13. A Look Full of Wounds

112 20 6
                                    

Di malam yang sunyi di dalam ruang belajar di rumahnya, Ino duduk sendiri dengan buku-buku terbuka di meja. Cahaya lampu kecil menghiasi sudut ruangan, menciptakan atmosfer yang hening  dan hangat. Namun, meskipun suasana begitu, pikiran Ino terus-menerus melayang pada sosok Madara, yang baru-baru ini dia temui di mall. Setiap kali ia mencoba memusatkan perhatiannya pada pelajaran, bayangan Madara dengan tatapan tajam dan ekspresi misteriusnya muncul dalam benaknya.

"Ino, konsentrasi... ujian tinggal dua hari lagi," bisiknya pada dirinya sendiri, suara lembutnya terdengar di ruangan yang sepi. Namun, kehadiran Madara seperti hantu yang tak bisa diauskan dari pikirannya. Tatapannya yang dingin, terkadang diselingi dengan kilatan yang menyiratkan rasa... apa sebenarnya yang ingin dia sampaikan?

"Bahkan ketika dia memandangku dengan cara yang dingin, ada kerinduan yang tak terucapkan di matanya," bisik Ino dalam keheningan ruangan. Ia mencoba mengerti apa yang membuat Madara begitu menarik baginya. "Apa yang dia sembunyikan di balik tatapannya yang penuh luka?"

Seolah menjawab kebingungannya, tiba-tiba pintu kamar terbuka perlahan. Langkah lembut ibunya terdengar di lantai kayu, senyumnya hangat menyambut tatapan khawatir Ino.

"Ino, sudah larut malam. Mengapa kau masih di sini sendirian?" Tanya ibunya sambil mendekati meja belajar Ino, tatapannya penuh kelembutan.

Ino mengalihkan pandangannya dari buku-bukunya yang terbuka, mencoba menyembunyikan kebingungannya di balik senyum tipisnya. "Oh, maaf, ibu. Aku... aku sulit untuk fokus belajar."

Ibunya duduk di sampingnya, meraih tangan Ino dengan penuh kelembutan. "Ada yang mengganggumu, sayang? Ceritakan pada ibu."

Ino menghela nafas panjang, mencoba memikirkan bagaimana dia bisa menjelaskan perasaannya yang berkecamuk. "Aku bertemu dengan seseorang hari ini. Dia... dia berbeda. Tatapannya begitu dingin, tapi terkadang ada ekspresi yang membuatku merasa... aneh. Aku tidak yakin. Setiap kali kami bertemu, ada sesuatu yang membuatku tertarik padanya, meskipun aku tidak tahu apa itu."

Ibunya tersenyum tipis, menyadari bahwa Ino sedang mempertimbangkan sesuatu yang lebih dalam dari sekadar pertemuan. "Cinta memang tidak pernah mudah dipahami, terkadang ada banyak luka di balik tatapan mereka."

Ino menatap ibunya dengan pandangan bingung. "Ibu percaya begitu?"

Ibunya tersenyum, membelai rambut Ino lembut. "Terkadang, ketika seseorang tampak jauh, itu karena mereka tidak ingin terluka lagi. Mungkin Madara memiliki luka yang dalam, dan dia mencoba melindungi dirinya dari perasaan lainnya."

Ibunya tersenyum, membelai rambut Ino lembut. "Terkadang, ketika seseorang tampak jauh, itu karena mereka tidak ingin terluka lagi. Mungkin dia memiliki luka yang dalam, dan dia mencoba melindungi dirinya dari perasaan lainnya."

Ino merenungkan kata-kata ibunya. "Jadi, mungkin itu bukan tentangku?"

Ibunya mengangguk perlahan. "Mungkin saja, Ino. Tapi kamu harus tahu bahwa cinta memang tidak selalu datang dengan cara yang mudah dimengerti. Kadang kita merasakan sesuatu yang sulit dijelaskan dengan kata-kata."

"Ini bukan cinta, ibu. Kami baru saja bertemu beberapa kali," potong Ino cepat, mencoba menenangkan dirinya sendiri.

Ibunya mengangguk paham. "Tapi terkadang, perasaan itu muncul tanpa peringatan. Mungkin saja dia memang tertarik."

Ino merenung sejenak, memikirkan kata-kata bijak ibunya. "Aku tidak tahu, Ibu. Aku rasa aku harus lebih memahaminya sebelum membuat kesimpulan."

Ibunya menepuk lembut bahu Ino. "Pahami dan biarkan waktu menjawabnya sendiri, ya? Siapa tahu, mungkin ada cerita menarik di balik tatapan yang membuatmu terus memikirkannya."

Secret of Destiny [MADARA X INO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang