Ino memasuki kafe yang hangat dan nyaman, dengan aroma kopi yang menggoda serta cahaya lembut dari pantulan matahari siang yang menyinari jendela besar di sisi kafe, menciptakan suasana yang tenang dan menyenangkan. Ia melihat sekeliling mencari-cari sosok Naruto di antara para pengunjung yang sibuk dengan obrolan santai dan tawa riang. Dari sudut ruangan, Naruto melambai dengan senyum lebar yang khas di wajahnya. Ino segera menuju meja tempat Naruto duduk.
"Sudah lama menunggu?" sapa Ino sambil menarik kursi dan duduk di hadapan sahabatnya.
"Tidak terlalu lama. Aku baru saja pesan minuman," jawab Naruto. "Bagaimana kabarmu, Ino?"
"Baik, baik. Hanya sedikit lelah dengan urusan di toko dan semua persiapan kuliah akhir-akhir ini. Tapi aku senang akhirnya kita bisa bertemu," kata Ino sambil tersenyum.
"Ya, aku juga. Rasanya sudah lama banget sejak terakhir kali kita ngobrol santai seperti ini," balas Naruto.
"Benar. Kita semua sibuk dengan persiapan masuk universitas. Bagaimana denganmu? Apa kabar?" tanya Ino.
"Baik. Sejak kelulusan kita, ayahku langsung mengospek anaknya ini dengan urusan klan dan perusahaan. Jadi, aku disibukkan dengan berbagai tugas dan tanggung jawab yang seharusnya belum aku tangani," jawab Naruto dengan sedikit kelelahan di suaranya.
"Astaga, pasti berat ya?" tanya Ino dengan simpatik.
"Sedang mencoba menyesuaikan diri," kata Naruto sambil tersenyum kecut. "Oh, Iya. Aku punya sesuatu yang ingin ku tunjukkan padamu."
"Apa itu?" tanya Ino penasaran.
Naruto mengeluarkan sebuah kotak dari tasnya dan meletakkannya di atas meja. "Aku menemukannya ketika membantu paman Jiraiya membereskan gudangnya beberapa hari lalu. Aku ingat kamu pernah cerita tentang mimpimu yang aneh-aneh, dan ketika melihat buku ini, aku merasa mungkin ada hubungannya."
Ino membuka kotak itu dengan hati-hati. Di dalamnya terdapat sebuah buku tebal yang usang dengan sampul berwarna putih. Mata Ino terbelalak ketika melihat judul di sampulnya: Sejarah yang Hilang.
Ino terdiam ketika melihat judul dari sampul buku yang tengah dipegangnya. Ini terlalu mirip dengan buku di perpustakaan Madara waktu itu, yang membedakan hanya pada warna sampul bukunya saja. "Tunggu... ini buku yang sama dengan yang kutemukan beberapa hari lalu. Tapi yang kutemukan berwarna merah. Bagaimana bisa ada dua versi?" tanya Ino bingung.
Naruto mengangkat bahu, "Aku tidak tahu. Tapi buku ini kelihatan penting. Mungkin ada sesuatu di dalamnya yang bisa menjelaskan mimpimu."
Ino memandang buku itu dengan penuh rasa ingin tahu dan sedikit rasa takut. "Apakah semuanya saling terhubung?" gumamnya pelan.
Naruto menatap jam tangannya dan menghela napas. "Ino, aku harus pergi. Ada beberapa hal yang harus aku urus terkait perusahaan Uzumaki. Baru lulus SMA, tapi ayahku langsung menyeretku masuk ke dalam perusahaan klan untuk terbiasa dengan urusan perusahaan dari sekarang," katanya membuat Ino mengalihkan pandanganya dari buku itu walaupun sesaat.
"Astaga, Naruto. Kamu pasti pusing sekali," kata Ino dengan simpati.
"Ya, memang. Sedang mencoba menyesuaikan diri dengan semua ini sebelum masuk universitas. Sungguh derita putra tunggal kaya raya," tambah Naruto dengan nada bercanda meskipun ada kelelahan di matanya.
Ino tersenyum simpati. "Semangat, Naruto. Kamu pasti bisa melewatinya."
Naruto berdiri dan merapikan tasnya. "Terima kasih, Ino. Kita akan bertemu lagi nanti dan mencari tahu lebih banyak tentang buku ini. Sampai jumpa."
"Sampai jumpa, Naruto. Hati-hati di jalan," jawab Ino sambil melambaikan tangan.
Naruto melangkah keluar dari kafe, meninggalkan Ino yang masih memandang buku misterius itu dengan berbagai pertanyaan di benaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret of Destiny [MADARA X INO]
RandomMadara menerjang kehidupan demi kehidupan hanya untuk mencarinya. Dia sudah kehilangan cinta di dua kehidupan sebelumnya dengan cara yang begitu menyakitkan. Dan kali ini dia berjanji bahwa itu tidak akan terjadi lagi. "Tuhan, jika memang kehidupan...