"Alysia," bisik Zion penuh rindu.
Tidak cukup rasanya sekadar memegang lengan sosok yang begitu dirindukan. Tanpa berpikir lagi, Zion langsung menarik tubuh perempuan itu mendekat, lalu memeluknya erat. Dadanya seolah ingin meledak karena rindu yang selama tiga tahun ini tertahan.
Perempuan dalam pelukan Zion begitu terkejut karena aksi tak terduga dari orang asing. Perlahan dia mendorong dada Zion menjauh lalu berbicara. "Maaf, sepertinya Anda salah orang."
"Aku tidak mungkin salah orang." Zion menggeleng kencang, masih tetap berkeras memeluk perempuan di hadapannya, meski tidak lagi seerat tadi.
Perempuan itu meletakkan tangannya di lengan Zion, lalu mendorongnya menjauh. Dia sendiri mundur perlahan, tetapi bicaranya tetap tenang dan sopan. "Anda salah, Tuan."
Melihat sikap perempuan itu, ada rasa ragu yang mulai muncul dalam hati Zion. Mengapa sikap perempuan ini terlihat berbeda dengan Alysia yang dia kenal? Namun, wajah dan sosoknya jelas sama.
"Aku Zion, Aly. Apa kamu tidak mengingatku?" tanya Zion ragu.
Perempuan itu tersenyum sopan dan menggeleng. "Saya belum pernah melihat Anda sebelumnya."
Zion menggeleng sedih. Hatinya terasa sakit mendapati kenyataan jika gadis yang sangat dia cintai, yang sekian lama dicarinya, yang telah begitu lama dia rindukan, ternyata tidak mengingatnya.
"Tapi aku tidak mungkin salah. Aku begitu mengenalmu, dan aku akan selalu mengenalimu."
Perempuan itu kembali menggeleng. Wajahnya terlihat kebingungan, perpaduan antara rasa terkejut juga iba melihat Zion. "Maafkan saya, tapi Anda salah orang. Saya bukan Alysia."
"Kalau begitu siapa namamu?"
"Saya Nicole. Nicole Davis."
"Tidak mungkin," gumam Zion lirih. Dia terus memandangi sosok perempuan yang mengaku bernama Nicole Davis itu. Mencoba mencari kebohongan di mata perempuan itu, tetapi dia hanya melihat kejujuran. Zion mencoba menangkap sorot rindu yang mungkin terpancar di mata perempuan itu, tetapi yang dia lihat hanya kebingungan.
"Maaf," ujar Nicole canggung. Dia benar-benar kebingungan saat ini. Nicole ingin secepatnya masuk ke butik, tetapi ada rasa tidak tega meninggalkan pria yang terlihat sedang putus asa ini. Namun, terus menemani di sini pun tidak nyaman. "Jika tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, saya harus kembali bekerja."
"Tunggu!" cegah Zion cepat untuk menghentikan Nicole. Setelah perempuan itu mengatakan dirinya bukan Alysia Lindner, kini Zion tidak berani lagi melakukan kontak fisik dengannya.
"Ya?" ujar Nicole dengan pandangan bertanya.
"Masih ada yang ingin aku tanyakan," ujar Zion ragu.
"Apa itu?" balas Nicole sabar.
"Butik ini," ujar Zion sambil menatap ke dalam butik gaun pengantin di hadapannya. Saat melihat bagian depan butik barulah Zion menyadari nama tempat ini. Di bagian atas window display butik ini terdapat tulisan ND Bridal. Mungkin singkatan dari Nicole Davis. "Apa tempat ini milikmu?"
"Benar."
"Bisa kita bicara di dalam?" pinta Zion penuh harap.
Nicole mengamati sosok Zion, mencoba menilai apakah pria ini bermaksud buruk? Namun, melihat sorot matanya, Nicole seolah bisa merasakan kesedihan mendalam yang pria itu tanggung dalam hatinya. Akhirnya, dia memutuskan tidak ada salahnya mengizinkan Zion masuk dan berbicara. "Masuklah!"
Nicole mendahului berjalan di depan Zion, lalu membuka pintu dan mempersilakan pria itu masuk. Dia mengarahkan Zion ke ruang tunggu yang terkesan mewah dan berkelas. Bukan hanya ruang tunggunya, keseluruhan butik ini terkesan mewah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hymn of Beautiful Scrars
RomantizmLuka paling menyakitkan adalah kehilangan seseorang saat rasa cinta tengah demikian menggebu dan itulah yang dialami oleh Zion De Luca. Alysia Linder pergi meninggalkannya tepat di hari pernikahan mereka. Zion tidak mampu bangkit dari keterpurukan m...