"Ethan, what the hell was that? You just ruined my peaceful morning with your dick," Elisa mengeluh, mencoba mengekspresikan kemarahannya saat Ethan menggendongnya keluar dari kolam. Meskipun kata-katanya penuh amarah, sulit baginya untuk sepenuhnya menyembunyikan kenikmatan yang masih membekas dari apa yang baru saja mereka lakukan.
Ethan hanya menatapnya dengan tatapan polos, seolah tidak ada yang salah.
"Ethan! Turunkan aku sekarang!" Elisa meronta, mencoba melepaskan diri dari gendongan Ethan, meskipun tentu saja keduanya tahu kalau perlawanan itu sebenarnya sia-sia. Tenaga Elisa tidak ada apa-apanya dibandingkan tenaga Ethan.
"Aku tidak mengenakan apapun di sini!" seru Elisa dengan nada panik saat Ethan membawanya masuk ke dalam rumah. Tanpa sadar, ia langsung menyembunyikan wajahnya di dada Ethan, tak ingin melihat jika ada orang lain yang mungkin menyaksikan mereka dalam keadaan telanjang bulat.
Ya, keduanya masih telanjang, dan anehnya, tak ada satu pun staf yang terlihat.
"Aku liburkan mereka semua hari ini. Tenang saja, kita hanya berdua sepanjang hari," ujar Ethan dengan santai, seolah keputusan itu adalah hal yang biasa saja, sementara sebuah senyuman kecil terlukis di wajahnya.
"Apa menurutmu aku akan membiarkan orang lain melihat kita seperti ini? Aku akan mencungkil mata mereka," ujar Ethan dengan nada tenang, namun tajam. Elisa bergidik, mencoba memahami apakah Ethan benar-benar serius atau hanya omong kosongnya saja. Meski ia berharap itu hanya lelucon, hatinya tak bisa sepenuhnya tenang. Bagaimanapun, ia jelas tidak ingin menyaksikan sesuatu seperti itu terjadi.
Dengan langkah tegas, Ethan membawa Elisa menaiki tangga menuju lantai atas. Elisa, yang masih berada dalam gendongan Ethan, merasakan setiap gerakan yang stabil namun penuh tenaga. Setiap langkah Ethan membuat tubuh mereka berguncang ringan, menciptakan getaran halus yang menjalar melalui tubuh Elisa.
Begitu mereka tiba di kamar, dering ponsel Ethan tiba-tiba memecah keheningan yang baru saja tercipta. Tanpa terburu-buru, ia menurunkan Elisa dengan lembut dan menyerahkan sebuah handuk. Elisa segera mengelap tubuhnya dengan cepat, duduk di tepi kasur sambil menutupi punggung dan bagian depan tubuhnya dengan handuk.
"Mandilah duluan," kata Ethan dengan suara rendah dan lembut, "Aku akan segera menyusul."
Elisa menatapnya sejenak, perasaan kesal dan pasrah bercampur menjadi satu. Batinnya mengutuk siapapun yang mengganggu momen mereka. Tanpa kata, dia akhirnya mengangguk pelan.
"Good girl." Ethan mengecupnya singkat sebelum mengambil handuk dan melangkah keluar, ponsel masih di tangannya.
Ethan kemudian menjawab panggilan tersebut dan segera meninggalkan kamar, membiarkan Elisa yang masih duduk di tepi tempat tidur.
Elisa bangkit dari tempat tidur dan melangkah menuju kamar mandi. Setelah mandi, dia kembali ke kamar tidur, hanya untuk menemukan bahwa Ethan belum juga kembali. Tidak tahu seberapa lama panggilan itu akan berlangsung, Elisa memutuskan untuk mengeringkan rambutnya yang masih sangat basah.
Tangannya meraih hair dryer yang terletak di meja rias, menyalakannya dengan suara lembut yang segera memenuhi ruangan. Ia memindahkan hair dryer dengan lembut dari satu sisi ke sisi lainnya, membelai rambutnya dengan aliran udara hangat. Sambil menyisir rambut dengan tangan yang terampil, Elisa menyesuaikan suhu dan kecepatan hair dryer, memastikan setiap helai rambut mendapatkan perhatian yang dibutuhkannya.
Tiba-tiba, suara Ethan terdengar dari belakangnya, "Maaf, panggilannya ternyata lebih lama dari yang aku kira." Pria itu muncul di ambang pintu dengan handuk melilit di pinggangnya, air menetes dari rambutnya yang masih basah.
Elisa melihat wajah Ethan dari pantulan cermin di hadapannya. "Ada apa?" tanyanya, suaranya penuh rasa penasaran.
Suara keras terdengar saat Ethan melempar ponselnya ke atas meja rias, wajahnya menunjukkan kemarahan dan frustrasi yang mendalam. "Aku harus pergi ke Italia malam ini. Tiketnya sudah diurus juga," ucapnya dengan nada penuh kekesalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Love (Indo Ver)
RomanceDark Series #1 - Friend to Lover - R21+ "Everything that's happened to her is a consequence of my actions. No words, not even the deepest apology, can express the depth of my regret. I wish I could undo it all, but I can't. All I can do is try to ma...