Tak rela

132 7 0
                                    

Alfatih termenung di malam hari, hari setelah silaturahmi begitu melelahkan. Alfatih duduk sendirian di kursi sekitar halaman rumah yang menghadap ke jalan yang biasa dilewati para santri. Dibawah pohon yang rindang, angin yang sejuk dan cakrawala yang menabur gemintang dengan binar yang terang dan indah membuat suasana malam yang sepi menjadi menenangkan

Alfatih merenung sendirian, ponselnya ia genggam dan memperlihatkan sebuah notifikasi yang masuk. Sebuah pesan dari teman-temannya yang mengucapkan idul fitri dan maaf. Ia membalas pesan-pesan itu, selepasnya ia tak melakukan hal apapun lagi

Bakri keluar dari rumah dan mendapati anak laki-lakinya duduk sendirian sambil memandangi bintang yang sedang menyapanya malam ini

"Le, ngapain sendirian disini?" Tanya Bakri yang membuat Alfatih buyar dari lamunannya terhadap benda diatas langit yang sedang bersinar dengan terang

"Abi, Al cuma lagi menikmati suasana malam saja," ucap Alfatih

Bakri mendaratkan bokongnya di kursi sebelah Alfatih. Ia ikut terdiam dan diantara kediaman itu, ponsel Alfatih kembali menyala. Dilayar itu menunjukan sebuah nama Safiyah dari akun instagramnya

"Siapa le?" Tanya Bakri sengaja
"Mboten abi, duko sinten," ucap Alfatih -tidak abi, nggak tau siapa

Abinya tersenyum, seperti sang abi tau bahwa putranya sedang menyembunyikan sesuatu darinya. Tempo bulan lalu sang putra berpendapat tentang jatuh cinta dan baru saja ada nama seorang wanita di ponselnya. Apakah itu wanita yang Alfatih maksud di tempo bulan lalu?

"Al, dewasa memang wajar bila jatuh cinta. Abi mengalaminya dulu, abi tau bagaimana menjadi seorang yang masih muda dan abi tau bagaimana menjadi seorang yang sudah tua seperti sekarang. Abi merasakan semua itu, le. Jujurlah, ada siapa di hatimu?" Ucap abinya

Alfatih menoleh pada sang lawan bicara "Maaf, Al nggak jujur dari awal." Ucap Alfatih menundukan kepala
"Jujur sekarang," pinta abinya
"Al, sedang jatuh cinta abi. Maaf Al yang baru bisa jujur."

Bakri mengangguk paham, ia mengusap punggung putranya dan tersenyum "Tak apa, abi mengerti. Lantas apa yang kamu lakukan?"

Alfatih mendongak dan menoleh "Menurut abi, bagaimana?" Tanya Alfatih
"Bagus, abi nggak masalah kamu mulai jatuh cinta. Kamu berarti normal, dan abi harap kamu bisa secepatnya menikahinya."

"Abi, baru aja mau minta pendapat. Masa langsung disuruh menikahinya."

"Loh, kenapa?" Bakri tertawa sedang Alfatih menunduk malu

Bakri merangkul pundak Alfatih dan berhenti tertawa. Ia menatap lurus lalu menghembuskan nafasnya, Bakri kembali menoleh pada anaknya dan mengusap pundak sang anak yang ia rangkul

"Al, kamu ini sudah dewasa. Abi hanya menginginkan kamu cepat menikah, kenapa? Karena abi nggak tau kapan kematian itu datang dan kapan cucu itu datang. Abi hanya ingin hidup abi semakin bahagia ketika abi memiliki cucu dan menikmati hari tua bersama umimu. Abi nggak masalah jika kamu memang ingin berniat baik dengan gadis yang kamu sukai," ucap Bakri dengan tatapan mata yang masih menatap lurus kedepan

"Abi restui Al, jika Al nantinya menikah dengan wanita manapun?" Tanya Alfatih

Bakri menoleh pada putranya dan menganggukan kepala "Iya, tentu saja." ucap Bakri

"Kenapa?"

"Apanya yang kenapa?"

"Kenapa restui Al, abi nggak siapin wanita yang mau dijodohkan dengan Al gitu? kaya Ning atau ustazah."

"Kamu mau?"

Alfatih menggelengkan kepala

"Yaudah, kamu aja nggak mau. Ngapain abi cariin Ning sama ustadzah."

Cinta Seorang Santri (Segera Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang