13 - mon chéri

124 22 5
                                    

Naleeya tersenyum sopan ketika sejumlah murid menyapa. Langkahnya membawa diri ke sebuah ruangan yang dia yakini sedang disinggahi orang yang dia cari. Petra bilang Zakiel mungkin ada disana, maka Naleeya hendak memeriksa dan membahas satu hal pada cowok tersebut.

Papan pertanda tertulis ruang musik. Naleeya masuk dan disambut dinginnya suhu. Ada seseorang yang duduk sambil memangku gitar dengan petikan senar mengalunkan nada acak.

Sebetulnya, Naleeya masih tidak menduga bahwa mereka akan bersama setelah pertemuan tidak terduga kala itu. Kendati banyak cibiran dan kritik yang ditunjukkan padanya, seperti kata Ezhar bahwa cinta tidak harus disetarakan oleh derajat, maka dengan penuh keyakinan dan perasaan yang sama, Naleeya menerima situasi sekarang. Dia telah menjadi kekasih hati si idaman para gadis.

“Aarash.”

Berbalik badan. Zakiel tersenyum begitu menemukan kehadiran seseorang yang sempat membayangi. Cowok itu meletakkan gitar di tempatnya semula. Masih mempertahankan senyum tampan, apalagi saat Naleeya perlahan mendekati, merekahlah pesona yang dia sembunyikan dari orang-orang.

Naleeya berdiri didepan Zakiel, menatap manik mata tajam yang memancarkan kehangatan. “Aku dengar kamu pukulin Bagas kelas dua belas sosial, kenapa?”

“Kemari, Leeya.” Zakiel menepuk sisi di sebelahnya yang kosong. Kemudian ketika perempuan itu menuruti ucapannya untuk duduk di samping, kedua tangan Naleeya segera di raih Zakiel, diberikan kecupan singkat dan hangat. Ibu jarinya mengelus lembut sambil memandangi wajah Naleeya tanpa bosan.

“Aarash—”

“Pancake yang lo bikin tadi gue abisin.” sela Zakiel. Mengabaikan apa yang sebelumnya ditanyakan perempuan tersebut.

Naleeya menghela napas karena cowok itu sepertinya sengaja memotong kalimatnya. Dia bisa menangkap kedipan nakal dari Zakiel.

“Aarash, kalau ada masalah, memang nggak bisa dibicarakan baik-baik?” Naleeya tahu kalau Zakiel mencoba mengalihkan perhatiannya dengan bertingkah manja tak seperti biasanya. Tiada henti mengecup lengannya sampai setelahnya Naleeya berujar tegas meminta penjelasan.

Sebelum datang kemari. Naleeya diberitahukan bahwa Zakiel telah memukuli seorang siswa kelas sosial seangkatan dengan mereka untuk sebuah alasan yang masih simpang-siur. Nejiro yang melaporkan. Ketika Nejiro sampai di lokasi, dia bilang Zakiel telah memberikan sejumlah tinjuan pada siswa tersebut, keributan itu terjadi tanpa ada yang mau mencegahnya. Nejiro sampai kewalahan ketika bertindak menahan Zakiel yang ingin kembali menyerang. Nejiro tidak ada sejak awal, itu sebabnya dia tidak mengetahui alasan apa yang memicu tindakan kasar Zakiel terhadap siswa tersebut.

Sementara Zakiel bergeming. Dia ragu untuk mengatakan sejujurnya pada Naleeya. Tidak merasa menyesal telah membuat wajah siswa tersebut lebam dan terluka di sudut bibir, bahkan dia merasa kurang memberi peringatan karena Nejiro lebih dulu menyadarkan. Siswa itu memang pantas mendapatkannya. Zakiel menghela napas panjang, dia menatap tepat di dua titik biru milik Naleeya dengan intens. Naleeya masih menunggu jawabannya, menekan Zakiel untuk tidak menyembunyikan apapun.

Helaan napas gusar. “Dia bilang badan lo bikin dia napsu.” ungkap Zakiel. Ragu-ragu melanjutkan ketika dia melihat respon Naleeya yang hanya terdiam. “Gue nggak suka lawan pake mulut, jadi gue tinju bibirnya biar diem.” Ketika Zakiel mengingat kejadian sebelumnya, dia menggeram marah. Apalagi ketika ucapan siswa tersebut terngiang-ngiang dan hampir membuatnya bertindak lebih kejam.

Zakiel mengusap sisi wajah Naleeya, menyakinkan sepenuh hati. Sorot matanya menampilkan pancaran kasih sayang yang utuh. “Leeya, kalau ada penilaian buruk tentang lo gue nggak bisa diem aja, nggak bisa juga dibicarain baik-baik kalau orang itu modelan kayak Bagas.”

mon chériTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang