Calon adik

96 5 0
                                    

Alfatih sudah satu minggu di pondok dan hari ini ia mendapat kiriman beberapa makanan dan juga baju dari Safiyah untuk Hasan. Bukan untuk Alfatih namun Hasan, entah apa yang membuat Safiyah mengirimkan tiga kaus dan satu sarung serta satu setelan baju untuk tidur. Alfatih berjalan menuju kamar santri putra dan mencari Hasan, ditengah perjalanan ia hendak mencari keponakannya tak disengaja ia dikagetkan dengan kemunculan Musa secara tiba-tiba di lorong salah satu kamar santri.

"Uh ustadz!" pekik Musa

"Astaghfirullah Musa, kaget aku." ucap Alfatih sembari mengusap dadanya yang berdebar sejenak karena terkejut

"Aku juga kaget loh, -eh itu apaan?" Tanya Musa kala melihat satu totebag yang ditenteng oleh Alfatih

"Oh ini, baju untuk ponakan." ucap Alfatih

"Ponakan? Siapa keponakan kamu Fatih?" Tanya Musa bingung

"Hasan keponakanku juga sekarang." ucap Alfatih yang diangguki paham oleh Musa

"Oh calon adik." gumam Musa lirih kala Alfatih mengatakan hal demikian

Alis Alfatih terangkat, ia menatap Musa bingung dengan bibir yang terangkat sebelah. Tak salah dengarkan Alfatih, calon adik? Maksudnya Musa ingin mengangkat Hasan menjadi adiknya atau menjadikan Hasan adik iparnya? Ah bukan begitu mungkin.

"Calon adik?" Beo Alfatih yang membuat Musa buyar dan menepuk pipinya

"YaAllah keceplosan!" batin Musa

Keceplosan, maksud dari Musa mungkin ia tak sengaja mengucap hal itu dihadapan Alfatih. Ya walau Alfatih juga bingung dengan sikap Musa yang cukup aneh bila mendekati Hasan dan sikap Musa pun aneh ketika ia sedang membaca chat di telpon atau membuat tweet di laman sosial medianya.

"Nggak, maksudnya adik tingkat gitu, Fatih." ucap Musa meluruskan ucapannya yang sebelumnya melenceng

Alfatih menganggukkan kepalanya dan menepuk pundak sang sahabat. "Aku pamit mau cari Hasan, assalamu'alaikum."

"Iya silahkan, waalaikumsalam." jawab Musa dengan bibir yang melengkung dan memamerkan gigi rapuhnya

Misa menatap punggung Alfatih yang semakin menjauh. Ia menepuk keningnya dan merutuki kebodohannya yang tidak bisa mengendalikan ucapannya. "Kenapa harus keceplosan sih, bodohnya." ucapnya

***

Suara ketukan pintu terdengar dan salah seorang santri putra membuka pintu. Dia menunduk hormat kala melihat seorang Alfatih yang berada di depan pintu kamarnya. Alfatih mengangguk pelan dan berdehem sebelum mengutarakan kedatangannya ke kamar tersebut.

"Assalamu'alaikum, adakah Hasan disini?" Tanya Alfatih kepada santri tersebut

"Waalaikumsalam ustadz, Hasan ada didalam." ucap santri itu

"Tolong panggilkan, saya menunggu didepan." ujar Alfatih

"Baik ustadz."

Ketika santri itu kembali ke kamar untuk memanggil Hasan, Alfatih memutuskan untuk duduk di kursi yang berada di sekitar halaman asrama santri putra tersebut. Sambil menunggu sang keponakan, Alfatih sesekali membuka ponselnya untuk mengecek pesan yang masuk. Cukup banyak pesan yang masuk di ponselnya, mulai dari Safiyah, dosennya dan beberapa orang lainnya yang memintanya untuk mengisi acara di sebuah masjid dan mushola.

"Assalamu'alaikum ustadz, ada apa memanggil Hasan?" Tanya seorang anak laki-laki dengan sarung dan kaus pendek berwarna putih

"Waalaikumsalam, Hasan duduk disini dulu." ucap Alfatih dan Hasan langsung duduk disamping sang paman

Cinta Seorang Santri (Segera Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang