Menjaga

77 4 0
                                    

"Karena sejatinya, kebahagiaan diukur dari seberapa besar rasa syukur kita terhadap sang Pencipta."

_Cinta Seorang Santri_

.
.
.
.
.
.
.
.

***

Di malam yang dingin, satu keluarga kecil memutuskan untuk tidur bersama. Alfatih dan Safiyah mengambil posisi di samping sedangkan di tengah mereka ada dua anak mereka yang ikut bergabung. Asiyah memeluk manja Alfatih yang membalas dekapannya juga sedangkan Hamzah menggenggam erat tangan Safiyah yang tengah mengusap pipinya. Alfatih dan Safiyah yang belum tidur itupun tersenyum kala menatap dua anak mereka yang amat manja kepada cinta pertamanya masing-masing.

Safiyah memotret pemandangan dengan momen berharga ini. Alfatih mengecup kening sang putri yang tidak pernah lepas darinya, bahkan ketika ia hendak tidur pun harus ada Alfatih disamping dirinya setidaknya Alfatih menemani gadis itu dahulu sebelum ia terlelap.

"Gemes banget deh kalau liat anak kita nempel begini." ucap Safiyah tersenyum

Alfatih ikut tersenyum dan mengangguk. "Iya sayang, rasanya cepet banget mereka gede. Padahal rasanya kaya baru kemarin mereka lahir."

Safiyah tersenyum lebih lebar dan Alfatih mengusap surai Safiyah yang masih bisa ia jangkau walau ada dua anaknya di tengah-tengah mereka. Mereka memutuskan untuk tidur karena sudah larut malam. Mereka menghabiskan waktu dengan bercerita bersama dan tidur satu ranjang dengan dua anak kesayangan mereka.

***

Esok paginya Alfatih tengah memeluk sang istri yang sedang sibuk menyiapkan sarapan. Sebuah kesempatan emas bagi Alfatih yakin ketika kedua anaknya tengah mandi dan bersiap di kamar sedangkan dia sudah siap dan rapi dengan balutan pakaian dinas gurunya. Safiyah paham akan kebiasaan sang suami yang masih memiliki sifat sama dari dulu, yakni manja kepadanya.

Hidup dengan hadirnya anak diantara mereka memang amat bahagia namun waktu keduanya sebagai suami istri nyaris harus terbagi dan jarang untuk bersama. Alfatih mengusap perut Safiyah yang ramping, walau sudah berumur tiga puluh dan memiliki dua anak, Safiyah selalu kembali ke setelan pabrik dimana ia memiliki tubuh ramping dan kecil walau ketika ia hamil berat badannya jauh lebih berisi dibanding aslinya.

"Kapan ada dedek lagi disini sayang?" Celetuk Alfatih mengusap perut sang istri

Safiyah yang tengah fokus memasak pun memukul lengan suaminya. "Mas apaan sih, orang kita udah tiga puluh masih mau anak!"

"Apa salahnya sih sayang, impian aku empat loh malah cuma dua." ucap Alfatih tersenyum jahil

"Kamu mau aku koma lagi?"

Pertanyaan yang amat sensitif bagi Alfatih yakni mengulang kembali kenangan buruk yang hampir membuat Alfatih kehilangan sang istri dan tidak bisa berpikir jernih kala Safiyah tiba-tiba koma setelah melahirkan putri mereka.

"Aku suka kamu bilang gitu." ucap Alfatih

"Lagian kamu udah tua masih mau anak aja, Hamzah sama Ciyah udah gede loh mas." ujar Safiyah yang membuat Alfatih terkekeh gemas dan mencium pipi sang istri dari samping

"Bercanda sayang, tapi kalau mau juga nggak papa." goda Alfatih yang membuat Safiyah merengek kesal

"Mas Alfaaa!" Rengeknya hingga sabg suami tertawa gemas kepadanya

Disela tawa Alfatih yang gemas dengan sang istri, kedua anak mereka menghampiri mereka dan ikut memeluk Safiyah seperti Alfatih memeluknya. Safiyah tersenyum dan mencium pipi Aisyah dan kening Hamzah yang kini sudah berpakaian rapi menggunakan seragam sekolah masing-masing. Pelukan itu lepas kala waktu menunjukkan mereka harus bersiap sarapan pagi sebelum melakukan aktivitas.

Cinta Seorang Santri (Segera Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang