Terungkap

85 3 0
                                    

Safiyah merebahkan tubuh Hamzah diatas kasur dan ia membuka cadarnya. Ia mencium pipi Hamzah dan keluar dari kamar putranya. Setelah menangis dan makan malam tanpa pembicaraan kepada Alfatih, Safiyah mengganti bajunya di kamarnya dengan Alfatih yang sedang ada di kamar mandi. Alfatih keluar dari kamar mandi dan menghampiri istrinya yang tengah membaringkan tubuhnya diatas ranjang dengan rambut tergerai dan pakaian piayamanya.

Alfatih merasa bersalah kala melihat istrinya, tadi ia tak berbicara apapun kepada sang istri ataupun Hamzah dikarenakan rasa bersalah dan emosinya kepada Jennia. Andai saja tadi ia langsung memberi tahu dan menjelaskan kepada Safiyah mungkin hal seperti ini tidak akan terjadi. Alfatih memutuskan untuk merebahkan tubuhnya di samping sang istri dan memeluk Safiyah dari belakang.

"Maafin mas, mas nggak akan pernah mau sama siapapun kecuali kamu dan mas nggak akan pernah duain kamu, mas janji sayang." ucapnya yang masih didengar oleh Safiyah

***

Tiga hari kemudian, semua berjalan lebih baik. Alfatih sudah menjelaskan semuanya kepada sang istri bahwa ia tak akan pernah menuruti ucapan wanita gila itu. Disaat ini Safiyah hanya menginginkan Alfatih di samping dirinya karena perubahan hormon ibu hamil. Ia lebih lengket dengan Alfatih dan tak mau Alfatih jauh darinya. Walau Hamzah selalu menjadi alasan keduanya tak bisa berlama-lama untuk bermesraan yang penting untuk saat ini Alfatih bersentuhan dengan Safiyah.

"Umma itu nggak boleh sama abah, nanti dedek nggak mau sama umma." ucap Hamzah yang duduk di tengah orang tuanya

"Hamzah pelit, umma biarin sama abah dulu sebentar. Soalnya dedek yang mau, boleh ya sayang?" Ucap Safiyah memohon kepada sang putra

"Nggak boleh, umma nggak boleh sama abah." Hamzah menggeleng kuat

Safiyah mengerutkan bibirnya sedangkan Alfatih tersenyum melihat dua orang yang ia cintai beradu argumen. Antara Safiyah yang menginginkan Alfatih dan antara Hamzah yang menginginkan Safiyah, keduanya lucu bila berargumen mengenai kedekatan.

"Hamzah, abah mau tanya deh. Menurut Hamzah dedek nanti bakal laki-laki atau perempuan?" Tanya Alfatih mengalihkan perdebatan

"Hamzah mau laki-laki! Biar Hamzah main bola sama dedek bareng-bareng!" seru Hamzah

Alfatih dan Safiyah tersenyum "kalau perempuan gimana?" Tanya Safiyah

"Nggak papa, nanti Hamzah mau peluk-peluk dedek." Hamzah tersenyum dengan tangan yang dilipat didepan dada

"Kalau laki-laki Hamzah nggak mau peluk-peluk?" Tanya Alfatih yang digelengi oleh Hamzah

Orang tua itu tersenyum dan mengusap lembut kepada Hamzah secara bergantian. Harta yang amat berharga untuk Safiyah dan Alfatih adalah putra mereka dan calon buah hati mereka. Sebuah tujuan dalam pernikahan yang terlaksana oleh keduanya dengan ikatan pernikahan antara mereka. Walau hidup mereka harus lebih berhati-hati lagi karena ada orang yang berniat buruk disekitar mereka, namun mereka mengusahakan kerukunan dan kehangatan keluarga mereka.

***

"Saya minta anda keluar, tidak ada lagi perjodohan gila dan janji itu. Ingat, saya tidak pernah berjanji kepada anda masalah anak saya dan anak anda." ucap Bakri kepada seorang laki-laki paruh baya didepannya

"Kamu lupa ternyata, kamu bilang waktu itu kalau anak kita akan dinikahkan dan kamu setuju." laki-laki itu tersenyum remeh

"Sudah saya katakan, saya tidak pernah berjanji! Mengapa anda anggap lelucon itu sebagai hal nyata!" Tegas Bakri

Laki-laki itu berdiri dan mendekat pada Bakri yang tersulut emosi. Dia menyentuh pundak Bakri dan lagi-lagi ia tersenyum remeh pada ayah dua anak itu. "Lelucon? Kamu yang buat janji Bakri, dan kamu kata ini lelucon? Kebodohan yang kamu buat hingga membuat putriku sakit hati karena anakmu menikahi perempuan lain. Awas saja, kehidupan kalian tidak pernah tenang dan aku pastikan menantu kesayanganmu akan pergi dari hidup anakmu." bisiknya

Cinta Seorang Santri (Segera Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang