30: Belum Saatnya (21+)

988 25 5
                                    

Sentuhan di lengannya membuat Fea menahan nafasnya, sentuhan dari telunjuk Arsal yang diikuti dengan ketiga jarinya yang lain terasa sangat memilukan di tubuhnya. Dia lupa, sebab sudah terlalu lama dia tidak merasakannya, lalu malam ini, ketika beberapa hari terlewati, ketika dia dan Arsal sudah benar-benar menyerah, saling meleraikan diri, mengaku kalah dengan keadaan, dia kembali merasakan sentuhan Arsal yang nyata.

                Arsal membalik tubuh perempuan yang kini berada tepat di depannya. Mata mereka bertemu, Arsal menatapnya lekat-lekat, dia ragu, tidak percaya bahwa apa yang sedang mereka tuju ini benar-benar akan terjadi. Maka dari itu, dari sorot mata Arsal, dia mempertanyakan sebuah kesungguhan dari perempuan yang juga sedang menatapnya.

                "Kamu yakin?" bisik Arsal tepat di telinganya, membuat nafasnya tiba-tiba terasa begitu berat.

                Fea mengangguk kaku, anggukannya pelan sekali. Apa yang dia setujui ini bahkan tidak bisa dia pikirkan sama sekali. Namun saat ini, tidak ada bagian dalam dirinya yang mencoba menentangnya. Tubuhnya, sepenuhnya juga menginginkan Arsal.

                Satu tangan Arsal terjulur ke depan, merengkuh pipi perempuan itu, dia menciumnya, mencium bibir Fea lagi, kali ini sudah tidak selambat yang tadi. Bibir itu bergerak dengan lembut, sesekali Arsal menghisapnya kala dia merasa begitu menginginkannya.

                Perempuan itu membalasnya, menggerakkan bibirnya sama seperti yang Arsal lakukan pada bibirnya. Matanya kini terpejam, menikmati betapa dia merindukan ciuman dari pria itu. Setiap gerakan di bibir mereka menjadi sebuah pertanda bahwa mereka memang sudah sangat merindukan.

                Arsal menatap Fea dalam, melihat perempuan itu untuk beberapa waktu dengan keheningan dan cahaya yang tidak seberapa dari ruangan itu. Dia mengambil satu langkah ke belakang, memberi jarak sedikit di antara mereka lalu dengan gerakan yang sangat pelan, tangannya menyentuh permukaan kaos yang digunakan Fea, mengangkatnya ke atas melewati kepala, hingga kini, perempuan itu hanya menyisahkan bra di tubuhnya.

                Arsal membuang kaos itu, membuatnya jatuh tergeletak tidak jauh dari kaki mereka. Lalu saat ini tangannya menyentuh kancing celana yang digunakan perempuan itu, dengan gerakan pelan, Arsal berhasil melepaskan kancing itu dari lubang, menarik turun resletingnya sebelum dia memindahkan tangannya ke samping, di kedua sisi pinggang perempuan itu.

                Arsal merendahkan tubuhnya, sedikit berjongkok untuk menarik turun celana jeans panjang yang melekat pada tubuh perempuan itu. Ketika sudah berhasil menurunkannya sampai betis, Fea membantu dengan mengangkat satu persatu kakinya agar Arsal bisa melepaskan sepenuhnya, menyingkirkan jeans itu membiarkannya menyatu dengan kaos yang tadi dia lepaskan lebih dulu.

                Saat kembali berdiri, Arsal dengan sengaja menggerakkan jarinya menyusuri bagian tubuh perempuan itu membuat Fea menahan diri untuk tidak melenguh. Hingga kini Arsal kembali menatap perempuan itu, sekali lagi dia meminta persetujuan. Dan melihat Fea yang mengangguk, maka untuk selanjutnya, dia tidak akan berhenti bahkan ketika nanti perempuan itu berubah pikiran.

                Arsal mendekatkan wajahnya, menyentuh pipi perempuan itu, menyingkirkan beberapa helai rambut yang menghalangi. Dengan kepala yang dia miringkan sedikit, Arsal mencium lehernya, menyembunyikan wajahnya di sana ketika Fea dengan sukarela menaikkan lehernya, memberi akses agar Arsal lebih leluasa di sana.

                Tangan Arsal beranjak naik, dia menyentuh leher itu lalu semakin turun hingga di tengah dada perempuan yang masih menggunakan branya. Dia berhenti di sana sebentar, mata mereka kembali bertemu. Untuk pertama kalinya, Arsal melakukan langkah sepelan ini, dia telah menghabiskan terlalu banyak waktu hanya untuk sampai di tahap ini, maka dia tidak ingin terburu-buru.

ODD LOVE IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang