What If (Alternatif Epilog)

5.7K 314 121
                                    

Hai Gaes, apa kabar kalian?

Karena banyak yang gak terima sama bagian epilognya, maka aku buat 'what if' ini.

Jadi, buat kalian yang setuju sama ending sebelumnya, yang ini gak usah dibaca ya.

Yang baru baca cerita ini, tolong jangan baca endingnya dulu. Gak seru dong.

Jadi, bagian ini lanjutannya dari part 35. Setelah Thalassa dan Laksana kecelakaan.

Baca pelan-pelan, jangan lupa komen juga.

Happy Reading.

****
Mau sejauh apapun jarak memisahkan, jika dia ditakdirkan untukmu, pasti akan menemukan jalannya sendiri untuk kembali padamu.
****

"Sa, bangunlah. Apakah kamu bisa mendengar Mama?"

Sayup-sayup mendengar perkataan berulang kali itu. Perlahan cahaya masuk ke dalam retina matanya yang kini terbuka.

Gadis yang terbaring di brankar rumah sakit itu, menatap ke atas ruangan serba putih itu. Tubuhnya terasa lemas. Kemudian matanya melihat ke samping, di mana sepasang paruh baya tersenyum haru melihatnya.

"Syukurlah kamu sudah sadar, Nak," ucap Hera, ibu Thalassa. "Mama sangat khawatir padamu."

"Apa yang terjadi?" tanyanya lirih.

"Kamu koma setelah operasi jantung. Sebab adanya komplikasi pasca operasi, yaitu infeksi di luka operasi dan pendarahan," ucap seorang Dokter muda yang selama ini merawat Thalassa.

Mendengar suara itu, Thalassa mengalihkan pandangannya pada pria berjas putih itu. Bola matanya membesar, seraya mulutnya menganga.

"Laks."

Dokter muda itu benar-benar mirip Laksana. Orang yang dia temui di dalam novel.

"Nama Saya Segara. Dokter Segara Biru. Dokter yang selama ini menanganimu itensif selama kamu belum siuman." Dia memperkenalkan diri. "Saya juga kakak kelasmu dulu saat SMA, Thalassa."

Ya, Thalassa ingat itu. Dia adalah orang yang Thalassa sukai waktu remaja. Orang yang wajahnya begitu mirip dengan Laksana, si pemeran utama pria dalam novel yang dia baca. Bahkan, dia jelajahi juga.

Bahkan, sampai saat ini, Thalassa masih menyukainya. Pria itu terlihat lebih dewasa dengan tumbuhnya rambut-rambut halus di dagu dan kumisnya. Terlihat semakin tampan.

Satu hal yang masih Thalassa tidak mengerti, apa yang selama ini dia alami nyata atau hanya bunga tidur saat koma.

"Berapa lama, aku koma?" Thalassa sungguh penasaran akan hal itu.

"Kamu tidak sadar selama satu bulan, Sa. Kami begitu mengkhawatirkanmu," ucap Andra, ayah Thalassa.

"Satu bulan?" beo Thalassa lirih. Ternyata selama itu dia tidak sadarkan diri, pantas saja tubuhnya lemah.

Apa selama ini yang dialami sungguhan transmigrasi ke universe lain? Atau jadi mimpi buruk yang melelahkan.

"Dokter Kikan kini dipecat, karena dia, operasimu hampir gagal. Untung saja Dokter Arsyad segera menanganinya hingga jantungmu kembali berdetak, namun kesadaranmu terampas," lanjut Andra. "Dan selama kamu belum siuman, ada Dokter Sega yang mengobatimu."

Mata Thalassa tidak pernah lepas dari Dokter Sega, pria yang begitu mirip dengan Laksana. Sekaligus pria yang dia sukai. Perbedaan mereka yaitu, Segara memakai kacamata, dan rambutnya lebih hitam dibandingkan Laksana.

"Terima kasih," ucap Thalassa.

"Tidak perlu berterima kasih. Ini sudah tugas saya menjadi Dokter." Pria itu tersenyum manis. "Sekarang istirahatlah, saya akan meminta suster mengantarkan makanan bergizi dan obat untukmu. Permisi."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 13 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dealing With A Protagonist VillainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang