19: Sebuah Hadiah Tiap 29 Oktober (18+)

544 14 0
                                    

Tubuhnya segera berdiri dengan cepat ketika mendengar klakson dari mobil yang terparkir di depan. Perempuan itu membereskan barangnya, memasukkan beberapa benda ke dalam tasnya, "udah dijemput lo?" tanya Caca.

                Fea menoleh sebentar pada Caca, dia mengangguk membenarkan. Jam kuliahnya sudah berakhir ntah berapa jam yang lalu, namun karena permintaan –lebih tepatnya perintah- dari pria itu, sehingga Fea masih berada di rumah Caca tanpa melakukan apa-apa. Hanya menonton sebuah acara di ponsel yang sebenarnya dia tidak begitu dia simak.

                Setidaknya dia mejadikan itu sebuah pelarian daripada mendengarkan kebucinan Caca dan kekasih hatinya yang sungguh membuat Fea muak setengah mati.

                "Ca, Byan, gue cabut yeee," ucapnya pada kedua orang yang masih tiduran di kasur memandanginya yang sudah selesai membereskan barang.

                "Yoo. Dijemput abang lo, Fe?" tanya Byan, pria itu memastikan.

                Fea mengangguk. "Bye yess, terimakasih udah numpang gue."

                Fea melangkah keluar, kembali menutup pintu kamar Caca. Rumah Caca sepi, saat hari kerja begini, seluruh anggota keluarganya tidak ada di rumah. Dia tersenyum lebar begitu membuka pintu mobil. Pria dengan rambut yang sudah tidak serapi pagi tadi duduk di kursi kemudi, tangannya menjulurkan sebuah bunga matahari yang dirangkai menjadi satu.

                "Tiba-tiba banget?" ucapnya berusaha untuk menahan rasa senang dalam dirinya.

                Fea duduk di kursi penumpang setelah menerima bunga dari pria itu. "Nggak ada terimakasihnya?" cibir pria itu.

                "Thank you..." ucapnya sembari tersenyum lebar.

                "With my pleassure, sayang." Balas Arsal, pria itu sudah mejalankan mobilnya.

                "Kakak dapat ide dari mana sih ngasi bunga begini?" katanya masih tidak percaya dengan apa yang Arsal lakukan. Terlalu tiba-tiba. Ini adalah kali pertama Arsal memberinya bunga. Bahkan hari ini tidak ada yang spesial sama sekali.

                "Kebetulan tadi meeting-nya di luar kantor, terus pas kelar, liat ada toko bunga di depan jadi beliin kamu. Suka nggak?"

                Fea mengangguk penuh semangat. "Suka." Ucapnya lalu mendekatkan tubuh, mencium pipi pria itu secepat kilat.

                "Apaan ciumnya begitu doang?"

                "Apaa siiiih?"

                Arsal tertawa mendengar nada kekesalan dari perempuan iu. Dia menyentuhkan tangannya pada kepala Fea, mengelusnya dengan lembut sebelum akhirnya meraih jemari perempuan itu agar digenggamnya, tertaut dengan jari-jarinya sendiri.

                "Kakak kenapa bisa tahu aku suka bunga matahari?" tanyanya penasaran, seingatnya dia tidak pernah me-mention bahwa dia menginginkan bunga matahari atau sekedar dia menyukai bunga besar berawarna kuning mentereng itu.

                "Yaa tau aja,"

                "Boong. Iiiih kenapaaaa?" tanyanya masih tidak mau teralihkan.

                "Kepo deh,"

                Fea meliriknya sebal, melepaskan genggaman tangan mereka. "Udah sana, nggak usah pegang-pegang!" kesalnya.

                Mendapat penolakan dari Fea membuat Arsal tertawa, bagaimana perempuan itu selalu merajuk padanya dengan cara yang amat sangat lucu menurut Arsal. Dia menyukainya. "Ngambek mulu ini anak kuliahan satu," cibirnya, dia menarik pipi Fea kuat-kuat membuat pemiliknya memekik sakit.

ODD LOVE IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang