19. Kenangan Demi Kenangan

18 5 0
                                    

"Ada kiriman lagi!" seru Elie di pintu ruang jahit, tempat Alysia sedang memeriksa hasil pekerjaan kedua penjahitnya.

"Di mana?" tanya Alysia ketika melihat tangan Elie kosong.

Elie mengedik ke arah luar. "Kuletakkan di ruanganmu."

Alysia berbicara terlebih dahulu kepada kedua penjahitnya sebelum meninggalkan mereka. 

“Kurasa pengirimnya sama dengan yang kemarin," ujar Elie sambil mengekori Alysia.

Alysia tidak peduli dengan keusilan Elie saat ini. Fokusnya hanya pada kiriman Zion. Apalagi yang dikirimnya hari ini? Alysia bahkan sudah tidak sabar menanti sejak pagi tadi, hingga melalui hari sampai melewati waktu makan siang saja terasa sangat lama.

Begitu masuk ke ruangannya, mata Alysia langsung bergerak cepat mencari sesuatu yang sebelumnya tidak ada di sana. Dalam sekejap dia langsung menangkap sebuah kotak putih berukuran cukup besar di atas meja kerja. 

“Kamu pasti sudah bertemu dengan pengirimnya kemarin, bukan?” pancing Elie.

“Hm.” Alysia bergumam tidak jelas, lalu berjalan menuju kursinya.

“Laki-laki itu, benar?” tanya Elie penasaran.

Alysia diam saja, berpura-pura sibuk memeriksa jadwal di agendanya.

“Jawab aku, Nic!" seru Elie jengkel. "Jangan membuatku tidak bisa tidur karena penasaran.”

Alysia mengangguk kecil. Hanya itu jawaban yang dia berikan, sama sekali tidak ada penjelasan lebih lanjut seperti yang Elie harapkan.

“Nic, kenapa sekarang kamu tidak mau menceritakan apa-apa kepadaku?” Seketika wajah Elie terlihat sedih. Kali ini dia bersungguh-sungguh. Elie merasa mulai kehilangan Alysia, tetapi entah karena apa. “Kamu tidak percaya kepadaku lagi?”

Melihat Elie yang tampak benar-benar sedih, Alysia jadi iba. “Bukan begitu. Aku hanya ingin menyimpan sesuatu untuk diriku sendiri.”

Alysia tidak mengatakan kalau Elie tidak bisa dipercaya. Dia hanya khawatir jika apa yang sedang terjadi akan sampai ke telinga ayahnya. Sama seperti sebelumnya, apa saja yang dia lakukan, Flint selalu tahu. Ayahnya tidak pernah melewatkan berita sekecil apa pun meski mereka jarang bertemu. 

Bukan Alysia menuduh Elie pengadu, tetapi dia hanya tidak ingin mengambil resiko. Entah bagaimana, perasaan Alysia mengatakan ayahnya tidak akan suka jika mengetahui dia dekat dengan Zion.

“Baiklah, kalau kamu tidak ingin membaginya denganku," ujar Elie pasrah. “Tapi apa boleh aku bertanya sesuatu?”

“Apa?” balas Alysia waspada.

“Apa dia," ujar Elie ragu. "Apa pria itu baik?”

“Dia baik.” Alysia mengangguk cepat.

“Dia memperlakukanmu dengan hormat?” tanya Elie lagi.

“Ya,” jawab Alysia yakin.

Elie terus bertanya, “Apa dia bersikap sopan?”

“Ya.” Alysia tetap menjawab penuh keyakinan.

Elie menatap Alysia bingung. Belum pernah dilihatnya Alysia yang seperti ini. Biasanya gadis ini cenderung ragu-ragu dalam menjawab sesuatu, tetapi lihat sekarang! Alysia begitu penuh keyakinan.

“Dia tidak pernah menunjukkan gelagat mencurigakan?” lanjut Elie lagi.

“Misalnya?” Alysia balas bertanya.

“Mungkin berniat jahat padamu, atau menipumu?” tanya Elie hati-hati.

Alysia langsung menggeleng. “Tidak.”

Hymn of Beautiful ScrarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang