Ethan memperhatikan wanita paruh baya itu dengan seksama saat dia memasuki kamar dengan peralatan bersih-bersih. Ekspresi wajahnya datar, tanpa menunjukkan tanda-tanda kehangatan atau keramahan, hanya fokus dan serius. Gerakannya begitu terlatih dan efisien saat dia mulai membersihkan lantai, setiap langkahnya begitu hati-hati, seolah tidak ingin menimbulkan suara sekecil apa pun.
Saat dia mendekati ranjang Ethan, dia menunduk dengan gerakan yang nyaris tidak terlihat, seolah-olah sedang membersihkan bagian bawah ranjang. Ketika dia bangkit, matanya bertemu dengan Ethan sejenak. Tatapan itu hanya berlangsung sesaat, tetapi ada sesuatu yang tidak biasa, seolah ada pesan tersembunyi di balik mata yang tenang itu. Setelahnya, wanita itu melanjutkan pekerjaannya, memastikan seluruh lantai bersih tanpa cela, sebelum akhirnya meninggalkan ruangan.
Begitu wanita itu keluar, perhatian Ethan langsung tertuju pada area di bawah ranjang tempat wanita itu sempat menunduk. Dengan hati-hati, dia meraih sesuatu dari bawah ranjang, berusaha tetap terlihat tidak curiga. Jari-jarinya menyentuh sebuah benda kecil, ternyata sebuah surat.
Seperti sebuah jari sintesis, benda itu memiliki struktur yang halus namun tidak biasa. Instingnya mengatakan ada lebih dari sekadar surat. Ethan menekan jari tersebut pada alat yang melilit di lehernya, dan dengan bunyi klik lembut, alat itu terbuka.
Kini bebas, Ethan tetap tenang. Dia tidak terburu-buru meninggalkan tempat itu. Sebaliknya, dia membuka lemari yang ada di dekatnya, memeriksa isi di dalamnya. Semua yang ada di sana hanyalah pakaian pria. Pikirannya berputar, bertanya-tanya siapa sebenarnya pemilik kamar ini.
Ethan meraih sebuah jaket dan celana panjang dari dalam lemari, ide baru muncul di benaknya. Dia memutuskan, setidaknya dia harus meninggalkan sesuatu sebagai kenangan di sini.
Saat dia menjelajahi area tersebut, wanita misterius itu tiba-tiba muncul kembali. Tatapan matanya dingin namun penuh perhatian, mengawasi setiap gerakan Ethan. "Siapa yang mengirimmu?" tanyanya dengan suara yang tegas dan tanpa emosi.
Ethan menatapnya dengan tenang, sejenak terdiam sebelum menjawab. "Mr. Alex," jawab wanita itu tanpa menunjukkan ekspresi.
Ethan mengangguk pelan, mencerna informasi itu dengan cepat. "Kau punya sesuatu untukku?" tanyanya, nada suaranya mengisyaratkan bahwa dia mengharapkan sesuatu yang berguna.
Tanpa sepatah kata pun, wanita itu mengeluarkan sebuah pistol dari balik pakaiannya dan menyerahkannya kepada Ethan.
Ethan menerima pistol itu dengan senyum tipis di bibirnya. "Terima kasih. Setidaknya ada sesuatu yang bisa diandalkan," gumamnya, suaranya mencerminkan kepuasan dan sedikit sinisme terhadap situasi yang dihadapinya.
"Ruangan CCTV ada di lantai atas," ucap wanita itu dengan suara pelan namun tegas.
Ethan mengangguk singkat sebelum berlari menuju tangga, langkahnya cepat dan penuh determinasi. Sesampainya di lantai atas, dia dihadapkan pada sebuah pintu baja dengan panel pemindai sidik jari di sampingnya. Tanpa ragu, Ethan menempelkan jari sintesis yang sebelumnya dia dapatkan. Sebuah bunyi bip terdengar, diikuti dengan lampu hijau yang menyala dan pintu yang terbuka secara otomatis.
Di balik pintu tersebut, terbentang ruangan luas yang dipenuhi oleh deretan layar monitor yang menampilkan setiap sudut bangunan. Cahaya dari layar-layar itu memenuhi ruangan.
Mata Ethan bergerak cepat, mengamati setiap detail sambil mencari barang-barangnya yang hilang. Instingnya mengatakan bahwa Leona telah menyembunyikan barang-barang pentingnya di tempat ini.
Setelah beberapa menit menggeledah laci dan lemari, pandangan Ethan tertuju pada sebuah laci terkunci di sudut ruangan. Dengan menggunakan kekuatan dan sedikit keterampilan, dia berhasil membukanya. Di dalamnya, tergeletak ponsel dan dompet miliknya. Sebuah senyuman tipis muncul di wajahnya saat dia meraih barang-barang tersebut, merasa sedikit lebih terkendali atas situasi yang dihadapinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Love (Indo Ver)
RomanceDark Series #1 - Friend to Lover - R21+ "Everything that's happened to her is a consequence of my actions. No words, not even the deepest apology, can express the depth of my regret. I wish I could undo it all, but I can't. All I can do is try to ma...