|12| Senasib tapi Beda

1.5K 159 1
                                    

Sekitar kurang lebih empat jam, dokter pun keluar dengan brankar Adel didorong oleh beberapa suster. Membawa sang gadis bertubuh mungil, wajahnya pucat pasi dengan mata yang terpejam. Mereka mengikuti brankar Adel dan mulai memasuki ruang rawatnya. Dapat dilihat raut wajah dokter terlihat tidak mengenakan.

"Bagaimana kondisi pasien?" tanya Aran.

"Mohon maaf kalau kami melakukan tindakan tanpa meminta persetujuan dulu dari kalian. Karena ini sangat darurat jadi kami memutuskan untuk melakukan kemoterapi tahap pertama. Sekarang tinggal menunggu pasien sadar," ucap dokter menjelaskan.

"Gapapa Nan, jauh lebih baik kalau segera dilakukan. Oh ya untuk efek sampingnya?" ucap Anin memperhatikan Sean dan Ferrel yang memandangi gadis yang sedang tidur.

"Tergantung kondisi tubuh pasien masing-masing. Ada yang mual sampai muntah, kejang, kepala pusing, bahkan sampai demam. Untuk nona Adel belum bisa diketahui, karena ini kemo pertamanya," jelas sang dokter Keenan. "Saya pamit dulu, mau periksa pasien yang lain. Kalau ada apa-apa tinggal pencet tombol disamping brankar," ucapnya lagi.

Saat ini hanya Ferrel yang menemani Adel, sedangkan yang lain ada di ruangan sebelah untuk mengerjakan pekerjaan masing-masing. Ferrel memandang lekat wajah sahabatnya yang sedang meringis menahan sakit.

"Astaga Adel lo kenapa?" ucap Ferrel panik melihat tubuh Adel yang mulai bergetar hebat dan menggigil.

"Mama! Papa! Abang! Kakak! Sini cepat Adel badannya panas!" teriak Ferrel kembali sambil menempelkan punggung tangannya ke dahi Adel.

Chika, Aran, Sean dan Anin yang sedang memangku laptop masing-masing sambil mengerjakan pekerjaan. Dikagetkan dengan teriakan Ferrel dan langsung berlari meninggalkan laptop yang masih menyala.

"Cepat panggil dokter," ujar Chika dan Aran langsung berlari kearah luar.

"Sa-kitt.." ucap Adel dengan tangan yang mencengkram sprei tempat tidur dengan mata yang masih terpejam.

"Hueeekkkk..."

Dengan sigap Anin mengambil baskom stainless yang berada dibawah brankar, sedangkan Chika mengurut pelan pundak Adel.

"Hueekkkkk..."

Tanpa terasa air mata Ferrel jatuh, dengan cepat ia menghapusnya dengan punggung tangannya. Pintu ruangan Adel terbuka akibat dorongan seseorang.

"Adel..." ucap dokter Keenan yang berjalan sedikit berlari diikuti beberapa suster dibelakangnya.

"Dok, badan Adel panas banget," ujar Ferrel sambil menitikkan air matanya. Lagi dan lagi dia terlihat cengeng.

"Saya periksa dulu," ucap Keenan. Selaku dokter khusus yang menangani Adel dari kemarin. Diperintah secara khusus oleh Anin sang sahabat, dia rela jauh-jauh dari Amerika untuk membantu proses penyembuhan calon adek iparnya. Katanya sih gitu.

Anin dan Chika mundur perlahan tetapi masih dapat melihat keadaan Adel. Dengan sigap Keenan dan beberapa suster menangani Adel, cairan obat mulai disuntik ke tubuhnya melalui selang infus. Sedikit demi sedikit Adel mulai tenang. Hanya ada rintisan kecil dari mulutnya karena merasakan sakit di beberapa bagian tubuhnya.

"Penurun panas udah saya suntikan ke Adel, juga obat pereda mual dan sakit, ini efek kemo yang Adel jalani, tetap beri semangat ke dia, saya yakin Adel bisa melewatinya," ucap Keenan yang berhadapan dengan Anin sambil menepuk pundaknya.

"Kompres aja kepalanya, jangan biarkan Adel sendiri, kemungkinan mual dan muntah-muntah akan dialaminya kembali dan biarkan dia istirahat," ucap Keenan kembali dan diangguki oleh Anin dan Chika.

"Saya permisi dulu, kalau ada apa-apa segera panggil tinggal pencet tombolnya," ucap Keenan tersenyum.

"Maaf dok, tadi saya panik dan makasih sebelumnya," jawab Aran sambil mengantar dokter Keenan ke depan pintu.

Waktu menunjukkan pukul 8 pagi, Chika dan Anin masih tidur. Sebab mereka berdua mengurus Adel yang kembali muntah terus menerus dari jam 12 malam sampai 3 pagi. Dan baru bisa tidur tenang dari pukul 4 subuh. Para laki-laki membiarkan mereka tanpa mau mengganggu.

"Sean, saya sudah mengurus semuanya. Tinggal kamu bagaimana membujuk adekmu," ucap Aran menepuk bahunya pelan. "Kalian disini aja saya mau beli makan dulu," lanjutnya.

Ferrel menatap Sean yang duduk disampingnya. "Papa tadi ngomong apa sama abang?" tanyanya.

Yang ditanya hanya melamun, berperang dengan pikirannya. Sedang mempertimbangkan perkataan om Aran tadi ada benarnya. Ferrel yang dicuekin tidak jadi bertanya lebih lanjut. Dia memilih untuk diam saja.

Hingga waktu menunjukkan pukul 9.00 pagi. Suster sibuk mengelap badan Adel dibantu dengan Chika dan Anin. Mereka menggantikan baju dan suster membawakan sarapan untuknya. Harusnya sudah tadi, tetapi karena si suster mendengar Adel baru tidur jam sekian. Jadinya suster menunda dan baru bisa sekarang.

Setengah jam berlalu, pintu ruangan Adel terbuka karena didorong oleh seseorang.
"Hallo Del..." ucapnya yang baru masuk dengan menggunakan pakaian rumah sakit.

"Kamu siapa?" tanya Anin bingung. Pasalnya tidak ada cwo lain selain Ferrel yang dia tau.

"Floran, temannya Adel. Kita memang jarang terlihat bareng. Ya seperti yang kakak lihat, hidupku hanya dihabiskan di rumah sakit," ucapnya tersenyum getir.

Floran teman sekolah Adel dan Ferrel. Mereka bertiga seangkatan dan berteman baik. Tidak ada yang tau jika kedua cwo itu menyukai gadis yang sama. Tetapi Adel lebih sering bersama Ferrel ketimbang dengan Floran karena dia sering izin tidak masuk sekolah.

"Pantesan udah nggak kelihatan di sekolah. Dari kapan dirawat, kok gak ngabarin sih Flo?" tanya Adel.

"Hampir satu bulan disini, ya gitulah Del. Jantungku makin kesini makin parah," jawab Floran duduk di sofa.

"Udah coba cari donor jantung yang cocok?" tanya Anin prihatin dengan kondisi cwo didepannya.

"Dari kecil kak, tinggal nunggu dipanggil aja," balas Floran ngelantur.

"Gak boleh ngomong kayak gitu," ucap Adel dan Anin bersamaan.

"Ohh yaudah, kalian ngobrol aja tolong jagain Adel ya, awas jangan macem-macem, kakak mau mandi dulu gerah banget," ucap Anin meledek keduanya dan dibalas acungan jempol dari Floran.

"Udah sarapan?"

"Baru selesai."

"Tumben cuma berdua sama kak, siapa namanya?" ucap Floran menggaruk kepalanya, tadi lupa nanya. "Yang aku tau nih ya, dimana ada Adel pasti ada Ferrel juga. Kemana tuh anak?" lanjutnya beralih duduk disamping brankar Adel.

"Calon kakak iparku namanya kak Anin. Bang Sean, Ferrel, om Aran, tante Chika tadi katanya mau keluar sebentar ngurus sesuatu," jawab Adel.

"Abang pertama kamu udah sadar," ucap Floran yang memang tau kondisi keluarganya.

"Mungkin, tapi aku belum bisa percaya sepenuhnya. Aku takut kalau dia cuma ngerasa kasihan aja," ucap Adel sendu.

Floran mengusap kepala Adel lembut. "Udah gak usah sedih-sedih. Geseran dikitlah Del aku pegel duduk," ucapnya.

"Nggak bisa Flo, pinggang kebawah gak berasa sama gak bisa digerakin.."

"Aku angkat ya..."

"Emang kuat, jantung kamu gapapa?"

"Aman, kamu kayak lidi gini masa gak kuat." Setelah Floran menggeser tubuh Adel. Perlahan Floran mulai menaiki brankarnya dan tiduran disampingnya.

TBC.

Jangan lupa vote dan komen
See you next chapter!

TAKDIR?! | END✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang