam kamar itu penuh dengan keceriaan. Sakura sedang bercerita sesuatu yang membuat Ino tertawa kecil, sementara Naruto membuat lelucon yang mengundang tawa dari semua orang. Bahkan Hinata yang biasanya pendiam, tersenyum melihat keceriaan itu.
Sudah lama Madara tidak melihat senyum dan tawa seperti itu dari Ino. Sejak Ino bangun dari koma, Madara tidak pernah mendapatkan tawa dan senyum itu. Ia tahu alasan di balik semua ini. Ino mengalami amnesia selektif dan hanya melupakan satu orang: Madara Uchiha.
Madara terus memerhatikan dari luar. Ia melihat bagaimana Ino tertawa dan berbicara dengan teman-temannya, menikmati setiap momen kebersamaan mereka. Meski demikian, Madara berjanji dalam hatinya untuk mempertahankan Ino di sisinya. Dia akan melindunginya dan tidak akan membiarkan tawa dan senyum itu hilang.
Madara mengepalkan tangannya sejenak, kemudian berbalik dan berjalan pergi, meninggalkan suara tawa dan keceriaan di belakangnya.
Di dalam kamar, Ino tiba-tiba merasakan kehadiran seseorang yang familiar. Nalurinya membuatnya melihat ke arah pintu. Dari sudut matanya, dia menangkap bayangan seseorang yang pergi, siluet yang sangat mirip dengan Madara. Seketika itu juga, hatinya merasakan sesuatu yang tak terjelaskan, seakan ada potongan ingatan yang berusaha muncul ke permukaan.
.
.
.
.
.Madara duduk di ruang tamu rumah keluarga Yamanaka, bersama kedua orang tua Ino, ayahnya yang tegas dan ibunya yang lembut. Deidara, kakak Ino, juga hadir, tengah menyesap teh dengan tenang. Di sudut ruangan, Obito, keponakan sekaligus asisten pribadi Madara, mengamati dengan seksama, terkejut dengan apa yang akan terjadi.
Madara menarik napas dalam-dalam, mempersiapkan dirinya untuk menyampaikan maksud kedatangannya. "Aku ingin melakukan pertunangan dengan Ino," katanya tiba-tiba, suaranya tenang namun penuh ketegasan.
Sejenak, keheningan menyelimuti ruangan itu. Ayah dan ibu Ino memandang Madara dengan mata terbelalak. Deidara yang sedang minum teh terbatuk-batuk, hampir tersedak oleh kejutan itu. Obito menatap pamannya dengan heran, tidak percaya apa yang baru saja didengarnya.
"Apa yang kau katakan, Madara?" tanya ayah Ino, suaranya terdengar berat dan penuh keterkejutan.
"Aku ingin bertunangan dengan Ino," ulang Madara dengan mantap. "Aku ingin dia tinggal bersamaku agar lebih mudah baginya sembuh dari amnesia selektifnya. Aku percaya, dengan aku di sisinya, proses penyembuhannya akan lebih cepat."
Ibu Ino tampak bingung dan sedikit cemas. "Tapi... Madara, ini sangat mendadak. Ino bahkan tidak mengingatmu."
Madara tahu bahwa ini adalah langkah yang tidak biasa, namun dia siap untuk melakukan apa pun demi Ino. Dia bangkit dari duduknya dan, dengan gerakan yang penuh keyakinan, berlutut di depan orang tua Ino. Pemandangan itu membuat semua yang ada di ruangan terdiam sejenak, terkejut melihat seorang Uchiha yang angkuh melakukan hal seperti itu.
Obito, yang biasanya tenang dan profesional, hampir tidak bisa menutupi keterkejutannya. Dia tidak pernah membayangkan bahwa pamannya, pemimpin dari Klan Uchiha dan Uchiha Group, akan membuang harga dirinya hanya untuk seorang gadis muda yang bahkan tidak mengingatnya.
"Saya mohon," katanya dengan suara yang rendah namun penuh ketulusan, "Izinkan saya menjaga Ino. Saya akan melakukan apa saja agar dia sembuh dan berada di sisiku. Ini mungkin terdengar egois, tapi saya tidak bisa membiarkan Ino jauh dari perlindungan saya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret of Destiny [MADARA X INO]
RandomMadara menerjang kehidupan demi kehidupan hanya untuk mencarinya. Dia sudah kehilangan cinta di dua kehidupan sebelumnya dengan cara yang begitu menyakitkan. Dan kali ini dia berjanji bahwa itu tidak akan terjadi lagi. "Tuhan, jika memang kehidupan...