Chapter 34

35 4 0
                                    

Setibanya di ruang kerja, Ethan menemukan Hael yang sudah diamankan oleh anak buahnya. Pria itu tampak sama sekali tidak takut. Ethan menatap Hael dengan tatapan menantang.

"Kalian semua, silakan keluar," titah Ethan dengan tegas kepada seluruh anak buahnya yang berada di ruangan itu. Tanpa ragu, mereka segera mematuhi perintahnya, meninggalkan ruangan dalam hening dan menyisakan Ethan sendirian bersama Hael.

Begitu pintu tertutup, Hael mengangkat wajahnya dengan seringai licik. "Istrimu benar-benar nikmat, kamu tahu itu, kan?" kata Hael dengan nada yang provokatif.

Sebelum kata-katanya selesai, sebuah bogem mentah dari Ethan menghantam wajah Hael dengan keras, membuatnya tersungkur ke lantai. Hael terbatuk, darah mengalir dari sudut bibirnya, tapi seringai di wajahnya tetap ada, seakan menikmati kekacauan yang telah ia sebabkan.

"Sepertinya Leona tidak bisa menahanmu lebih lama, ya? Padahal aku belum puas," ucap Hael dengan seringai penuh ejekan, seolah mencoba menyulut api di dalam diri Ethan.

Ethan tidak menunggu lama. Dengan gerakan cepat, ia menjambak keras rambut Hael, memaksa pria itu mendongak dan menatapnya. Rasa sakit jelas tergambar di wajah Hael, namun Ethan tidak peduli. Amarahnya telah melampaui batas.

"Kamu bekerja untuknya?" tanya Ethan dengan nada dingin, tatapannya tajam menusuk. "Aku bahkan ragu dia masih hidup sekarang," tambahnya sinis, menunjukkan betapa sedikitnya respek yang tersisa untuk Leona.

"Aku belum pernah mencicipi Leona. Bagaimana dia? Apa lebih sempit dari Elisa?"

Ethan melepaskan cengkeramannya pada rambut Hael. Sebuah tendangan mendarat di perut Hael. Ia berguling sekali di lantai. kepala pria itu terkulai lemas ke lantai. Namun, mata Ethan tidak pernah lepas dari Hael, penuh dengan kemarahan yang terpendam.

Hael tersenyum tipis, meskipun darah masih mengalir dari sudut bibirnya. "Apa itu artinya Leona lebih baik? Ayolah, sesama pria kita harus saling berbagi pengalaman kan?"

Ethan mendekatkan wajahnya ke arah Hael, tatapannya semakin dingin dan intens. "Kamu sudah menyentuh Elisa, kan?"

Ethan melangkah mundur, lalu mengambil sebuah pisau berbentuk pena dari atas mejanya. Dengan gerakan tenang yang lebih mengerikan daripada kemarahan, dia berkata, "Mau ku ukir sesuatu di tubuhmu?"

Hael tertawa, suara tawanya serak dan penuh kepahitan. "Kamu pikir itu bisa menakutiku?"

Ethan hanya menanggapi dengan senyum tipis, tanpa sedikitpun kemarahan yang terpancar. "Di mana harus ku ukir?" tanyanya dengan suara lembut namun mengancam. Dia meraih lengan Hael, menggulung lengan bajunya dengan hati-hati, seolah menilai setiap inci kulit yang terbuka. "Sepertinya lenganmu kurang dekorasi," bisik Ethan pelan.

Dengan tangan yang terikat, Hael hanya bisa merasakan ujung pisau itu menyentuh kulitnya, menggores perlahan seolah-olah hanya menciptakan sebuah sketsa di atas kanvas. Sensasi dingin dan tajam itu terasa menusuk, tapi Ethan melakukannya dengan kehati-hatian seorang seniman. "Apa yang harus ku buat di sini?" tanya Ethan, suaranya begitu tenang, seakan ia sedang mempertimbangkan detail terakhir dari sebuah karya seni yang akan abadi.

Hael terkekeh pelan, meskipun ketegangan mulai menguasai dirinya. "Kamu tidak akan berani."

"Benarkah?" jawab Ethan dengan senyum tipis, tanpa sedikit pun keraguan di matanya.

Detik berikutnya, teriakan nyaring Hael menggema di seluruh ruangan, menembus dinding dan membuat beberapa anak buah Ethan yang berada di luar ruangan bergidik ngeri. Mereka saling berpandangan dengan ketakutan yang tersirat jelas di wajah mereka.

Suara dering ponsel di saku Ethan menghentikan aktivitasnya. Ia merogohnya dengan tenang, melihat pesan yang masuk tanpa mengubah ekspresi wajahnya yang dingin. Setelah membaca pesan itu, Ethan menatap Hael sekali lagi, kali ini dengan senyum yang lebih menakutkan—dingin dan penuh ancaman. "Ingin melihat sesuatu?"

Dark Love (Indo Ver)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang