Saingan Alfatih

127 6 0
                                    

Sore hari Safiyah dan sang bayi diperbolehkan untuk pulang. Dengan Hamzah di gendongan Sara dan Safiyah yang di kursi roda yang didorong oleh Alfatih mereka menuju mobil yang sudah terparkir didepan rumah sakit, dengan hati-hati Alfatih mengangkat tubuh Safiyah yang lebih berat dari awal keduanya menikah. Ya jelas saja, karena ada buah hati mereka menjadikan Safiyah bertambah berat badan, namun tak menghilangkan kecantikan dan kelucuan wajahnya yang menggemaskan.

Dalam mobil, terdapat Alfatih dan Safiyah yang duduk di bangku belakang, sedangkan Bakri dan Sara berada didepan dengan Hamzah di gendongannya. Jangan lupakan Marwa dan Faqih yang berada di bangku paling belakang, mereka menuju kediaman Bakri dengan Bakri sendiri yang mengemudikan mobilnya. Hamzah tertidur dengan tenang, wajahnya tampan dan mirip Alfatih. Yah, bayi ini tak mau kalah dengan orang tuanya yang memiliki paras cantik dan tampan.

"Hamzah ganteng banget, kaya mas ya sayang?" Celetuk Alfatih tiba-tiba dan Safiyah yang berada di samping dirinya menoleh

Safiyah terkekeh dan mengambil lengan Alfatih untuk ia rangkul lalu kepalanya bersandar pada pundaknya. "Iya dong mas, kan anak kita berdua." ucapnya tersenyum

"Umma nya secantik ini, kalau punya dedek cantik pasti nggak kalah cantik deh." ucap Alfatih dengan senyuman

Safiyah berdecak dan memukul paha sang suami hingga membuat empunya meringis. "Baru lahir mas, malah mau yang cantik." gerutunya

Alfatih tertawa bahkan orang tuanya pun sama, mereka ikut tertawa dengan candaan Alfatih tersebut. "Bercanda sayang, dua tahun lagi deh yang cantik."

"Nggak! Jangan dua tahun, lima tahun lagi." ucap Safiyah

"Dua dong sayang, biar cepet yang ketiganya nanti terus keempat, lima, enam dan tujuh." ujar Alfatih

Safiyah menatap tajam suaminya, ia mencubit gemas pipi sang suami dan berkata. "Kebanyakan, kamu mau tujuh itu artinya kamu yang hamil."

"Mas laki-laki sayang, lagian Rasulullah juga punya tujuh anak, jadi kenapa enggak?" ucap Alfatih

"Serah, kalau mau tujuh hamil sendiri aja." Safiyah memalingkan wajahnya dan sang suami mencoba untuk mengembalikan wajah Safiyah yang awalnya menghadap padanya

Safiyah enggan untuk menoleh, ia tetap memalingkan wajahnya namun sang suami tetap mencoba untuk membujuknya dengan rayuan dan permintaan maaf, walaupun dengan tawa yang menghiasi setiap kata maafnya Alfatih terus berusaha. Alfatih menarik dagu sang istri dengan jarinya, namun tak membuat sang istri menoleh kepadanya.

"Ngambeknya masyaAllah." komentar Marwa ketika melihat sang putri yang masih sama

Ya, dulu ia sering dijuluki ngambekan apalagi Safiyah adalah anak bungsu dan selalu saja diledek kakaknya. Belum lagi ledekan dari ayahnya yang menyebabkan ia merajuk dan berakhir mengadu pada sang ibu atau bahkan menangis pada ibunya. Kini Marwa melihat putrinya yang dulu, putri kecil yang ia timang bahkan ia susui. Putri yang dulunya masih belum mengetahui apa-apa hingga tumbuh menjadi gadis cantik yang memiliki rasa malu yang cukup tinggi. Dibuktikan dengan Safiyah yang selalu diam bila di depannya ada seorang yang tak ia kenali atau seorang laki-laki asing.

Safiyah juga tipe orang yang mudah malu dan tak percaya diri. Jika ia berada di keramaian maka ia tak bisa sendirian, harus bersama orang lain, entah itu kakaknya atau Bella. Dan jika ada seseorang yang menemani dirinya maka ia akan menggandeng temannya atau pegangan pada baju temannya.

"Mas Alfa tuh bu, dikira melahirkan gampang hm? Enak di kamu nggak enak di aku, mas." ucap Safiyah kembali memukul paha sang suami

Alfatih tertawa bahkan Faqih ikut tertawa, Bakri ikut terkekeh dengan perdebatan antara anak dan mantunya. "Maafin ya sayang ya, jangan marah ya dek ya." ucap Alfatih memeluk sang istri

Cinta Seorang Santri (Segera Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang