26. Hubungan yang Tetap Buruk

20 7 0
                                    

Tiga pekan sudah berlalu sejak Alysia tinggal di kediaman Zion. Gadis itu tidak pernah merasa bosan meski terpaksa harus terkurung 24 jam bersama Zion, begitu pula sebaliknya. Alih-alih merasa bosan, Zion malah merasa kebersamaan mereka selalu kurang. Sebanyak apa pun waktu yang mereka habiskan bersama, rasanya tidak pernah cukup. 

Tidak ada kegiatan spesial yang khusus dirancang untuk mengisi waktu, hanya keseharian sederhana layaknya manusia normal mulai dari membuka mata di pagi hari dengan kondisi saling berpelukan, menyiapkan sarapan bersama, saling bertukar cerita sambil sama-sama bekerja di ruang baca, terkadang menonton acara hiburan, hingga akhirnya kembali terlelap di tempat tidur yang sama. 

"Apa kamu merindukan ayahmu?" tanya Zion saat mereka sedang bersantai di depan televisi.

“Kenapa tiba-tiba bertanya begitu?"

"Hanya ingin tahu saja. Kurasa sudah cukup lama kalian tidak bertemu," jawab Zion berusaha terdengar santai.

"Hm …, sepertinya begitu," gumam Alysia tanpa minat.

Zion mengernyit heran. "Kapan terakhir kali kamu bertemu dengannya?"

Alysia mencoba mengingatnya, tetapi tidak terlalu berhasil. "Entah, aku juga tidak ingat pasti. Mungkin sekitar delapan sampai sepuluh bulan yang lalu."

"Sudah cukup lama. Apa kamu tidak rindu?" Jemari Zion bergerak mengusap kening Alysia yang tanpa gadis itu sadari sudah berkerut dalam ketika membicarakan sosok ayahnya.

"Entahlah, aku seperti tidak memiliki kedekatan emosi dengannya."

"Selama tidak bertemu dengan ayahmu, apa kalian tetap saling berkomunikasi?" tanya Zion hati-hati.

"Aku bahkan tidak tahu nomor ponselnya.”

Zion mendelik tidak percaya. “Lalu bagaimana cara kalian berhubungan?”

“Kami tidak pernah saling menghubungi." Alysia mengangkat bahunya santai. "Jika dia perlu menyampaikan sesuatu, Peter yang akan mengatakannya.”

“Bahkan pengawalmu terdengar lebih mengenal ayahmu dibandingkan kamu anaknya sendiri," gumam Zion sedih. Tidak dahulu, tidak sekarang, hubungan gadis ini dengan ayahnya tetap saja buruk.

Alysia tersenyum masam. “Tidak mengherankan.”

“Apa kamu tahu di mana ayahmu sekarang?” tanya Zion sambil membelai pipi Alysia.

Alysia mengerucutkan bibir. “Aku tidak yakin.”

“Aly,” panggil Zion perlahan. "Boleh aku bertanya?”

“Tentu.”

“Sebanyak apa kamu tahu mengenai pekerjaan ayahmu?”

“Tidak banyak. Yang kutahu hanya dia sering berkeliling dunia karena tuntutan pekerjaannya sebagai seorang arkeolog.”

“Lalu apa kamu tahu kalau ayahmu memiliki musuh?”

“Aku tidak yakin, tapi mungkin iya." Ada jeda beberapa saat sebelum Alysia melanjutkan ceritanya, "Aku pernah tidak sengaja mendengar pembicaraan Peter dengan anak buahnya, sepertinya mereka pernah menyinggung tentang menjagaku agar aman dari musuh ayahku.” 

Zion mengangguk paham, tetapi tidak berkomentar.

“Kenapa bertanya seperti ini?" tanya Alysia curiga. “Kamu terlihat seperti mengetahui sesuatu.”

“Kamu ingat kejadian saat mobilku …." Zion membuat gerakan menukik dengan tangannya. Lidahnya terlalu kelu untuk menyebut kejadian itu di hadapan Alysia. 

"Aku tidak mungkin lupa." 

"Apa kamu tahu mereka adalah musuh ayahmu yang ingin menculikmu?" Sebenarnya, jika keadaan tidak serumit ini, rasanya Zion ingin menyembunyikan kenyataan itu dari Alysia. Namun, keadaan memaksa Zion untuk memberi tahu Alysia. Gadis itu berhak untuk tahu tentang hal yang sedang terjadi dengan hidupnya.

Hymn of Beautiful ScrarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang