22: Menyakiti Lebih Dalam

296 11 0
                                    

                "Jadi gimana Bu?" Fea mendapat senggolan di bahunya oleh perempuan yang duduk di kursi sampingnya.

"Apanya yang gimana, Bu?" tanyanya bingung. Perempuan itu berkata tanpa menjelaskan konteksnya sama sekali.

"Hubungannya sama Pak Deva, kok aku lihat makin mepet aja sih?" Siska menjawab dengan senyum jahil di wajahnya.

Fea menggeleng pelan. "Yah biasa aja, Bu."

"Udah jadian?" tebaknya.

Fea menaikkan kedua bahunya, dia tidak tau apa sebenarnya statusnya dengan Deva. Walau sudah berlalu satu minggu, namun tidak ada yang berubah dari perasaannya, dia mmasih bingung dengan keinginan hatinya sendiri.

"Kok nggak tau sih, Bu? Pak Deva kan baik banget,"

Fea menghela nafasnya. Tanpa diberi tahu pun, dia sudah tau kebaikan hati pria itu. Tidak perlu diperjelas karena hanya akan membuatnya semakin merasa bersalah telah menggantungkan harapan pria itu padanya.

"Tapi kalian sering jalan bareng, kan?"

"Iya."

"Ya berarti emang udah jadian dong, sekarang kan udah nggak pake nembak-nembakan, Bu."

Dia memilih untuk tidak menjawab agar pembahasan ini berakhir. Seperti biasa, Siska datang ke ruangannya untuk bercerita. Yah termasuk dengan mengorek informasi tentang hubungannya dengan Deva.

"Tapi kalian udah saling kenalin ke keluarga masing-masing?" tanya Siska lagi.

"Baru dia yang ke rumah. Aku belum pernah ke keluarganya dia," jawab Fea. Tapi dari pertanyaan Siska tadi itu membuatnya berpikir sebentar.

Seperti yang pernah Deva katakan, bahwa selama ini mereka sudah dekat enam bulan. Tetapi Fea baru menyadari bahwa dia belum pernah dikenalkan dengan keluarga Deva sama sekali. Pria itu bahkan tidak pernah me-mention-nya.

"Oh kenapa? Kamu nolak dikenalin ke orang tuanya Deva?"

"Nggak juga sih, mungkin belum waktunya aja."

"Kamu ini tuh harusnya sadar kalau hubungan kalian tentu punya maksud dong. Apalagi Pak Deva, kayaknya dia emang udah mau serius, mau nikahin kamu itu. Kamu nggak boleh nyia-nyiain orang kayak dia." Kata Siska.

Fea tersenyum pada perempuan itu, dia tidak menanggapinya selain sebuah anggukan kecil.

"Aku serius loh Bu. Kamu juga udah dua puluh lima kan, yah? Udah umurnya buat jalin hubungan yang serius, yang punya tujuan. Jangan mau sama yang nggak jelas. Sekarang tuh jamannya yang pasti-pasti ajalah." Kata Siska kembali memberitahukan hal yang sebenarnya sangat tidak ditubuhkan Fea saat ini.

Fea menghela nafasnya. "Iya Bu, saya paham kok."

Di tengah rapat guru yang sedang berlangsung siang ini, setelah mendengar kalimat-kalimat dari Siska. Fea seketika merasakan rasa bersalah kepada Deva, kali ini jauh lebih besar. Dan penyesalannya kian bertambah kala mendapat sebuah pesan masuk di ponselnya. Deva kembali mengiriminya sebuah foto dia sedang makan siang.

Nafea Ilmira
Udah kok.

Fea memasukkan kemballi ponselnya ke saku setelah membalas pesan itu. Deva menanyakan apakah dia juga sudah makan siang, mengingat sekarang memang sudah pukul satu siang lewat. Bahkan ketika dia merasakan bahwa ponselnya bergetar pertanda sebuah pesan kembali diterimanya, Fea memilih untuk mendiaminya.

ODD LOVE IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang