|5| Kekhawatiran Sean

2.1K 221 29
                                    

Lanjut lagi nih. Selamat Membaca!
|

|

|

|

Percepat, hari ini Olimpiade itu diadakan. Pagi-pagi sekali Adel sudah siap dengan seragam sekolahnya. Senyumnya mengembang, berjalan menuju dapur dengan riang. Dirinya telah mempersiapkan semuanya dengan sangat matang dan berharap memperoleh hasil yang memuaskan.

Tingkahnya pagi ini diperhatikan oleh keluarganya. Mereka menatap aneh anak itu. Berbeda dengan Sean yang tersenyum tipis. Namun tidak ada yang menyadarinya.

"Pagi non, udah siap untuk hari ini," ucap bibi senyum. Ia tau bahwa hari ini akan ada Olimpiade, karna Adel selalu cerita dengannya.

"Pasti, do'ain ya bi," ucap Adel menyantap nasgornya.

"Astaghfirullah non mimisan," pekik bibi sampai terdengar ke meja makan.

Sean melirik sedikit ke arah dapur. Tiba-tiba rasa khawatir hinggap di hatinya. Pikirannya berputar pada saat dirinya ada di kamar adiknya. Berarti bekas merah di tisu itu, bekas Adel mimisan. Dia menggeleng cepat kembali berfikir positif.

Bibi langsung membersihkan hidungnya. Menyuruhnya agar sedikit mendongak ke atas, supaya darahnya tidak keluar lagi. Raut wajah bibinya berubah khawatir, sedangkan sang empu seperti sudah pasrah dan biasa saja.

"Adel berangkat ya bi, Ferrel udah nunggu di depan," pamitnya lalu berlari kecil ke depan.

Baru keluar rumah, dirinya sudah disambut dengan senyuman Pratama Family. Adel mendekat menubruk tubuh Chika untuk dia peluk. Akhir-akhir ini Adel sering manja manja ke mama dan papanya Ferrel.

Dari arah pintu, ada Sean yang sedang memperhatikan mereka. Dia berjalan menghampiri mereka semua dengan wajah datarnya.

"Del, abang pertama lo nyamperin tuh," ujar Ferrel.

Adel langsung menghadap ke belakang. Nyatanya Sean sudah ada dihadapannya. Dia memberikan uang warna merah beberapa lembar dan ditaruhnya di seragam adiknya. Sean juga mengacak rambutnya dan mengecup singkat kening adiknya. Tidak sampai disitu aja, Sean mendekat ke telinganya dan membisikkan kata semangat. Setelah itu Sean masuk ke mobilnya untuk pergi ke kantor.

Perlakuan dari abang pertamanya membuat Adel mematung. Baru kali ini Sean peduli padanya. Biasanya dia acuh dan mengabaikan dirinya. Apa abangnya ini sudah sadar atau hanya kasihan padanya, itu yang sedang dirinya pikirkan.

"Del ayo berangkat," ujar Ferrel menyentuh Adel agar tersadar dari lamunannya. "Ah iya ayo," ucapnya lalu masuk ke mobil dan berangkat.

"Eh Rel itu tadi beneran abangku," kata Adel masih memproses kejadian tadi.

Ferrel terkekeh. "Ya iya lah, siapa lagi kalo bukan abang lo"

"Ya iya, tapi aneh aja.. Lo denger gak dia tadi ngomong apa?" tanya Adel menatap ke samping.

"Denger banget, dia nyemangatin lo. Apa sebenarnya bang Sean diam-diam ngikutin kegiatan kita diluar," ujar Ferrel jadi ikutan mikirin hal itu.

"Kalo iya kenapa gak mau nunjukin langsung," kata Adel bingung.

"Gengsi kali atau jangan-jangan uang yang selama ini dikasih sama bibi itu uang dari bang Sean," ucap Ferrel menerka-nerka.

"Heh kalian berdua, mending belajar mumpung masih ada waktu. Itu kan bisa dipikirin nanti, fokus aja sama lombanya," ujar Aran yang sedang menyetir. Dia dan Chika hanya menyimak obrolan keduanya.

Skip Olimpiade...

Persaingan cukup ketat untuk perlombaan kali ini. Sebagai penentuan terakhir, ada tambahan soal yang masih dibuatkan secara mendadak. Karena ada 2 sekolah yang nilainya seri.

Mereka sedang meregangkan otot-otot yang kaku, sembari menunggu soal jadi. Adel dari tadi sudah menahan rasa sakit di kepalanya. Sejak pertengahan soal tadi dirinya udah mulai enggak fokus tapi masih bisa ia tahan.

Ferrel sudah mulai khawatir dengan Adel yang dari tadi terus memegang kepalanya. Apalagi wajahnya juga sangat pucat. "Del lo masih kuat kan?" tanyanya.

Adel mengangguk lemah. "Lo minum dulu," ucap Ferrel menyerahkan botol air minum padanya. Setelah itu, Adel menatap foto bundanya yang dia bawa. "B-bunda s-sakit.." ringisnya dalam hati.

"Okey, semuanya sudah siap. Saya akan bacakan soal terakhir, jadi dengarkan dengan baik karena tidak ada pengulangan," ucap moderator.

"Sebuah partikel bergerak dari kondisi diam pada gerak lurus. Persamaan geraknya dinyatakan sebagai x = t3-2t2+3, x dalam meter dan t dalam sekon. Kecepatan partikel pada t = 5 sekon adalah..."

Dari masing-masing sekolah sedang mengerjakan soal terakhir. SMA Angkasa terlalu terburu-buru, memencet tombol duluan tapi jawabannya selalu salah dan kesempatan menjawab sudah habis. Kini tinggal SMA Lentera Bangsa, mereka yang menonton harap-harap cemas. Waktu semakin menipis tapi mereka belum selesai.

"R-rel ini j-jawaban gue," ucap Adel terbata.

Ferrel melihat kertasnya, hasil akhir mereka berbeda. "Jawaban kita berbeda," ucapnya bingung.

"G-gue percaya sama lo," ucap Adel lemah, bahkan dia menidurkan kepalanya di meja.

Jujur Ferrel bimbang, harus jawaban siapa yang dia lontarkan sebagai penentuan. Ia menatap Adel yang semakin melemah. Adel menggenggam tangan Ferrel dengan senyuman, meyakinkannya bahwa jawabannya lah yang benar.

Tet...

"Ya SMA Lentera Bangsa apa jawabannya?..."

"55 m/s"

"Yap benar sekali.. Selamat untuk SMA Lentera Bangsa kalian lah pemenangnya, berikan mereka tepuk tangan..." ucap moderator.

Gedung itu riuh tepuk tangan dan banyak ucapan selamat untuk keduanya. Ditengah keberhasilan mereka, Adel jatuh pingsan dengan hidung yang mengeluarkan darah. Ferrel yang menahan tubuhnya langsung menepuk pipi Adel namun tidak ada respon darinya.

"SIAPAPUN TOLONG!!"

Ferrel menggendong Adel berlari keluar. Aran dan Chika yang melihat menyusul dan membawanya ke mobil untuk dilarikan ke rumah sakit terdekat. Kepsek dan beberapa guru sekolah kami pun ikut, karena mereka lah yang bertanggung jawab. Sementara sisanya masih tetap di acara tersebut.

Adel masuk ruang UGD, perasaan mereka campur aduk. Dari tadi dokter belum keluar juga, mereka semakin cemas dan panik. Takut terjadi sesuatu yang serius padanya.

Ceklek...

"Keluarga pasien..."

"Tidak ada dok, kami hanya tetangganya," jawab Aran.

"Saya abangnya..." ucap Sean berlari mendekat. Tadi dia mendapat kabar dari sekertaris, bahwa adiknya mimisan dan jatuh pingsan. Lalu dibawa ke rumah sakit terdekat. Ia yang ada di kantor langsung meninggalkan pekerjaannya.

"Mari ikut ke ruangan saya, ada hal penting yang ingin saya sampaikan," ucap dokter itu.

"Sean, apa kami boleh ikut?" tanya Chika dan dibalas anggukan saja. Kepsek dan guru hanya menunggu di luar UGD.

Di ruangan itu, mereka dipersilahkan untuk duduk berhadapan dengan sang dokter.

"Apa yang terjadi dengan adik saya dok?" tanya Sean khawatir, tapi tidak terlalu diperlihatkan.

"Jadi adik anda..."

TBC.

Jadi pengen bikin WP GreDel, domnya Gracia..
Gimana menurut kalian?

Jangan lupa vote dan komen
See you next chapter!

TAKDIR?! | END✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang