2: Di Jalan Yang Berbeda

1K 30 0
                                    

"Kamu kenapa pakai baju itu?" Pertanyaan itu langsung ditodongkan padanya yang baru saja memegang gagang pintu kamarnya untuk masuk ke dalam.

                Fea baru pulang acara salah satu teman kampusnya, yang baru selesai hampir pukul sepuluh malam ini. Tentu dengan izin dari Ezra dan terutama Arsal. Namun sebenarnya, Fea menyadari dan dia mengakui bahwa dia memang sudah melakukan kesalahan.

                Dia pikir, Arsal sudah tidur, atau paling tidak, pria itu tidak sampai mendapatinya pulang seperti yang sekarang ini terjadi. Fea pikir Arsal tidak akan mendapatinya melanggar perkataan pria itu.

                "Bajunya cocok sama acaranya Kak, terus belum pernah aku pake juga bajunya, sayang banget tinggal di lemari doang,"

                Arsal berdecak, itu bukan jawaban yang ingin didengarnya. Lebih tepatnya, dia tidak ingin mendengar jawaban apa pun dari perempuan di depannya ini. Yang dia tau, Fea sudah melanggar apa yang dikatakannya tadi. Dan Arsal tidak suka.

                "Nggak cukup jelas apa yang tadi aku bilang? Aku suruh kamu pakai baju yang lain kalau mau pergi." Ucap Arsal dingin.

                Sebelum Fea pergi, dia memang meminta persetujuan Arsal dulu tentang baju yang akan dia gunakan ke acara temannya itu. Namun Arsal tidak sempat melihatnya berangkat karena harus online meeting dulu yang ternyata dia ketahui bahwa perempuan itu justru tidak mematuhinya.

                Sebenarnya bukan baju yang terbuka berlebihan. Rasanya masih sangat tertutup untuk sebuah acara yang dihadirinya tadi.

                "Papa izinin kok, Kak. Lagian aku juga perginya sama temen-temen juga, aku nggak sendirian." Fea masih berusaha membela diri.

                Arsal menarik perempuan itu masuk ke dalam kamarnya. Tidak mungkin mereka bertengkar di luar seperti ini, bisa terdengar Papa atau Mamanya di bawah. Matanya meneliti perempuan itu dari atas ke bawah, dia berdecak sekali lagi.

                "Papa ngizinin bukan berarti kamu boleh. Aku nggak suka kamu bohong dan langgar apa yang aku bilang."

                Fea hanya mengangguk. Dia tentu tidak berniat membantah sama sekali. Setidaknya tidak untuk hal yang memang dia bersalah. Tapi sungguh, dia ingin sekali memakai baju yang dibelinya ntah kapan itu dan tadi adalah momen yang sangat pas untuk dipakainya.

                "Kamu kenapa makin hari makin suka bantah, hm?" Tanya Arsal, meraih pinggang perempuan itu untuk masuk ke dalam dekapannya, tubuh mereka saling bersentuhan.

                "Aku nggak bantah, Kak. Aku cuman pengen pake bajunya aja. Toh, aku nggak kenapa-kenapa juga, kan?"

                Arsal menatapnya tidak suka. Kalimat itu seharusnya tidak pernah diucapkan oleh Fea. "Jadi kamu nunggu kenapa-napa dulu baru bisa nurut apa yang aku bilang?"

                "Bukan gitu, Kak. Iya okey aku nggak akan ngeyel lagi. Janji." Ucapnya sungguh-sungguh seraya menaikkan tangannya, menjulurkan jari kelingkingnya pada Arsal.

                "Bener?" Fea mengangguk mantap.

                Bukannya menyambut jari kelingking perempuan itu, yang Arsal lakukan justru mengecup bibir Fea. Dia ingin memastikan perempuan itu benar tidak meminum alkohol sedikit pun. Dan benar, yang Arsal rasakan hanya sisahan perisa jeruk pada bibir merah muda itu.

                Fea menyandarkan kepalanya di dada pria itu, menikmati suara detak jantung Arsal yang terasa menenangkan. Sebelum akhirnya Arsal menuntunnya untuk duduk di tepi ranjang, mendudukan Fea di atas pahanya. Tangannya kini terangkat membelai pipi mulus itu yang membuat Fea menutup matanya, menikmati sentuhan Arsal.

ODD LOVE IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang