Berkunjung

104 3 0
                                    

Pagi hari di pukul setengah empat pagi Safiyah bangun dari tidurnya. Ia mencari sang suami yang tak ada di sampingnya sedangkan Hamzah masih ada di box tidurnya. Ia melebarkan matanya ketika melihat jam di dinding yang menunjukan pukul setengah empat yang artinya ia telat untuk sholat tahajjud. Safiyah segera menuju kamar mandi dan mengambil wudhu lalu tak lupa ia menjalankan sholat tahajjud. Alfatih entah kemana, hingga saat ia selesai sholat tahajjud sang suami kembali ke kamar dengan pakaian yang masih sama seperti tadi malam, kaos hitam dan celana panjang.

"Mas dari mana? Kenapa di kamar nggak ada?" Tanya Safiyah kepada sang suami

"Dari depan sayang, tadi ada orang yang nyariin mas katanya." ucapnya kepada sang istri

"Nyariin mas? Siapa emangnya?" Safiyah kembali bertanya namun sang suami justru terdiam sejenak

Alfatih berdehem dan ia mengangkat kepalanya untuk menatap sang istri. Ia menghela nafasnya dan memegang kedua pundak sang istri. "Maaf sayang, tadi....Jennia datang mencari mas dan membuat keributan."

Deg!

Jennia datang membuat keributan? Apa yang diinginkan wanita itu hingga datang pagi-pagi buta seperti ini dan membuat keributan. Mata Safiyah membelalak, ia terkejut bahkan hatinya meringis sakit. Walau ia tahu Alfatih tidak akan pernah mau dengan wanita seperti Jennia yang selain tidak satu iman dengannya, wanita itu juga tidak punya adab. Bibir Safiyah bergetar dan manik matanya terus mengikuti gerak netra dari sang suami yang menatapnya dalam.

Safiyah mengusap dada sang suami lembut dan bibirnya berucap istighfar hingga mengembuskan nafasnya. Safiyah sadar, ia tidak boleh terlalu cemburu. Ia juga harus sabar mendengar kabar ini, walau hatinya meringis namun lapang dada adalah langkah yang paling tepat.

"Sayang, maafin mas." Alfatih mengusap kedua pipi Safiyah dengan ibu jarinya

Safiyah menggeleng, ia menggenggam tangan sang suami yang berada di pipinya. "Nggak mas, ini bukan salah mas. Jangan minta maaf sama aku." ucapnya

"Maafin mas sayang." ucap Alfatih kembali dan Safiyah langsung mendekap sang suami

Ia menghela nafas berat dan sebulir air mata jatuh di pipinya. Safiyah, wanita cantik itu manangis dalam diam. Alfatih merutuki kebodohannya, ia merasa bersalah karena telah membuat sang istri menangis seperti ini. Sudah satu tahun wanita itu tidak muncul dan di sela-sela kebahagiaan Alfatih dan Safiyah justru wanita itu kembali lagi.

"Apa yang dia katakan mas?" Tanya Safiyah kepada suaminya yang membalas dekapannya

"Dia kembali meminta mas untuk menikahi dia, tapi mas benar-benar nggak bilang apapun ke dia. Mas paksa dia untuk keluar dan nggak nganggu keluarga kita lagi, mas jujur sayang, mas nggak bohong." ucap Alfatih meyakinkan Safiyah yang masih tersedu

Safiyah mengangguk dan mencoba menghentikan air matanya yang masih terus mengalir. Alfatih meregangkan pelukan itu dan mengusap air mata sang istri yang membasahi pipi. Alfatih mencium kening istrinya lama, Safiyah memejamkan matanya dan masuk kembali di dekapan sang suami.

"Aku mohon mas, jangan duain aku. Aku sudah terlanjur cinta kamu sedalam ini, aku mohon jangan buat aku sakit hanya karena orang yang ingin menghancurkan rumah tangga kita." ucap Safiyah dalam dekapan yang penuh kehangatan itu

"Iya, mas nggak akan duain kamu hanya kamu satu-satunya yang mas cinta dan sekalipun ada yang meminta hal itu mas nggak akan lakuin. Mas sudah hidup bahagia lebih dari cukup dengan hadirnya kamu sebagai istri mas dan Hamzah diantara kita." balas Alfatih dengan usapan kecil pada punggung Safiyah

Mata mereka saling memejam dan tak lama terdengar suara adzan subuh yang membuat keduanya memisahkan jarak. Alfatih melirik jam di dinding dan menampakkan pukul setengah lima pagi. Ia memutuskan untuk mengambil air wudhu begitu dengan Safiyah yang memutuskan mengambil air wudhu kembali.

Cinta Seorang Santri (Segera Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang