|7| Harusnya Aku!

1.8K 211 12
                                    

Lanjut nih. Selamat Membaca!
|

|

|

|

"R-rel.."

"Bentar gue ambilin minum," ucap Ferrel membantu Adel minum agar tenggorokannya tidak kering.

"Kok gue bisa ada disini?" ucap Adel bingung.

"Lo pingsan ya tadi," balas Ferrel.

"Terus kapan boleh pulang males banget disini," katanya sembari melihat ruangan yang serba putih. Tempat yang sangat dirinya benci.

"Kamu harus dirawat kurang lebih 2 harian," ujar Sean mendekati adiknya.

"Hah! E-emang sakit apa?" ucapnya kaget, kenapa ada abangnya disini, itulah yang ada di benaknya.

Sean udah ada di dekatnya, Ferrel yang ingin duduk di sofa karena ingin memberikan ruang untuk keduanya agar bisa bicara dari hati ke hati. Tetapi tangannya ditahan, Adel menggeleng tanda tidak mau ditinggal. Ferrel mengusap kepalanya lembut.

"Gue gak kemana-mana, gue cuma mau pindah ke sofa. Kalian ngobrol aja berdua," ucap Ferrel tapi tetap dicekal olehnya.

"Disini aja," pintanya.

Ferrel bimbang, dia gak mau mengganggu waktu mereka berdua, tapi gimana dengan Adel yang terus menarik tangannya agar duduk kembali. Kelihatannya Sean juga ingin menyampaikan sesuatu sangat terlihat jelas dari sorot matanya.

"Gue akan lihatin dari sofa, tenang aja kalo lo diapa-apain sama abang lo, biar nanti papa gue yang smackdown," ucap Ferrel diakhiri candaan.

"Papa diem aja dari tadi.." ucap Aran yang mendengar.

"Papa gue sama abang lo tuh badannya keker jadi seimbanglah. Kalo lawan gue yang ada tulang-tulang gue patah semua," ucap Ferrel, memperagakan saat dirinya meleyot.

"Ya jelas dong, papa kan harus lindungi mama dari segala hal jadi harus punya badan yang bagus. Lihat nih papa punya jurus andalan," sombongnya memperagakan beberapa jurus yang dia kuasai. Tiba-tiba...

Kreekkk!

Aran langsung berlari ke kamar mandi karena celananya robek. Mereka semua menertawakannya, tapi mereka malah terfokus ke Adel yang tertawa dengan sangat lepasnya. Rasanya sudah lama tidak melihatnya selepas ini, seketika beban yang dia pikul hilang sejenak. Senyum terukir dibibir mereka, Aran yang di kamar mandi pun ikut tersenyum. Setelah istrinya memberikan celana ganti, barulah ia keluar dan bergabung dengan yang lain.

"Duh capek, itu tadi lucu banget.." ucap Adel memegangi perutnya yang keram.

"Abang aku laper mau makan tapi suapin ya," ucapnya entah sadar atau tidak.

"Iya." Sean tersenyum lalu mengambil makanan dari rumah sakit dan membantu adiknya duduk. Dengan telaten menyuapinya, meski adiknya ini gak bisa diam. Celotehannya mengingatkan pada saat keluarga kami masih utuh. Waktu itu bunda dengan sabar mendengar sembari menyuapi Adel dengan berbagai ceritanya.

Usai makan Adel tiduran lagi. Sean menggenggam tangan adiknya lalu ia kecup. Sudah sangat lama dirinya tak melihatnya sedekat ini. Helaan nafas panjang itu sangat membuat hati Adel sakit.

"Jadi aku sakit apa?"

"Kamu kena tumor otak stadium 2," jawab Sean dengan sekali tarikan nafas.

"Oh, berapa lama aku bisa bertahan?" Mereka semua seakan gak suka dengan kalimat barusan.

"Apa sih Del, lo masih bisa sembuh," marah Ferrel.

"Mau sama bunda," lirihnya.

"Tolong jangan pergi dulu, mulai saat ini abang janji akan berusaha buat jagain kamu. Kasih kesempatan buat abang perbaiki semuanya. Kamu mau kan?" ujar Sean dengan penuh harap. Adel sendiri cuma menatapnya tanpa mau menjawab. Terpancar ketulusan namun dirinya juga masih ragu.

"Abang bakalan buktiin agar kamu percaya," ucapnya lagi tersenyum sambil memandangi adiknya.

o0o

Tadinya cuma dirawat 2 hari. Sayangnya di saat ingin dibawa pulang, kondisinya menurun. Jadinya sampai seminggu lamanya terus terbaring di rumah sakit. Sean dan Ferrel bergantian menjaga Adel, terkadang kekasih abangnya atau orang tua dari sahabatnya lah yang menemani.

Hingga tiba hari inilah, dimana dia akan keluar dari rumah sakit. Adel sendiri sudah sangat tidak sabar. Mereka sedang menunggu dokter untuk melepas infusnya serta mengingatkan jadwal kemoterapi.

"Kak lama banget sih?" ujar Adel pada kekasih abangnya. Sejak saat itu dirinya malah lebih dekat dengannya.

"Sabar dulu, bentar lagi juga kesini. Emang mau kemana sih setelah pulang?" tanyanya.

"Ya mau ketemu bundalah, kakak pikir aku mau kemana?" ucap Adel balik nanya.

"Kemana kek, jalan-jalan atau kemana gitu," balasnya, dirinya berusaha mengorek kehidupan calon adik iparnya.

"Mana boleh sih kak. Adel di rumah aja salah apalagi pergi main. Belum lagi selama seminggu ini disini, entahlah apa aku nanti masih bisa bernafas setelah pulang dari sini," ucap Adel menatap langit-langit ruang rawat.

"Nanti biar kakak yang bantu ngomong," katanya.

"Enggak usah kak, aku gak mau ngerepotin kakak. Aku cuma gak mau kakak dapat imbasnya karna mau bela anak pembawa sial sepertiku. Nanti malah hubungan kakak sama abang yang gak baik-baik aja. Cukup aku aja yang ngerasain kalian jangan," ucap Adel setenang mungkin. Agar mereka tidak mengasihaninya.

"Kamu bukan anak pembawa sial sayang. Semuanya itu sama, jangan berpikiran seperti itu," ucapnya.

"Nyatanya memang Adel anak pembawa sial, yang dikatakan bang Cio itu benar. Adel selalu berandai-andai, kalo saja waktu itu akulah yang berada di posisi bunda, pasti mereka akan lebih bahagia. Harusnya aku aja yang mati waktu itu"

"Dek stop ngomong kayak gitu, abang gak suka," ucap Sean sendu.

"Bahkan abang juga pernah bilang seperti itu. Adel hanyalah beban keluarga, Adel pembunuh, Adel pembawa sial. Apakah aku seburuk itu di mata kalian? Apa perlu aku mati dulu baru kalian akan merasa tenang?" ucap Adel pertahanannya runtuh juga. Ia menangis dengan hebatnya, membuat mereka yang berada di ruang itu ikut merasakan sakit yang gadis itu rasakan. Dokter dan suster yang ingin melepas infus pun tidak jadi. Ikut mendengarkan dan merasakan sakitnya.

Ferrel langsung merengkuh tubuhnya dan membawanya kedalam dekapannya. Biarkan dia mengeluarkan semua yang dipendam. Tak apa jika bajunya basah, asalkan Adel lebih tenang dari sebelumnya. Ia sangat rela dari pada dia terus menerus memendamnya sendirian.

"Udah jauh lebih tenang?" tanya Ferrel dibalas anggukan. "Tuh dokternya mau lepas infus. Ini ingusnya tolong dikondisikan," ucapnya terkekeh.

"Lo deketan sini deh," ucap Adel menarik kaos sahabatnya. "Sroooootttt..."

"Ihh jorok banget sih lo," protesnya.

"Jadi lo gak ikhlas?" ucap Adel menaikkan alisnya. "Masa buat tuan putri gak ikhlas sih, nih gue lepas ya.." ucapnya beneran melepas kaos miliknya.

"Gak usah dilepas juga kali, perut lo kagak sixpack. Apa yang mau lo pamerin?"

"Oh lo sukanya yang sixpack. Oke, gue akan olah tubuh demi lo"

"Lo gini aja udah cakep kok Rel, tapi jangan kepedean dulu. Gue harap gak ada rasa antara kita, menurut gue sahabatan udah cukup," ucap Adel dan itu tentu melukai hati Ferrel yang tadinya udah sempat berbunga-bunga. Ternyata ekspektasinya terlalu ketinggian.

TBC.

Bikin saluran gak sih, biar kalian pada tau aku mau update yang mana...
Atau kalian mau minta yang mana dulu yang mau di update, nanti aku bikin sesuai request...

Diskusi dulu buat nama salurannya?...

Jangan lupa vote dan komen
See you next chapter!

TAKDIR?! | END✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang