Satu bulan menjadi pengangguran setelah wisuda seperti neraka untuk Fea. Walau sebenarnya tidak ada tekanan dari orang tuanya sama sekali, namun dia tetap merasa tidak berguna. Rasanya percuma dia lulus cepat namun berakhir menjadi pengangguran seperti ini.
Dia tidak ada kegiatan lain kecuali terus berusaha memasukkan lamaran kerjanya diberbagai tempat yang membuka lowongan. Sebenarnya, Ezra atau pun Livia bisa saja membantunya, bahkan kedua orang tuanya itu sudah menawarkan diri.
Tetapi Fea dengan tegas menolak. Dia tidak mau diterima kerja karena relasi orang tuanya, dia ingin mengetahui seberapa bisa dia mengandalkan dirinya sendiri. Toh setidaknya dia belum terlalu lama menjadi pengangguran tidak berguna.
Fea mencomot satu melon yang tadi Livia potong untuk menemani menonton bersama seperti biasanya. Fokus perempuan itu berada di ponselnya, menggulir emailnya berharap ada satu balasan yang ditunggu-tunggunya. Tapi seberapa besarpun dia berharap, balasan yang dia tunggu tidak kunjung terlihat.
"Suntuk amat mukanya, Nak," komentar Ezra melihat putrinya yang sejak tadi hanya diam cemberut.
"Nggak pa-pa, Pah,"
"Bohong. Kamu itu nggak bisa bohongin Papa, kayak Papa nggak kenal kamu aja."
"Fea belum dapet balasan Pah, kenapa yah?"
"Yah belum saatnya aja sayang. Kamu harus sabar. Emang kamu nggak mau nikmatin masa-masa bebas kamu ini?"
Fea menggeleng cepat, "nggak lah, Pah. Ngapain?"
"Siapa tau kamu mau jalan-jalan dulu kemana gitu. Atau mah lanjut ambil magister?"
Fea menggeleng lagi, "aku kayaknya belum siap belajar lagi deh Pah." Jawabnya jujur.
"Yaudah sana kamu liburan dulu lah, ajakin tuh temen kamu Caca yah?" Kali ini Livia ikut mengomentari.
"Caca baru sibuk skripsian Mah,"
"Yaa sendiri aja kalau gitu. Ke Bali aja deket," Livia kembali memberinya masukan.
"Emang Papa ngizinin?" Tanyanya tidak percaya.
Ezra mengangguk santai. "Boleh, asal selalu ngabarin Papa, angkat kalau ditelfon kapanpun itu,"
Kini suasana hatinya berubah. Dia diam mempertimbangkan. Sepertinya memang benar, dia butuh untuk liburan sebentar, memberi hadiah untuk dirinya sendiri karena telah berhasil menyelesaikan skripsinya tepat waktu. Sekaligus menjauhi segala pikiran-pikiran buruk yang berusaha memasuki kepalanya.
Melihat putrinya yang kini tersenyum, Ezra ikut senang. "Jadi mau Papa pesenin tiketnya atau kamu aja?"
"Papa ajaaaaa!" Jawabnya bersemangat sampai Ezra tertawa. Feanya masih sama seperti dulu. Anak itu tetaplah anak kecil untuknya.
"Yaudah sekalian Papa pilihin hotelnya yah. Hati-hati di sana, jangan keluyuran sampai malam banget, hindarin tempat yang sepi, jangan terlalu peduliin orang asing apalagi bule-bule. Yang paling penting jauhin orang mabuk, bahaya banget."
Fea menggeleng-gelengkan kepalanya. Apa yang disampaikan Papanya itu masih seperdelapan yang akan disampaikannya dan akan terus berulang sampai dia tiba kembali di rumah. Tapi tidak apa, dia tau bahwa Ezra sangat menyayanginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ODD LOVE II
RomanceKesalahan yang dilakukannya berapa tahun lalu membuat Fea banyak berubah. Keceriaan dan penuh kebahagiaan kini tidak lagi terlihat pada dirinya. Hidupnya kini hanya berfokus untuk mengobati kekecewaan yang dulu dia torehkan pada Papanya. Tetapi, bah...
