29: Sekali Lagi...

396 25 5
                                    

Seluruh tubuhnya mengeluh lelah. Seminggu ini, dia hanya pulang ketika hari sudah larut bahkan hampir berganti lalu kembali ke kantor diwaktu yang lebih pagi, kala matanya sudah terbuka, dia menghela nafas lalu bersiap untuk pergi. Apa pun, selama dia bisa melarikan seluruh isi kepalanya pada kerjaannya di kantor.

                "Sibuk banget kamu, Sal? Kayaknya pulang malem terus?" tanya Ezra pada putranya yang sedang meneguk air.

                Arsal tidak bereaksi sama sekali. Dia meletakkan gelas itu lalu pergi dari sana tanpa berpamitan hingga kedua orang yang melihatnya hanya bisa saling melempar pandangan. Ada yang tidak beres dengan anak mereka hampir satu minggu ini. Bahkan dihari libur kali ini pun, Arsal tetap pergi dengan kameja dan celana dasarnya, seolah hari ini memang jadwalnya bekerja.

                Arsal menjalankan mobilnya ke kantor, dia mengabaikan sapaan dari satpam yang memang tetap berjaga di sana walau di hari libur. Ada dua orang di sana, dan keduanya heran melihat Arsal yang seperti itu. Sudah beberapa hari mereka melihat pria itu selalu pulang larut, menjadi pegawai terakhir yang mobilnya masih ada di parkiran.

                Lalu hari ini, pria itu kembali terlihat datang ke kantor walau tidak ada kegiatan apa pun di sana. Bahkan tidak ada pegawai lainnya yang datang. Keduanya saling melempar pandang lalu mengangkat bahu bersamaan. Mereka tidak bisa berkomentar karena mereka tahu, Arsal lebih dari cukup berpengaruh di perusahaan itu.

                Arsal membuka ruangan kerjanya. Dia melempar kunci mobil di meja lalu duduk di kursi besarnya. Menghidupkan laptopnya, memeriksa berkas-berkas yang berserakan yang belum sempat dia bereskan semalam. Hari ini, dia akan kembali menyibukkan dirinya, tenggelam dalam kerjaannya yang sebenarnya tidak begitu penting untuk dia kerjakan sekarang.

                Langit sudah gelap di luar, dan sejak tadi Arsal belum memasukkan sedikit pun makanan ke dalam perutnya. Arsal memejamkan matanya yang terasa berkunang, pandangannya menjadi tidak jelas. Arsal bersandar pada kursi di belakang, merebahkan punggung dan kepalanya yang sepertinya sedikit lagi akan menyerah. Mengibarkan bendera putih karena diforsir dengan begitu keras oleh pemiliknya.

                Arsal melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya setelah merasa lebih baik. Sudah jam sepuluh. Dia sebenarnya masih ingin tinggal seperti malam-malam sebelumnya. Tapi dia sudah tidak bisa, tubuhnya menyerah.

                Maka pulang dan beristirahat sebentar mungkin sebuah pilihan yang tepat untuknya. Dia tidak bisa memberatkan Mama dan Papanya jika dia sakit. Dia tidak ingin merepotkan orang lain karena ulah seseorang.

                Seseorang yang keras kepala dengan segala sikap sok kuat-nya.

--odd love 2--

                Meski langkahnya sudah terlihat sempoyongan, Arsal akhirnya tetap bisa sampai ke tempat yang ditujunya. Kepalanya ia sandarkan karena sudah tidak lagi mampu untuk menahannya. Dia berdiri di sana dengan mata yang lesuh, tangannya terangkat tuk membunyikan bel yang ada di sana, menunggu sampai seseorang membukakan pintu untuknya.

                Ntah apa yang ada di pikirannya, tetapi Arsal malah ke sana, ke sebuah tempat di mana dia mendapatkan luka yang menggores hatinya dengan begitu besar. Arsal mengetuk pintu itu berkali-kali hingga dia tidak sadar sampai dia terdorong sedikit ke depan karena pintu yang dibuka tiba-tiba.

                "Kak?" ucap perempuan itu bingung melihat Arsal yang ada di depannya.

                Arsal menjatuhkan kepalanya pada bahu perempuan itu, dia sudah tidak punya tenaga lagi untuk menjawab. Lalu Fea seketika menyadari saat kulit mereka bertemu ketika dahi pria itu menyentuh bahunya. Arsal demam.

ODD LOVE IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang