|26| Pulang ke Indonesia

1.2K 151 2
                                    

Selamat Membaca!
.
.
.
.
.

1 bulan kemudian...

Di suatu rumah sakit terbaik di Singapura, seorang pasien terbangun dari tidurnya setelah menjalani kemoterapi yang ketiga. Matanya perlahan terbuka, namun tak seorang pun ada di sisinya. Kamar sunyi senyap, hanya suara detak jantungnya yang bergema di ruangan. Dimana perginya oma, opa, dan Ferrel?

"Huft udah sejauh ini tapi gak ada perubahan sama sekali," keluhnya. Adel meraih hpnya di nakas dan menghubungi seseorang.

"Halo, bagaimana keadaannya disana?" tanya Adel pada orang disebrang telepon.

"Kondisinya semakin memburuk, kakak masih terus coba buat bujuk dia," balasnya.

"Ya udah, besok biar aku yang pulang," ucap Adel.

"Tapi kamu baru selesai kemo, apa nggak sebaiknya biarin tubuh kamu pulih dulu," balas orang disebrang sana yang suaranya terdengar khawatir.

"Aku bisa kok kak, tolong jemput besok ya dan langsung ke rumah sakit aja," ucap Adel.

"Terserah kamu lah," pasrahnya lalu mematikan telepon sepihak.

"Lah dimatiin, gue belum selesai ngomong," keluh Adel menaruh kembali hpnya.
.
.
.
Rumah yang dulunya dipenuhi dengan teriakan, rintihan, dan amarah, kini perlahan mulai menemukan ketenangan. Kenzie yang dulu selalu melawan takdir, kini telah belajar mencoba mengikhlaskan. Namun, meski suasana rumah telah membaik, suara aneh yang pernah menghantui dirinya masih terus bergema di dalam benaknya.

Sekarang, tinggal menunggu Adel pulang dari luar negeri. Keluarga mereka akan lengkap kembali, meski tanpa sosok bunda di tengah-tengah mereka. Kehangatan dan keceriaan dalam keluarga sebentar lagi akan tercipta.

Setelah kejadian tak terduga di rumah pohon, hubungan Christy dan Keenan semakin dekat. Keenan yang dulunya hanya menganggap Christy sebagai salah satu pasiennya, kini malah seringkali mengantar jemput Christy saat berangkat atau pulang sekolah. Keduanya jadi semakin sering pergi kemana-mana berdua, menghabiskan waktu bersama untuk bercanda, berbagi cerita, dan saling memahami.

Mengenai hubungan Christy dan Zico sang mantan, semenjak pertemuan terakhir di hotel itu, Zico tidak pernah lagi terlihat di sekitar sekolah. Keberadaannya seakan lenyap begitu saja. Kedepannya, Christy berharap tidak akan pernah bertemu dengannya lagi.
.
.
.
Pagi-pagi sekali Christy telah dijemput oleh Keenan untuk menghabiskan weekend bersama.

"Kita beli sarapan dulu ya," ujar Keenan melirik samping kemudi.

"Iya aku juga udah laper," balasnya sambil mengusap perutnya yang masih rata.

Keenan tersenyum, "Baby sabar dulu ya, ini kita juga lagi cari makan. Kamu mau makan apa?" tanyanya pada Christy yang sedang tersipu malu.

"Aku mau yang berkuah," jawabnya.

Keenan mengangguk. Mobilnya menepi di sebuah rumah makan sederhana yang terkesan ramah. Dengan cepat, ia turun dan membukakan pintu untuk Christy, membantunya turun juga. Sudah menjadi hal yang wajib untuknya, memastikan gadis itu selamat dan aman. Sebuah kebiasaan yang telah tertanam dalam dirinya, sebuah janji yang tak terucapkan untuk selalu melindunginya.

"Nggak papa kan, kalo makan disini?" tanya Keenan sedikit ragu.

"Iya, penting makan yang berkuah," balas Christy matanya berbinar melihat banyak lauk yang terpajang di etalase.

"Pilih deh mau pake lauk apa aja," ucap Keenan tersenyum.

"Aku mau semuanya, boleh ya ya ya..pleaseee," ucap Christy dengan nada dibuat-buat.

Keenan mengangguk, "Bu, sotonya 2 sama nanti semua lauknya ditaruh piring terpisah ya."

"Iya mas. Mbaknya lagi ngidam ya tapi kelihatannya kayak masih sekolah gitu atau malah hamil diluar nikah," ucap si penjual. Christy langsung terdiam.

Keenan langsung ambil suara, ia tidak mau sampai gadis itu kepikiran. "Ibu ucapannya tolong dijaga ya, ini istri saya, kami memang nikah muda. Kalau gitu kami tidak jadi makan disini, ayo sayang."

Keenan segera menarik tangan Christy kembali ke mobil. Sepanjang perjalanan mencari rumah makan, gadis itu hanya terdiam. Saat mobil berhenti di sebuah taman rekreasi, Keenan melirik ke arahnya, menyadari bahwa Christy hanya menatap keluar jendela sepanjang perjalanan.

Keenan menghela nafas, sejauh ini ia sangat baik menjaganya tapi karena ucapan ibu-ibu tadi membuatnya kembali termenung. Keenan keluar dari mobil dan membuka pintu sebelah, melihat gadis itu hanya menatap hampa, tanpa sepatah kata pun.

"Christy, hei lihat aku. Masih ada aku disini, kamu jangan pikirin perkataan ibu-ibu tadi ya. Udah nggak boleh sedih-sedih lagi," ucap Keenan merengkuh tubuhnya masuk kedalam dekapannya. Usapan lembut di kepalanya membuat Christy nyaman terus-terusan diposisi ini.

"Kita cari makan disini aja ya, sekalian refresing. Ibunya nggak stress dan baby juga tetap sehat. Nanti biar aku aja yang tanggung jawab," ucap Keenan dengan kesungguhan hatinya.

"Tapi kak..."

Keenan langsung menyumpul bibir gadis itu dengan bibirnya, lumatan lembut terjadi, namun hanya sebentar. Ia menatap gadis itu dengan senyuman. "Dia memang bukan anakku tapi aku mencintaimu. Udah ayo, nanti kita kesiangan."

Keenan dan Christy berjalan dengan bergandengan. Banyak pasang mata yang menatap kearah mereka, namun tak dihiraukan. Mereka berhenti di penjual soto yang tempatnya paling ramai pembelinya.

"Silahkan mas mbak, mau pesan apa? Disini menunya banyak tinggal pilih.." ucap Ibu penjual sembari menunjuk papan menu.

"Sotonya 2 dan hidangin semua lauknya satu menu satu. Maklum istri saya sedang ngidam, jadi banyak maunya," ucap Keenan tersenyum, yang tadinya hanya genggaman tangan kini beralih merangkul pinggang Christy erat.

"Oh suami istri to, pantesan kelihatan cocok dan serasi. Memang begitu kalau anak pertama tuh, harus banyak sabar aja nurutin kemauan istri. Semoga pernikahan kalian langgeng ya, silahkan duduk dulu mas mbak, saya siapkan pesanannya," ucap si bapak penjual.

"Aamiin, makasih atas do'anya pak," balas Keenan lalu mengajak Christy untuk duduk.

Christy kembali tersenyum, ia juga mengaminkan ucapan bapak tadi di dalam hati. Rasa bahagia menyelimuti hatinya saat dia menatap Keenan yang juga melihatnya dengan penuh perhatian.

Tiba-tiba, Christy terkejut ketika tangannya dipegang erat dan Keenan mencium punggung tangannya. Wajahnya memanas, membuatnya malu, terutama karena interaksi mereka sedang diperhatikan oleh orang-orang di sekitar.
.
.
.
"Rel malam ini gue mau pulang ke Indonesia, ada hal penting yang harus gue urus," ucap Adel pada Ferrel yang sedang menemaninya.

"Yang bener aja Del, lo baru selesai kemo kasihan tubuh lo nanti," ucap Ferrel geram.

"Kalo lo nggak mau biar gue pulang sendiri," balas Adel tetap dengan pendiriannya.

"Coba pikirin ulang Del, kesehatan lo juga perlu dikhawatirkan. Ingat lo sakit parah, keadaan tubuh lo nggak sekuat dulu. Besok aja ya gue temenin, soalnya nanti malam gue masih ada urusan sama oma dan opa," bujuk Ferrel.

Adel menggeleng, "Ya lo selesaiin dulu aja urusan lo disini, gue juga bisa kok pulang sendiri."

Adel melangkah keluar ruangan, di sana sudah berdiri dua orang pengawal yang menunggunya sambil memegang koper miliknya. Ferrel sedikit bingung siapa yang mengirim mereka.

"Nona pesawat sebentar lagi terbang," ucap salah satu bodyguard itu.

"Kita ke bandara sekarang," balas Adel cepat.

TBC.

Jangan lupa vote dan komen
See you next chapter!

TAKDIR?! | END✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang