Di dalam kamarnya yang nyaman, Ino duduk di tempat tidurnya, jari-jarinya dengan lincah menggeser layar iPad, membaca artikel dan sesekali membalas pesan. Hujan di luar semakin deras, menciptakan melodi yang menenangkan di jendela, mengiringi ketenangan malam yang seolah menyembunyikan sesuatu.
Tiba-tiba, terdengar ketukan pelan dari arah pintu balkon kamarnya. Ino tersentak, menoleh dengan cepat ke arah sumber suara. Hatinya berdebar saat dia berjalan menuju pintu balkon. Saat dia membuka pintu, hawa dingin malam menerpa wajahnya. Di lantai balkon, terdapat sebuah amplop misterius, seperti bisikan rahasia dari kegelapan.
Dengan hati-hati, Ino memungut amplop itu dan kembali masuk ke dalam kamar. Rasa penasaran bercampur cemas menggelayuti pikirannya saat dia duduk kembali di tempat tidurnya. Perlahan, dia membuka amplop tersebut dan mengeluarkan selembar kertas yang di dalamnya terdapat tulisan tangan yang rapi.
"Ino Yamanaka," demikian tertulis di bagian atas kertas itu. "Ada teka-teki dari masa lalu yang menunggumu. Mimpi-mimpimu adalah petunjuknya. Berhati-hatilah, karena di sekitarmu ada orang yang pernah menjadi musuhmu di masa lalu."
Ino merasakan bulu kuduknya meremang. Isi surat itu mengingatkannya pada mimpi-mimpi aneh yang sering menghantuinya belakangan ini. Dalam mimpi-mimpi itu, dia melihat bayangan masa lalu yang kelam, wajah-wajah yang samar dan tempat yang suram.
Dia membaca lebih lanjut, "Ingat kembali apa yang hilang. Mulailah dengan mimpi-mimpimu, dan lihatlah siapa yang bersembunyi di balik bayangan. Orang yang paling kau percayai bisa jadi adalah musuh terbesarmu."
Kata-kata itu berputar dalam benaknya seperti angin puyuh, mengguncang fondasi ketenangan yang selama ini dia rasakan. Siapa yang bisa mengirimkan pesan ini? Dan apa maksud dari semua ini? Dia tahu bahwa hidupnya akan berubah selamanya setelah malam ini. Rasa takut dan penasaran bercampur menjadi satu.
Dengan tangan yang masih gemetar, Ino memasukkan kembali kertas itu ke dalam amplop dan menyimpannya di laci mejanya. Dia tahu bahwa dia harus berhati-hati dan waspada. Namun, satu hal yang pasti, dia tidak akan tinggal diam. Dia harus menemukan siapa yang mengintainya dan apa yang sebenarnya terjadi di masa lalu yang kini menghantui mimpinya.
Di luar kamar, bayangan sosok misterius yang mengawasi rumah itu kembali tersenyum miring. "Permainan dimulai, Ino," gumamnya pelan, suaranya seperti bisikan angin malam yang dingin. "Kita lihat seberapa jauh kau bisa mencari kebenaran sebelum semuanya runtuh."
Sementara itu Ino masih duduk di tempat tidurnya, menggenggam kertas dari amplop misterius itu dengan erat. Hatinya berdegup kencang, dan pikiran-pikirannya berputar tanpa henti. Siapa yang bisa mengirimkan pesan ini? Dan apa maksud dari semua ini?
Malam itu, ketenangan rumah Ino berubah menjadi ketegangan yang tak terlihat, diwarnai dengan ancaman yang semakin dekat dan rahasia masa lalu yang siap terbongkar kapan saja. Ino tahu, langkah selanjutnya akan menjadi penentu bagi nasibnya sendiri. Seperti menari di tepi jurang, dia harus berhati-hati dalam setiap gerakannya, atau semua yang dia akan jatuh ke dalam kegelapan.
.
.
.
.
.Di ruang kerjanya yang megah namun sunyi, Madara duduk terdiam, tenggelam dalam renungan tentang kejadian siang tadi. Hujan di luar semakin deras, mengetuk-ngetuk jendela dengan ritme yang monoton. Cahaya redup dari lampu meja memancarkan kilau hangat, menciptakan suasana yang seolah menyelimuti Madara dalam dunia pikirannya sendiri.
Pikirannya kembali melayang ke perpustakaan rumahnya, ketika Ino secara tidak sengaja menjatuhkan buku yang sangat pribadi baginya. Buku itu bukan hanya sekadar koleksi, tetapi penyimpan rahasia yang tidak boleh diketahui oleh orang lain, terutama Ino. Ingatan tentang perang besar yang pernah mereka alami bersama, tetapi dari sisi yang berseberangan, mulai menggerogoti ketenangan Madara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret of Destiny [MADARA X INO]
De TodoMadara menerjang kehidupan demi kehidupan hanya untuk mencarinya. Dia sudah kehilangan cinta di dua kehidupan sebelumnya dengan cara yang begitu menyakitkan. Dan kali ini dia berjanji bahwa itu tidak akan terjadi lagi. "Tuhan, jika memang kehidupan...