19 - mon chéri

88 23 1
                                    

Jam pulang berdering nyaring.

Tiga hari sudah berlalu. Selama itu pula Naleeya menjauhi Zakiel. Pada tiap kesempatan ketika mereka berpapasan, perempuan itu segera mengubah haluan, mencari cara supaya mereka tidak bertemu, benar-benar menjaga jarak. Hingga pada hari ini Zakiel tidak tahan lagi melihat perempuan tersebut terus menghindarinya, kesepakatan kala itu — ketika Naleeya meminta ruang sendiri selama masa tiga hari, bukan berarti Zakiel menerima jarak mereka semakin renggang, meski cowok itu berusaha untuk mendekati ada saja alasan dan cara Naleeya menolaknya.

Ezhar menjadi perantara yang dibutuhkan. Walau Zakiel enggan namun dia tidak menolak ketika cowok tersebut mengatakan akan membuat Naleeya berpikir lebih luas dan kembali menerimanya, meski tetap saja mendapat respon yang serupa. Sepertinya Naleeya benar-benar sedang tidak ingin di ganggu.

Tapi sekarang Zakiel tidak bisa menahan diri. Apapun penolakannya dia harus menggaet Naleeya kembali. Perempuan itu harus tahu betapa tersiksanya dia ketika mereka tidak bersentuhan selama tiga hari.

“Leeya.” Ketika dia memanggil perempuan itu sontak mempercepat langkah tanpa menoleh padanya, bersikap seolah tidak mendengar, membuta Zakiel mengembuskan napas kasar. Selalu seperti ini.

“Leeya!” Kali ini lebih keras, Zakiel gesit menyusul dan berhasil meraih pergelangan tangan Naleeya, menahan langkah perempuan tersebut. “Lo bikin rumit masalah. Kita harus bicara, udah selesai masa lo jauhin gue.”

Naleeya nampak menegang. Dia berbalik dengan wajah tak mengenakkan, suaranya masih sama lembut seperti biasa. Tetapi terselip penolak yang serupa seperti sebelumnya. “Aku udah bilang kan? Biarin aku sendiri dulu.” Perempuan itu menarik tangannya dan berhasil terlepas. Dia menatap wajah Zakiel sebelum akhirnya kembali melangkah.

Namun, kalau dipikir-pikir Naleeya terlalu meremehkan Zakiel. Mengira kalau dia berhasil mendominasi dan menaklukkan Zakiel. Padahal sama sekali tidak mempengaruhi apapun. Tidak memikirkan bagaimana pola pikir cowok tersebut akan selalu membuatnya terkejut.

“Aarash!”

Gerakan yang sama sekali tidak diprediksi oleh Naleeya. Baru beberapa langkah menjauh tubuhnya sudah terangkat dengan posisi terbalik, Zakiel mengangkatnya layaknya karung beras di satu pundak — dimana posisi kepala Naleeya berada di sekitaran pinggang Zakiel. Perempuan itu menjerit kaget, kedua tangannya melayang, tidak menemukan sesuatu yang pas untuk dipegang hingga terpaksa meremat seragam bawah Zakiel karena takut dijatuhkan tiba-tiba.

“Sialan! Lo pikir gue betah didiemin selama tiga hari?” Zakiel mana bisa belajar sabar. Cowok itu melangkah santai dengan Naleeya yang terus meminta di turunkan.

“Turunin aku!” protes kencang Naleeya.

“Terus apa? Lo mau kabur, em?” sahut Zakiel memperkuat cengkraman agar Naleeya tidak terjatuh, pada saat marah sekarang dia masih memikirkan keselamatan perempuan tersebut. “Mimpi aja Leeya.” lanjutnya menyeringai.

“Aarash, berhenti, turunin aku. Apa-apaan kamu gendong aku kayak gini, pusing, turunin!” Kedua kaki itu bergerak menendang udara. Membuat Zakiel sedikit kewalahan.

“Bawel.” Kritikan Zakiel dibarengi dengan satu perbuatan yang sukses membuat Naleeya terkejut dan memukul punggungnya.

“Aarash!”

Dia malah tertawa menanggapi. “Makanya diem, sayang.”

Naleeya tak berkutik lagi. Dia benar-benar menuruti ucapan Zakiel sebab perilaku yang barusan sangat membuatnya malu. Sangat malah, jika bisa dia ingin menghilang saja dari hadapan Zakiel saat ini — karena cowok itu menepuk bokongnya cukup keras, hal tidak pernah dia terima dari siapapun. Kepalanya pusing, posisi seperti ini baru pertama kali Naleeya rasakan, dia bisa melihat kaki Zakiel terus melangkah, aliran darah memenuhi isi kepalanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: a day ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

mon chériTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang