27: Ulang Tahun Kamu

268 17 1
                                    

                Matanya merasa terganggu karena sinar masuk dari celah tirai yang tidak tertutup rapat membuat Arsal mau tidak mau membuka matanya. Dan hal pertama yang kini dia lihat adalah ruang kosong di sampingnya. Perempuan yang semalam tidur di sana sudah tidak ada.

Arsal menegakkan tubuhnya, matanya mencari keberadaann perempuan itu di seluruh sudut ruangan juga memasang telinganya dengan baik mendengarkan suara air dari kamar mandi, andai perempuan itu benar ada di dalam sana. Tetapi sepertinya Fea memang tidak ada.

Pria itu turun dari kasur dengan tergesa. Dia bahkan baru menyadari bahwa sejak semalam dia masih memakai kameja putihnya yang kini tampak kusut dengan beberapa noda di bagian dadanya. Langkahnya cepat keluar dari kamar, nafasnya langsung lega saat melihat Fea yang tengah berdiri di depan sebuah kaca besar di sana.

Sejenak mereka saling berpandangan. Keduanya menyadari bahwa apa yang terjadi semalam bukanlah sebuah mimpi. Rentetan kejadian semalam benar-benar terjadi. Apa yang mereka lalui semalam menjadi sebuah jembatan yang cukup kuat untuk meruntuhkan tembok penghalang itu.

"Fea..." panggil Arsal, dia berjalan mendekat.

Namun ketika melihat perempuan itu memejamkan matanya seraya berkata, "stop Kak." Membuat Arsal tersadar bahwa sepertinya, lagi-lagi hanya dia yang membangun jembatan penghubung sementara Fea justru kembali membangun tembok penghalang.

Arsal menghentikan langkahnya. Dari tempatnya berdiri, mungkin sejauh dua meter dari perempuan itu, Arsal menatapnya lekat-lekat. Menunggu sampai Fea kembali menyambung kalimatnya. Sebuah kalimat yang tentu tidak pernah ingin Arsal dengar.

"Thank you udah selamatin aku semalam. Tapi tolong untuk lupain semuanya, Kak. Apa yang terjadi sama aku dan apa yang aku lakuin atau mungkin minta ke Kakak, tolong lupain semuanya. Karena apa yang terjadi semalam, nggak ada artinya sama sekali buat aku." Ucapnya. Dia dengan berani lawan menatap pria itu.

"Nggak ada artinya?" tanya Arsal sekali lagi, memastikan.

Fea mengangguk. "Iya."

"Kamu nggak capek? Aku aja capek lihat kamu yang kayak gitu. Berhenti untuk bohongin diri kamu. Mau sampai kapan kamu nyiksa diri kamu sendiri?" ucap Arsal dengan nada penuh kebingungan. Dia tetap di tempatnya, tidak berniat untuk memutus tautan mata mereka.

"Kak!" katanya keras. Dia menatap Arsal nyalang. Tidak terima dengan argumen yang berisi kebenaran yang baru saja Arsal ungkap.

Arsal menghela nafasnya. Ntah apa yang sebenarnya ada di kepala Fea, namun sampai saat ini pun Arsal masih tidak bisa mengerti. Mengapa perempuan itu masih terus bertahan untuk melawan dirinya sendiri.

"Kalau itu mau kamu. Fine. Aku akan ikuti. Tapi tolong, aku minta untuk kamu pindah dari sini. Dia bisa dateng kapan aja gangguin kamu di sini."

"Nggak. Aku mau di sini. Aku bakal baik-baik aja di sini."

Arsal menaikkan kedua alisnya, apa yang Fea katakan hanya berisi omong kosong. "Berhenti seperti ini Fea. Apa yang terjadi sama kamu semalam bukan hal yang kecil. Dia bisa datang kapan aja ke sini, dan kamu berharap bisa lolos lagi?"

"Kakak mending pergi dari sini. Keluar dari apartemen aku sekarang." Ujar Fea, tangannya bergerak menunjuk ke arah pintu.

"Jangan kekanakan. Kamu sudah dewasa sekarang dan kamu sadar bahwa kamu berada dalam bahaya. Pilihan kamu cuman ada tiga. Pindah ke apartemen aku, pulang ke rumah atau aku biarin Papa yang tanganin ini." Arsal mengucapkan kalimatnya tanpa keraguan sama sekali. Untuk kali ini dia tidak akan mentolerir perempuan itu. Setidaknya untuk hal ini.

ODD LOVE IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang