Chapter 15

55 5 0
                                    

Setelah selesai makan malam, Elisa memandangi piring-piring kotor dan peralatan masak yang berserakan di dapur. Kepuasan yang sempat dirasakannya setelah berhasil memasak untuk pertama kalinya mulai terusik oleh kenyataan bahwa sekarang ia harus membereskannya.

Ethan, yang memperhatikan arah pandangan Elisa, berbicara sambil masih mengunyah makanan. "Kita bisa panggil mereka untuk beres-beres, kamu tahu."

Elisa menggeleng pelan. "Aku akan membereskannya setelah kamu selesai makan."

Ethan menghabiskan suapan terakhirnya sebelum berbicara lagi, suaranya sedikit teredam oleh makanan yang masih ada di mulutnya. "Sekedar informasi untukmu, mereka dibayar lebih saat lembur," ujarnya dengan nada ringan, sambil tersenyum tipis.

"Benarkah?"

"Tentu saja." Tanpa peringatan, Ethan bangkit dari posisinya dan dengan cepat mengangkat Elisa dalam gaya bridal. Elisa terkejut dan sedikit berteriak karena kaget, tangannya secara reflek melingkar di leher Ethan.

Ethan mengecup bibir Elisa singkat sebelum berkata, "Biarkan mereka yang membereskan kekacauan yang kamu buat. Terima kasih untuk makan malamnya. Masakanmu enak."

Dengan langkah mantap, Ethan menggendong Elisa menuju kamar mereka. Tapi alih-alih menurunkannya di atas ranjang, Ethan terus melangkah, membawa mereka berdua ke dalam kamar mandi. Suara langkahnya bergema di sepanjang koridor.

Ketika mereka tiba di kamar mandi, Ethan berhenti di depan cermin besar yang memantulkan bayangan mereka. Senyum jahil tersungging di bibirnya saat ia menatap Elisa melalui pantulan di cermin. "Lihat," bisiknya sambil sedikit menggeser posisi Elisa sehingga dia bisa melihat pantulan rambutnya yang berantakan. "Rambutmu terkena keju."

Elisa mengerutkan alisnya saat melihat sedikit keju yang menempel di ujung rambutnya. "Aku tidak sadar," gumamnya, tangannya segera bergerak untuk membersihkannya, tapi Ethan dengan lembut menghentikannya.

"Aku yang akan mengurusnya," kata Ethan lembut, dengan nada penuh perhatian. Dengan satu tangan masih menggendong Elisa, tangannya yang lain bergerak pelan, mengambil potongan keju itu dan melemparkannya ke wastafel.

"Terima kasih. Kamu bisa menurunkanku sekarang," ujar Elisa, sedikit tersenyum.

Ethan menurunkan Elisa tepat di bawah shower, tetapi sebelum dia bisa bereaksi lebih lanjut, Ethan menyalakan keran air. Air hangat langsung mengalir deras, membasahi mereka berdua. Kejutan itu membuat Elisa terdiam sejenak sebelum akhirnya tersadar.

"Ethan! Bajuku jadi basah," protes Elisa sambil mencoba bergerak keluar dari aliran air, namun Ethan dengan cekatan menahannya di tempat, menariknya kembali ke dalam pelukannya.

"Biarkan aku membantumu melepasnya," ujar Ethan dengan nada menggoda, tangannya mulai bergerak perlahan ke kancing baju Elisa. Mata mereka saling bertatapan, dan meski Elisa berusaha mempertahankan protesnya, bibirnya justru melengkung dalam senyum kecil yang tidak bisa ia tahan.

"Ethan..." bisik Elisa, setengah ingin memprotes, setengah menikmati keusilan Ethan. Namun, Ethan sudah terlalu dekat, mencuri ciuman lembut di bibirnya sambil tangannya bekerja membuka kancing satu per satu, membiarkan air hangat semakin meresap ke dalam kulit mereka.

Elisa mengeluh pelan saat merasakan sentuhan Ethan yang semakin intim. Dengan gerakan yang terampil, Ethan ikut membuka bajunya sendiri, melemparkannya sembarangan ke lantai kamar mandi.

Ethan perlahan melepas ciuman mereka, matanya tetap terkunci pada mata Elisa yang mulai merona. Dengan hati-hati, ia menarik turun celana Elisa, membiarkan pakaian itu jatuh ke lantai. Wajahnya kini tepat di depan kewanitaan Elisa, dan ia berhenti sejenak, memberikan Elisa waktu untuk merasakan ketegangan yang menggantung di udara.

Tangan Ethan lembut menyentuh pinggul Elisa, sementara bibirnya mulai bergerak mendekat, memberikan ciuman yang ringan namun begitu menggoda, seolah menyalakan api yang sudah lama terpendam. Elisa menarik napas dalam-dalam, tubuhnya merespons dengan cara yang tak bisa ia kontrol.

Ethan menatap Elisa dengan intensitas yang memabukkan.

"Buka kakimu untukku," bisik Ethan dengan suara rendah, hampir mendesak, namun penuh kelembutan. Elisa menurut tanpa ragu, membuka kakinya, merasakan hawa dingin yang kontras dengan panas yang mulai menyebar di tubuhnya.

Ethan menyeringai tipis, mengagumi pemandangan di depannya sebelum mendekatkan wajahnya kembali. Dengan cermat, ia mulai memberikan kenikmatan kepada Elisa dengan mulutnya, bibir dan lidahnya bekerja dengan keahlian yang membuat tubuh Elisa bergetar. Sensasi yang begitu intens membuat Elisa kehilangan kendali, tangannya menggenggam erat bahu Ethan, sementara desahan lembut keluar dari bibirnya.

Ethan semakin tenggelam dalamnya, setiap gerakan lidahnya membuat Elisa semakin tenggelam dalam lautan kenikmatan. Suara napas mereka berpadu dengan gemericik air, menciptakan suasana yang begitu intim. Elisa bisa merasakan panas yang membara di dalam dirinya, seluruh tubuhnya menegang saat Ethan terus memberikan sentuhan-sentuhan yang membuatnya semakin dekat dengan puncak kenikmatan.

Elisa mengigit bibirnya, mencoba meredam erangan yang ingin keluar. Tangannya kini mencengkeram rambut Ethan, memandu gerakannya seolah-olah tubuhnya tahu persis apa yang diinginkan. Setiap sentuhan, setiap gerakan, membuat Elisa semakin larut dalam perasaan yang membius. Hingga akhirnya, dengan satu gerakan terakhir, tubuhnya bergetar hebat, mencapai klimaks yang membuatnya seakan melayang.

***

Setelah menyelesaikan momen intim mereka, Ethan dan Elisa beralih ke ranjang dengan tenang. Mereka saling melingkarkan tubuh dalam pelukan hangat, menikmati keheningan malam. Ethan mengenakan piyama tidur yang nyaman, sementara Elisa telah mengganti bajunya dengan baju tidur lembut yang memeluk tubuhnya dengan lembut. Keduanya tampak lelah tetapi puas, tubuh mereka bersandar pada satu sama lain dalam kehangatan yang menenangkan.

Ethan berbaring dengan mata terpejam, merasakan kehangatan tubuh Elisa yang kini berada dalam pelukannya. Napasnya teratur, mencerminkan kedamaian dan kenyamanan. Tangan Ethan masih melingkari Elisa dengan lembut, menjaga agar mereka tetap dekat.

Tiba-tiba, Ethan membuka mulutnya dengan suara rendah dan tenang, tanpa membuka mata. "Besok aku ada urusan di Meksiko. Perjalanan hanya sekitar 3-4 jam. Aku ingin kamu ikut," katanya dengan nada lembut, penuh keyakinan.

Elisa menoleh ke arahnya, rasa penasaran muncul di wajahnya. "Untuk apa?"

Ethan semakin mengeratkan pelukannya, merasakan dorongan untuk menyentuh Elisa lebih erat lagi. Suaranya menjadi lebih lembut dan penuh perhatian saat ia melanjutkan, "Aku membeli sesuatu yang harus diambil langsung di sana. Ada seseorang yang akan menyerahkannya di Meksiko, jadi aku perlu pergi ke sana untuk mengambilnya."

Elisa mengerutkan kening sedikit, wajahnya menunjukkan rasa ingin tahu. "Apa yang kamu beli?"

Ethan menghela napas ringan, suara lembutnya menyiratkan rasa kelelahan. "Sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaanku. Tapi jangan khawatir tentang itu sekarang."

"Apakah aku harus ikut?"

Ethan tersenyum dengan lembut, matanya masih tertutup. "Aku mau kamu ikut. Sekarang diamlah dan biarkan suamimu berusaha untuk tidur. Aku hanya memberitahumu, bukan mengajakmu berdebat."

Elisa mengangguk lembut, menerima keputusan tersebut. "Oke." Dia meraih lampu nakas di sampingnya dan mematikannya, mengatur suasana kamar menjadi lebih gelap dan tenang. Dengan gerakan lembut, Elisa menyesuaikan posisi tubuhnya, memastikan dirinya nyaman di dalam pelukan Ethan.

Dalam keheningan malam, suara napas mereka yang tenang berpadu, menciptakan suasana damai yang menyelimuti mereka berdua. Elisa merasakan kehangatan tubuh Ethan yang melingkari dirinya, dan perlahan-lahan, matanya mulai terasa berat. 

Dark Love (Indo Ver)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang