16 - mon chéri

158 32 21
                                    

Keduanya sedang menyidang seorang gadis yang menatap mereka lugu. Segala nasihat, pengertian, serta ujaran kecemasan telah disuarakan pada sumbernya. Setelah absen kelas satu minggu dia mendapatkan tatapan menuntut serta kekhawatiran disaat yang sama.

Naleeya tersenyum kecil begitu Disha menampilkan wajah galak dan mulutnya tiada henti mencerca layaknya seorang Ibu memarahi anaknya yang nakal. “Lain waktu jangan keluar kelas sendirian, Nale. Senggaknya kalau nggak ada kita lo harus gabung sama siapapun yang bisa dipercaya, biar kejadian kayak gini nggak terulang lagi.”

Diam-diam Naleeya menghela napas lega. Mengangguk mengerti. Akhirnya Disha selesai menyidangnya. Usai sebelumnya bertindak paling heboh dengan memutar-mutar tubuhnya guna memastikan tiada luka parah yang tertinggal.

Kalula menatapnya dalam. Tak seperti Disha yang berkomentar ceplas-ceplos, Kalula justru hanya memperhatikannya sambil geleng-geleng. “Mereka gede nyali juga, udah tau lo ceweknya Zakiel tapi masih tetap disenggol.”

Perempuan itu menatap Naleeya dari ujung kepala sampai kaki. “Untung lo selamat.” tandasnya.

“Mending putus aja kalau gitu.”

Serentak, sorot mata tak percaya dan terkesan horor didapati Disha dari kedua temannya. Kalula dan Naleeya sejenak saling pandang, kembali menyoroti Disha dengan pandangan berbeda.

“Apa?” Disha balas menatap keduanya. Kemudian pusatnya mengarah pada Naleeya. “Nale, emang lo nggak ngerti situasi? Semenjak lo jadi ceweknya Zakiel lo dapat perundungan yang parah, udah gitu kritikan buat lo nggak ada habisnya.” ungkapnya.

“Maaf, kalau kasar. Tapi, kalau lo menjalin hubungan dan yang lo dapat cuman penilaian buruk, gue sebagai teman lo nggak terima itu. Daripada mereka makin koar-koar tentang lo, gimana kalau kalian udahan aja?”

“Disha, lo keterlaluan. Jangan mencampuri urusan orang lain. Lo punya batasan.” ujar Kalula.

Mengabaikan apa yang Kalula katakan. Disha menatap Naleeya yang terlihat terpengaruh. “Nale. Gue tau ini jahat. Tapi lo pasti nggak dengar orang-orang selama ini mandang lo seperti apa. Mereka ngehina lo, menyebarkan omongan kalau lo sebetulnya rela ngasih keperawanan supaya Zakiel luluh, begitu juga sama Ezhar. Lo rela buang harga diri biar bisa sama keduanya. Gue jelas nggak terima. Si setan tolol mana yang berani-beraninya nyebarin rumor buruk begitu buat lo?!” Disha berapi-api ketika menyampaikan sesuatu yang baru diketahui oleh Naleeya. Apa separah itu. Mengapa orang-orang tidak bisa berhenti merendahkannya.

“Disha! Bacot lo nggak guna, diem nggak!” Kalula menatap sengit.

Disha menghela napas, melipat kedua tangannya didepan dada. “Terserah ya lo mau nilai gue jahat atau nggak punya hati atau apapun itu. Tapi gue disini benar-benar nggak sudi orang-orang setengah setan itu ngomongin lo. Yah, kalau lo nggak mau udahan sama tuh bocah, terserah deh, itu keputusan lo.”

Naleeya bergeming. Otaknya serasa ribut mencuatkan segala persepsi orang-orang yang pernah dia dengar. Memang benar. Dia tidak bisa mengelak kalau setelah dia menjalani hubungan dengan Zakiel, orang-orang justru semakin berani untuk mengusiknya. Beberapa terang-terangan melontarkan cibiran pedas, sengaja mengajak bicara hanya untuk mengejek dirinya, lalu sebagian tak tanggung-tanggung bermain kasar guna memperingati dirinya yang perlu kesadaran diri karena telah berdiri disisi Zakiel, keturunan konglomerat yang diidamkan.

Kalula menepuk keras lengan atas Disha sampai temannya mengaduh sakit. Perempuan itu menampilkan pelototan garang pada Disha. Lantas, beralih pada Naleeya, mengusap punggung temannya dan mengatakan. “Pikiran dia emang kolot. Biarin aja, kalau lo emang udah sayang nggak usah dengerin kata orang, mereka kan nggak tau apa-apa.”

mon chériTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang