59

527 123 12
                                    

Jangan Lupa Vote & Komennya Teman-Teman

Shanka menangis terisak dengan masih memeluk erat tubuh Sisca yang diam tak bergerak dalam pelukannya, Sisca tak bersuara, tak juga membalas pelukan Shanka, ia hanya berdiri diam membiarkan Shanka memeluknya, Sisca berusaha sekuat tenaga untuk menahan tangisnya, ia tak ingin terlihat lemah di depan pria itu, ia takut jika ia luruh dan membalas pelukan Shanka, ia akan kembali jatuh dan berharap pada pria itu.

"Maaf, maafin aku sayang" ucap Shanka pelan di tengah isak tangisnya, sebelum ia mengangkat kepalanya dan melihat foto Janit terpajang di dinding apartement itu, seketika rahangnya mengeras, memikirkan bagaimana bisa Sisca lari darinya dan memilih tinggal bersama pria itu.

Shanka melepaskan pelukannya, menghapus airmatanya, lalu menatap Sisca dengan serius, "Ikut aku pulang" ucapnya dengan tegas sembari meraih tangan Sisca dan mulai menarik tangan gadis itu, namun Sisca menahan dirinya, gadis itu melepaskan genggaman Shanka dari tangannya yang cukup membuat Shanka merasakan sesak yang begitu dalam di dadanya.

"Sis please ikut aku" ucap Shanka lagi sembari berusaha mengontrol emosinya, bahkan tangannya sudah mengepal erat, rahangnya mengeras, wajahnya merah padam, fakta Sisca tinggal di apartment Janit benar-benar tak bisa ia terima.

"Kamu gak bisa kayak gini Shan, tiba-tiba datang dan minta aku ikutin mau kamu, tanpa nanya mau aku gimana"

Shanka mengacak rambutnya mendengar ucapan Sisca, "TERUS MAU KAMU GIMANA? TINGGAL DISINI BARENG MANTAN KAMU?" Shanka berteriak dengan nafas memburu, bahkan membuat Sisca mundur sembari memegang perutnya, seolah tak ingin anaknya mendengar suara bentakan Shanka.

"KAMU TAU GAK GIMANA HANCURNYA AKU PAS KAMU NGILANG? KAMU TAU GAK GIMANA KHAWATIRNYA AKU MIKIRIN KAMU? KAMU NGILANG TANPA NGASIH AKU KESEMPATAN BUAT TAU APA YANG TERJADI SAMA KAMU, DAN SEKARANG KAMU MILIH TINGGAL SAMA MANTAN KAMU? YANG BENER AJA SIS"

"Shan sabar Shan" Gio dengan cepat menahan Shanka, berusaha menenangkan sahabatnya yang tengah emosi itu.

Sementara Sisca sudah tak mampu untuk menahan airmatanya, gadis itu menangis dalam diam sembari mengelus perutnya, "Kalau kamu dateng kesini cuma buat marah-marah mending kamu pergi Shan, aku udah berusaha buat kuatin hati aku, aku udah berusaha buat jalanin semuanya sendiri, gakpapa gak ada kamu" ucap Sisca sembari menghapus airmatanya.

"Kak Gio bawa dia pergi dari sini kak" tambahnya yang kini beralih menatap Gio.

"YO LEPASIN GUA YO!" Shanka menghempas kasar tangan Gio yang baru saja akan membawanya pergi.

"Shan gak gini caranya Shan, jangan ngobrol dengan emosi, lu gak bisa ngebentak dia kayak gitu Shanka, dia lagi hamil anak lu, gak sepantasnya lu bersikap kasar kayak gini" ucap Gio cukup tegas sembari kembali menahan Shanka, dan untungnya ucapan Gio itu nampaknya berhasil membuat Shanka tersadar dari emosi yang tadi sempat menguasainya.

Shanka tiba-tiba menjatuhkan dirinya di depan Sisca, berlutut di depan gadis itu dengan tangannya yang perlahan meraih tangan Sisca, "Maafin aku, maafin segala kebodohan aku, maafin aku yang terus nyakitin kamu, maafin sikap aku Sis, tapi aku mohon jangan kayak gini, jangan tinggalin aku, aku rasanya bisa gila Sis" Shanka terus berbicara dengan isak tangis yang begitu memilukan bagi siapapun yang mendengarnya, bahkan Sisca sudah kembali menangis melihat seorang Shanka berlutut menangis di depannya.

"Balik sama aku yah? Izinin aku jagain kamu, izinin aku jalanin peran aku sebagai ayah dari anak kita, aku pengen nemenin kamu cek up ke rumahsakit, aku pengen di repotin kamu buat nyari makanan yang kamu pengen di tengah malem, aku mau bacain dongeng buat anak aku biar saat dia lahir nanti dia udah kenal suara ayahnya"

Golden RulesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang