04 - mon chéri

490 54 12
                                    

Halo semua pembaca

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Halo semua pembaca. Saat ini aku memberitahu untuk terus memberi dukungan pada cerita ini ya, kalau cuman mau jadi siders silahkan pergi aja. Aku gak butuh orang yang pelit dukungan disinii, terima kasih. 💖

Hear the song • need to know — Zandros, NateTaylorr.

Penilaian orang menjadi pertimbangan untuk timbulnya sebuah tanda tanya dalam benak Naleeya. Tiga hari berlalu sejak Zakiel mengatakan hal yang tak disangka, sungguh, nyatanya hal tersebut berpengaruh pada hari-hari Naleeya yang berbeda, jadi agak lebih berat. Dipikirkan lebih mendalam justru semakin membebani—seolah sistem syaraf otaknya mendadak tak berfungsi kala menyangkut hal tersebut.

Sejujurnya Naleeya bingung dengan situasi seperti ini, dia seperti berjalan ditempat—karena membuat keputusan untuk maju perlu berkali-kali lipat pemikiran yang matang, juga untuk melangkah mundur agaknya malah membuat masalah yang mungkin saja tak bisa dia selesaikan. Dari informasi yang didapat, Zakiel cukup ahli memberi konsekuensi pada target yang semestinya—biasanya adalah orang-orang yang merugikan dalam aspek apapun. Dan, jika Naleeya menjadi korban untuk mendapatkan konsekuensi itu, maka dirinya lebih baik tak salah mengambil tindakan.

Kepala Naleeya mendadak pening, diserang banyaknya kemungkinan serta berkelahinya logika baik dan buruk untuk membuat keputusan. Yang menjadi masalah utama adalah perasaan. Naleeya belum memiliki sepersen pun hal sama yang dirasakan Zakiel padanya, dia takut menyakiti hati cowok tersebut. Juga, keterikatan diantara mereka hanya sebatas penolong dan orang yang berhutang kebaikan.

“Elodie.” Panggilan berat itu mengejutkan Naleeya yang duduk diatas kasur. Sudah lama tak mendengar seseorang memanggilnya dengan nama tengah. Seorang dengan tubuh gagah mendatanginya, duduk disisi kasur dengan pandangan rumit. Naleeya menangkapnya, sebuah kerinduan yang terpancar jelas. Cowok itu memelas, kemudian setelah mendapat kesetujuan, dengan cepat dia menidurkan tubuhnya dalam pangkuan Naleeya, melingkari pinggang kecil itu dengan tangannya. Berikut sebuah gerakan kepala yang disengaja menggesekkan pada perut Naleeya, kode singkat agar perempuan itu segera mengusap-usap kepalanya. Senyum cerah hadir begitu tangan Naleeya memberikan apa yang dia mau, usapan lembut yang menenangkan, adalah bagian dari hal yang dia rindukan selama hampir satu semester berjauhan dengan perempuan tersebut.

Tangan besar itu terulur guna mengusap lembut sisi pipi Naleeya yang kian membulat, kala mendapat kesempatan cowok itu mencubit gemas sampai ditanggapi decakan sebal si pemilik. Dia terkekeh membalas, kembali mengusap pelan penuh sayang.

“Kenapa murung?” Sejak awal pintu terbuka, cowok itu menyaksikan Naleeya yang bergelut dengan pikirannya dalam kesunyian kamar. Ezhar, berdiri di pintu untuk beberapa menit sebelum akhirnya memutuskan untuk masuk dan membuyarkan lamunan Naleeya.

Naleeya menggeleng. “Nggak. Cuman pengen bengong aja.” Dia menunduk guna menatap wajah Ezhar, cowok itu bangkit dari posisinya dengan rasa tak rela, namun mengesampingkan hal tersebut dia sepenuhnya menatap wajah Naleeya, membingkainya dengan kedua tangan. Tak puasa hanya dengan mendengar jawaban seadanya dari perempuan tersebut.

mon chériTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang